TIGAPULUHLIMA

5.4K 421 18
                                    

Sebelum keluar dari cafe Shaqira mematikan ponselnya masa bodo dengan ustadz Abi yang akan memarahinya. Ini semua salah ustadz Abi. Ia memilih tak langsung pulang ke rumah. Duduk di trotoar yang cukup sepi dengan pandangan kosong. Hampir satu jam ia duduk di atas terik matahari yang cukup panas.

Sedangkan di lain sisi ustadz Abi tengah cemas. Tidak ada kabar dari Shaqira. Ia juga sempat menghubungi nomor Shaqira tapi tidak aktif. Ustadz Abi menghubungi mami meminta nomor sahabat Shaqira. Saat menghubungi salah satu sahabat Shaqira yang bernama Kinanti, yang untungnya ia masih berada di cafe, jadi bisa memudahkan ustadz Abi untuk menemui mereka.

Kinanti melambaikan tangan ketika melihat ustadz Abi dengan memakai hoodie dipadukan dengan celana jens. Raya dengan Kinanti sempat terpesona melihat sosok seorang ustadz Abi, sama sekali tak seperti ustadz melainkan seorang badboy.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawab mereka kompak.

"Duduk ustadz," suruh Kinanti.

"Coba jelaskan kejadian sebelum Shaqira pergi," pinta ustadz Abi.

Raya dengan Kinanti saling tatap takut-takut akan menyakiti hati ustadz Abi. Tapi mau gimana lagi.

"Gini___ gini__" Raya binggung mau menjelaskan seperti apa biar ustadz Abi tidak sakit hati bahkan Shaqira ingin bercerai. Ah ia semakin bingung. Dilihat dari segi apapun ustadz Abi terlihat sempurna hanya saja Shaqira terlalu menutup mata.

"Jelaskan dengan benar!" Suara ustadz Abi terdengar lebih dingin dan tegas dari sebelumnya. Membuat Raya sedikit bergidik ngeri.

"Biar gue yang jelasin!" putus Kinanti melihat Raya yang langsung kicep mendengar ustadz Abi.

Kinanti menjelaskan kejadian tadi dari awal. Namun Kinanti tidak memberitahu ustadz Abi rencana Shaqira yang meminta cerai.

"Saya pamit ingin mencari Shaqira," ucap ustadz Abi. Baru beberapa langkah Kinanti memanggil ustadz Abi.

"Kami ikut ustadz!"

"Tidak usah, kalian temanin mami, dia cukup khawatir dengan keadaan Shaqira yang belum ketemu."

"Iya ustadz, setelah mengetahui ini saya harap ustadz jangan memarahi Shaqira," pinta Raya yang sejak tadi menyimak.

"Insyaallah, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawab mereka kompak.

Ustadz Abi menyusuri jalan yang cukup sepi disebelah kanan cafe, entah kenapa hatinya merasa Shaqira berjalan ke arah sana. Sekitar 15 menit mengendarai mobilnya ustadz Abi melihat seseorang duduk di trotoar dengan pandangan lurus ke depan. Semakin mendekat semakin jelas terlihat seseorang itu adalah Shaqira. Ustadz Abi menarik nafas dalam, ia harus menahan emosinya.

"Shaqira?" panggil ustadz Abi menyentuh bahu Shaqira pelan.

Shaqira tak menjawab ia melihat ustadz Abi lalu memalingkan wajahnya.

"Apa yang kamu inginkan?"

Shaqira menoleh, menatap manik mata ustadz Abi dalam sampai keduanya terhanyut akan keindahan mata yang diberikan Allah.

"Ustadz Abi tanya apa yang Shaqira inginkan?" tanya Shaqira yang terdengar lirih.

Tanpa menjawab ustadz Abi menunggu kelanjutan yang akan  dibicarakan Shaqira.

"Shaqira ingin ce__" ucapan Shaqira terpotong dengan dering ponsel ustadz Abi yang berbunyi.

"Sebentar mami nelpon," ucap ustadz Abi.

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Where stories live. Discover now