LIMAPULUHEMPAT

3.8K 303 33
                                    

Pagi harinya ustadzah Aisyah ditugaskan membantu umi untuk memasak, tidak ada acara apapun hanya saja umi ingin bertemu dengan ustadzah Aisyah. Umi sudah menganggap ustadzah Aisyah sebagai anaknya dulu saat pertama memasuki pondok pesantren. Ustadzah Aisyah  tidak mau tidur di asrama katanya gak layak, mendengar itu umi dengan Abi Yusuf terkekeh, sampai-sampai umi menawarkan untuk tidur di rumahnya. Bahkan ustadzah Aisyah sempat tidak mau karena kamar yang di tempati tidak sebesar kamarnya di rumah. Hampir tiga bulan ia tidur di rumah umi sampai akhirnya ustadzah Aisyah mengerti tujuan orang tuanya memasukkannya ke pondok pesantren jadilah ia sampai sekarang mengabdi di pondok. Umi sering meminta bantuan pada ustadz Abi untuk membantu ustadzah Aisyah ketika libur dari pondoknya itu yang membuat mereka dekat, tapi ustadz Abi menganggap ustadzah Aisyah sebagai adik berbeda dengan ustadzah Aisyah yang diam-diam menyimpan rasa. Itu pun ustadz Abi mengetahui perasaan ustadzah Aisyah dari ustadz Zaki yang melihat cara ustadzah Aisyah yang berbeda ketika bersama ustadz Abi. Mengetahui akan hal itu membuat ustadz Zaki harus mengubur perasaannya pada ustadzah Aisyah. Tapi itu tidak membuat dirinya untuk berhenti mendoakan ustadzah Aisyah demi kebahagiaannya seperti perkataan Ali bin Abi Thalib jangan berhenti berdoa yang terbaik bagi orang yang kau cintai. Sama halnya dengan kisah cinta Qais dan Layla saat itu di depan Ka'bah ayahnya menyuruh Qais berdoa untuk menghilangkan rasa cintanya pada Layla namun diluar dugaan Qais malah meminta untuk ditambahkan rasa cintanya pada Layla membuat sang ayah terkejut. Dari kisah itu kita bisa mengambil hikmah sebegitu besar cintanya pada manusia. Maka usahakan lebih besar cinta kita pada yang menciptakan kita tidak hanya kepada ciptaannya.

"Assalamualaikum umi!"

"Wa'alaikumussalam," jawab Shaqira dari dalam membuka pintu.

"Eh ustadzah ayok masuk!" titah Shaqira tersenyum ramah. Shaqira tak mau ambil pusing dengan kejadian itu, ia juga tidak percaya ustadzah Aisyah yang tega melakukan hal itu padanya.

"Iya makasih," membalas senyuman Shaqira.

"Shaqira panggil umi dulu, ustadzah Aisyah duduk aja!" Ustadzah Aisyah tersenyum sebagai jawaban.

"Aisyah!" panggil umi.

"Iya umi." Bangun dari duduknya lalu mencium tangan umi.

"Umi mau minta tolong, bantu umi masak!"

"Boleh umi."

"Kenapa gak minta bantuan sama Shaqira umi?" tanya Shaqira. Apa karena umi tahu Shaqira gak bisa masak batinnya.

"Bumil gak boleh lelah!" Mendengar perkataan umi membuat dirinya terkejut, tapi ia melihat ada rasa bahagia terpancar dari wajah umi membuat dirinya juga ikut bahagia.

"Gak akan kok umi sayang!"

"Udah gak papa, kata ustadz Abi kamu disuruh naik mau belajar katanya!"

"Oh iya! Shaqira lupa umi, ustadzah Aisyah Shaqira pamit dulu ya!"

"Iya!"

"Shaqira hamil ya umi?" tanya ustadzah Aisyah melihat kepergian Shaqira.

"Iya Alhamdulillah," jawab umi tersenyum. Sangat terlihat jelas dari wajah umi sangat bahagia.

"Alhamdulillah." Setelah mengucapkan itu ia terdiam memikirkan apa yang harus ia lakukan hari ini atau hari esok. Ini sangat penting demi kebaikan dirinya biarkan saja dia egois pada orang lain.  Hatinya lebih baik ia pikirkan dulu untuk diobati sebelum semakin membuat luka yang banyak lagi. Berdamai dengan keadaan harus merelakan titik ternyaman saat ini, selain itu  membutuhkan resiko untuk berani keluar dari zona nyaman. Ia sudah belajar menerima takdir ini untuk tidak bersama dengan orang yang ia cintai karena cinta yang dewasa adalah ketika kamu bisa merelakan ia bahagia dengan orang lain itu juga bentuk tingkat tinggi dalam sebuah keikhlasan. Namun saat ini ia butuh waktu untuk pergi dari semua ini untuk melakukan sesuatu.

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Where stories live. Discover now