WORTH IT-37

56 6 3
                                    

Suara Bu Nisa terdengar seperti menusuk telinga Chyra, suara yang cempreng itu nyaris membunuhnya. Apalagi ini pelajaran fisika yang kurang disukai oleh Chyra. Lima menit berada di kelas serasa seabad baginya, Chyra mulai menunjukkan rasa tidak nyaman berada di sana dengan terus membetulkan posisi duduknya, memainkan bolpoin atau coret-coret kertas tidak jelas. Cara apapun ia lakukan agar bisa bertahan di kelasnya.

Chyra merasa pusing, entah karena pelajaran atau apa. Ia meraba ulu hatinya saat rasa mual menyerangnya. Ia meringis sambil memijatnya pelan.

"Bu!" Chyra mengangkat tangannya.

"Iya, Chyra?" Bu Nisa berhenti menerangkan dan tersenyum pada gadis yang memanggilnya.

"Saya izin ke toilet."

"Oh, iya silakan."

Alder menoleh istrinya yang berlari keluar kelas sambil mendekap mulutnya. Setelah bergeming sejenak, Alder langsung berlari menyusul Chyra tanpa pamit pada bu Nisa. Jangan heran, bukan satu kali Alder begitu. Laki-laki itu memang akhlakless dan tak kenal takut. Di sekolah ini ia yang ditakuti, sudah diberi tahu kan jika Alder itu memiliki mulut pedas dan berani melabrak siapapun yang mengusiknya.

Para siswa saling bisik membicarakan pasutri itu, terkecuali Gadish dan Neon.
Gadish hanya terdiam sedangkan Neon tertidur di bangkunya. Maklum, temannya Alder. Sifatnya tidak jauh berbeda, bahkan Neon lebih akhlakless daripada Alder.

Apa Chyra hamil, ya?-- batin Gadish memainkan bolpoin-nya. Sepupu iparnya itu merasa sangat khawatir. Namun, ia juga berpikiran bahwa Chyra mengandung anaknya Alder.

Alder mendengar Chyra muntah-muntah di dalam toilet. Ia merasa cemas pada istrinya.

"Ra, are you okay?" Alder mengetuk pintu toilet, tapi tak ada sahutan dari dalam.

Chyra membasuh mulutnya, ia terdiam memandangi wajahnya yang pucat dari biasan cermin. Ia ingat sesuatu, pagi ini ia tidak sempat sarapan karena sibuk mencari sepatu Alder karena dia lupa dimana menaruhnya. Alder bersikukuh ingin memakai sepatu kesayangannya. Chyra sempat kesal pula karena hal ini.

"Lo gapapa?" Tanya Alder cemas saat Chyra keluar dari toilet.

"Mual dikit, anter ke kantin yuk. Gue belum sempet sarapan."

"Gara-gara gue ya, asam lambung lo jadi naik?"

"Iya. Elo dibilangin pake sepatu yang laen aja malah ngeyel. Lagian kalo nyimpen sepatu tuh yang bener, taro di rak biar gak ketar-ketir nyariinnya." Sebenarnya Chyra tidak ingin marah. Namun, ia harus menyadarkan Alder yang kadang kekanak-kanakan.

"Maaf, Mbin..."

Chyra terdiam, istri Alder itu menghela nafasnya perlahan."Yaudah lah, ke kantin hayuk!"

"Jan marah..." Alder menggandeng Chyra ke kantin. Chyra menahan tawanya, lucu sekali Alder bisa se imut itu.

Chyra terdiam memandang semangkuk bakso di depannya, bibir atasnya berkedut seperti tidak selera melihatnya. Meski begitu, ia tetap menyuapkannya ke dalam mulut. Lagi-lagi mual itu datang, Chyra mendekap mulutnya dan menaruh sendoknya ke atas mangkuk bakso itu.

"Makan weh, aman kok buat perut. Gak pedes juga kan?"

"Enek... Gue gak mau makan beginian kalo lagi kambuh..."

WORTH IT [END]Where stories live. Discover now