EMPATPULUHTIGA

5.1K 460 14
                                    

Lemes pren makin kesini gak ada yang vote 🙂 mohon kerjasamanya yukk.

Ikhlas itu palsu, yang ada hanya terpaksa lalu terbiasa.

Percayalah saat hujan pasti akan ada fasenya reda, tetapi tidak akan menjanjikan sebuah pelangi yang cantik. Begitupun dengan hidup. Setiap masalah pasti akan ada jalan keluarnya. Tetapi tidak akan membuat seseorang akan langsung bahagia. Butuh beberapa fase untuk melewatinya. Jadi bersabarlah untuk melewati fase-fase yang telah disusun rapi oleh Allah. Level tertinggi dalam mencintai adalah ketika kamu mengikhlaskan kepergiannya dan tersenyum dikala dia sudah bahagia dengan pilihannya. Mungkin saat ini ia akan mencoba berpikir seperti itu.

"Yuk mending makan!" ajak ustadzah Aisyah. Meninggalkan pembicaraan ustadz Zaki dengan umi. Ustadzah Aisyah mengangguk.

"Serius, Mau makan sebanyak ini?"

"Iya hehe," jawab ustadzah Aisyah cengengesan.

"Baru liat orang galau banyak makan!"

"Aku juga bingung, setiap sedih pasti bawaannya lapar." Ada yang gini ga, soalnya saya gitu hehe.

"Aneh memang!"

"Setidaknya kalau lagi galau, ga sakit karna ga makan."

"Iya, tapi pikiran lebih berefek buat orang sakit."

"Iya ustadzah Ika cantik, ayo udah lapar nih." Mengusap perutnya.

"Porsi kuli, tapi badan ga gemuk-gemuk!" sindir ustadzah Ika. Berbeda dengan dirinya badan yang sedikit berisi.

"Aku juga bingung, kok bisa. Mungkin terlalu banyak cacingnya hehe."

"Nah bisa jadi!" Ustadzah Aisyah tidak menjawab. Mulutnya sudah penuh dengan makanan. Ia hanya mengangguk. Ustadzah Ika hanya geleng-geleng kepala.

Tidak ada perbincangan antara mereka. Sampai ustadz Zaki datang memberikan air putih pada ustadzah Aisyah dengan ustadzah Ika. Mereka lupa mengambil segelas air tadi. Dan kebetulan juga ustadz Zaki melihat itu dan memberikannya pada mereka.

"Nih biar ga keselek," ucap ustadz Zaki.

"Makasih ustadz," ucap mereka kompak.

"Tadi lupa," sambung ustadzah Aisyah tersenyum kikuk.

"Gimana masakan umi?" tanya ustadz Zaki. Semua pengurus pesantren ataupun santri memanggil umi sama Abi. Itu langsung perintah dari Abi, biar semua santri ataupun pengurus bisa lebih merasa dekat dengan Abi dengan umi.

"Enak banget ini mah," jawab ustadzah Aisyah.

"Rasanya pas tanpa ada yang kurang," sambung ustadzah Aisyah lagi. Entah kenapa ia jadi banyak bicara gini dengan ustadz Zaki.

"Alhamdulillah."

"Saya pamit dulu, mau kumpul sama yang lain."

"Iya ustadz.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawab ustadzah Aisyah dengan ustadzah Ika.

Melihat kepergian ustadz Zaki, ia langsung mengejek ustadzah Aisyah.

"Cie-cie."

"Apaan sih!"

"Lah pipinya merah," goda ustadzah Ika.

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum