SEPULUH

7.6K 481 5
                                    

Shaqira dan ustadz Abi tengah mempersiapkan kebutuhan istri kecilnya lebih tepatnya hanya ustadz Abi yang memasukkan baju-baju Shaqira sedangkan ia asik memainkan ponsel berbaring di atas kasur dengan santainya. Sebelum mereka pulang dari restoran Shaqira menelpon mami untuk memilihkan baju untuk dibawa ke pesantren, mami sangat bersyukur mendengar itu, bahkan saat ini mami sedang membuat aneka kue untuk dibawa ke pesantren untuk besannya. Ustadz Abi melihat sebungkus softex, apa dibawa atau tidak pikirnya.

"Ini dibawa?" tanyanya dengan mengangkat sebungkus softex. Ekspresi wajah Shaqira berubah mukanya merah seperti tomat, bagaimana seorang laki-laki mengetahui barang berharga wanita selain celana dalam. Shaqira merebutnya dari tangan ustadz Abi.

"Apaan sih, mending keluar aja sana!"

"Cepetan nanti keburu sore." Ustadz Abi keluar meninggalkan Shaqira dari kamarnya, mungkin ia akan ke dapur membantu mami menyiapkan apa yang akan dibawa ke pesantren.

"Mami, Abi boleh bantu?" tanyanya. Hm kurang manis apa sih ustadz Abi, kalau Shaqira gak mau, saya aja yang ambil hehe.

"Eh, gak usah kamu istirahat aja nanti supaya nggak ngantuk bawa mobil, atau kamu cicipin kue buatan mami?" tolak mami dengan lembut.

"Boleh mi."

Mami menyodorkan sepiring yang berisikan brownis. Ustadz Abi langsung mencicipi.

"Enak banget Mii, bisa habis sepiring nih," ucap ustadz Abi sambil memasukkan brownis ke mulutnya tanpa henti. Mami Yuli tersenyum melihat ustadz Abi sangat nikmat melahap brownis. Seseorang dibalik tembok tersenyum melihat seseorang yang sangat lahap memakan brownis, seperti tidak pernah memakan saja pikirnya. Shaqira sudah selesai membereskan bajunya dan alat-alat make up yang perlu dibawa, ia memutuskan untuk turun ke dapur karna perutnya perlu diisi.

"Mii semuanya di bawa ini?" Shaqira menunjuk semua aneka kue.

"Iya." Air liur Shaqira terasa jatuh, tangannya mencomot donat kesukaannya. Mami Yuli langsung menepis tangan Shaqira membuat sang empu meringis.

"Ini buat umi kamu, bukan kamu."

"Tapi kan Shaqira mau," ucapnya dengan mengembungkan pipi sambil bibirnya dimajukan, ustadz Abi yang melihat itu dibuat gemas di lubuk hati nya pengen sekali mencubit pipi Shaqira yang sedikit berisi. Shaqira melirik brownis di piring yang di pegang ustadz Abi ia sudah menyiapkan ancang-ancang untuk mengambil sepotong. Melihat kelakuan Shaqira begitu, ustadz Abi langsung menyodorkan sepotong brownis pada mulut sang empu lebih tepatnya menyuapi, Tapi yang di suapin hanya bengong melihat seseorang yang ada di depannya. Kalau di lihat-lihat ternyata baik juga ni orang ganteng lagi, eh eh gak apaan sih ucapnya dengan memukul kepala. Melihat itu ustadz Abi memanggil nama Shaqira sambil melambaikan tangan diwajah Shaqira akhirnya ia tersadar.

"Gue bukan anak kecil." Mengambil sepotong brownis dari tangan ustadz Abi.

"Shaqira jaga ucapan kamu, itu suami mu." Kalau mami yang bicara Shaqira tidak berani melawan.

"Iya Mii maaf."

"Minta maaf sama suamimu!" perintah mami pada Shaqira.

"Maaf ustadz," ucap Shaqira dengan nada kesal.

"Ganti baju, terus kita berangkat." Shaqira memelototi ustadz Abi, sedangkan yang dipelototi hanya memasang wajah acuh tadi dia minta maaf Lo dengan susahnya menurunkan egonya malah tidak di jawab, main suruh-suruh lagi, kesal sudah pasti kalau tidak ada maminya sudah dipastikan ustadz Abi babak belur gerutunya dalam hati. Shaqira berjalan ke kamar dengan menghentak-hentakkan kaki menimbulkan suara yang tak enak di dengar pasalnya ia juga memakai sendal.

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Where stories live. Discover now