DUAPULUHEMPAT

5.9K 418 7
                                    

Di depan rumah, Shaqira dan ustadz Abi sudah siap untuk jalan ke Jakarta. Ia sedang menunggu umi dan Abi Yusuf untuk berpamitan. Tak terasa satu bulan sudah Shaqira hidup di pesantren sekaligus sebagai istri, banyak pelajaran hidup yang ia dapati dari Ratna dan Dewi, waktu bosen di rumah Shaqira pergi ke kamar Ratna dan Dewi mereka menghabiskan waktu dengan bercerita tentang kehidupan masing-masing dan ya Shaqira juga memberi tahu tentang dirinya sebenarnya. Awalnya mereka tak percaya, Shaqira juga tak mempermasalahkan itu, kebetulan Shaqira mengajak Ratna dan Dewi ke rumah untuk mengambil makanan karena rasa penasaran mereka bertanya langsung pada ustadz Abi yang berada disana.

Flashback on

Ustadz Abi sedang duduk membaca buku di sofa, kemudian Shaqira datang dengan Ratna dan Dewi. Karena rasa penasaran yang sangat mendalam Dewi menanyakan Shaqira itu apa nya ustadz Abi.

"Ustadz Abi apanya kak Shaqira?" tanya Dewi. Reflek Ratna memukul lengan Dewi dengan keras. Takut nanti Shaqira merasa tersinggung.

"Aww..." Ringgis Dewi.

"Zaujati!" jawab ustadz Abi dengan tenang.

"Hah beneran ustadz?" tanya Dewi lagi, Ratna lagi-lagi memukulnya.

"Aww sakit Ratna!"

"Kasian Dewi, gak papa Ratna biarin aja dia nanya," ucap Shaqira dengan terkekeh melihat kelakuan sahabat nya. Ratna melakukan itu takut nanti Shaqira akan tersinggung, tapi Shaqira biasa saja, ia juga gak percaya masak modelan ustadz mau nikah dengan dia yang manusia setengah jadi pikirnya.

"Biar dia tahu rasa!" ucap Ratna dengan kesal.

"Iya," jawab ustadz Abi.

"Beruntung banget kak Shaqira dapat ustadz Abi," puji Dewi.

"Gak juga!" sahut Shaqira. Ratna dan Dewi tercengang mendengar jawaban dari Shaqira, santriwati pesantren ingin menjadi istri ustadz Abi, lah malah Shaqira tidak mau.

"Ayo dong nanti makanan nya dingin," ajak Shaqira untuk balik ke pondok, ia sudah membuat pisang goreng untuk dibagikan di kamar Ratna dan Dewi. Ustadz Abi tidak mempermasalahkan yang Shaqira lakukan malah ia bangga dengan istri kecilnya, bisa berbagi dengan orang lain, Shaqira sering membagikan cemilan yang ia buat.

"Ustadz Abi udah Shaqira siapkan di atas meja makan, tehnya juga udah siap, Assalamu'alaikum," ucapnya meninggalkan ustadz Abi.

"Wa'alaikumussalam," jawab ustadz Abi, lalu pergi ke dapur untuk mencicipi buatan Shaqira, rasanya tak pernah gagal di lidah ustadz Abi tapi kalau urusan masak lauk pauk Shaqira tidak bisa. Ustadz Abi memaklumi itu, semua orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, tapi Shaqira berusaha belajar memasak dari umi.

Ustadz Abi tak mempermasalahkan Shaqira yang bolak balik pondok ia senang dari sana ia belajar melihat kehidupan di pondok, istri kecilnya juga udah mulai berubah terkadang juga kambuh ke semula, tapi itu langkah menjadi lebih baik yang harus Shaqira lawan agar bisa Istiqomah, sesuatu yang diusahakan itu butuh proses untuk menjadi pembiasaan.

Shaqira memeluk umi, ia menangis entah kenapa ada rasa bersalah dalam dirinya pada umi.

"Kenapa nangis nak?" tanya umi heran.

"Gak papa umi, Shaqira ngerasa banyak salah sama umi, maafin Shaqira ya?" ucapnya dengan air mata yang terus mengalir.

"Udah-udah Shaqira gak pernah salah, menantu kesayangan umi jangan nangis nanti jadi jelek," goda umi dengan kekehan.

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Where stories live. Discover now