WORTH IT -46

53 5 0
                                    

"Aa minta maaf ya, neng. Gara-gara Aa, Eneng jadi terjebak di kampung ini." Ucapnya sambil berjalan bersebelahan dengan Chyra. Ia kembali mengajak Chyra untuk pergi ke suatu tempat.

Chyra terdiam, memilih untuk menundukkan kepalanya agar tak salah berbicara.

"Aa janji, bakal anterin Eneng sampai ke rumah eneng. Tapi sebelum itu, Aa mau ngajak eneng pergi ke kebun teh. Itung-itung permintaan maaf Aa, sekaligus perpisahan Eneng di desa ini."

Chyra tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.

"Gapapa, A." Jawabnya seraya menyeka air matanya yang sempat menetes. "Oh ya, Aa gamau nanya kenapa aku dikejar orang-orang itu?" Chyra mengalihkan pembicaraan Panji yang mulai mengarah pada hal yang berbau mellow.

"Kenapa emang, neng?"

"Masalah keluarga, suami bibi aku berkhianat. Dan menganggap aku penghalang rencananya. Dia lalu ngincar aku untuk dibunuh."

"Astagfirullah, kok bisa gitu ya, Eneng..." Ucapnya tak menyangka.

"Dia dendam karena gabisa dapetin ibu aku. Dia cinta sama ibu, tapi nikahin bibi karena gabisa dapetin ibu." Jelasnya dengan bahasa yang ia sesuaikan.

"Ohh... Gitu. Kalau neng kok bisa nikah muda, kan di kota itu jarang loh neng. Kebanyakan perempuan karir."

Chyra tersenyum, "masih ada sangkut pautnya dengan pamanku yang berkhianat, dia membuat hutang dan jadikan aku bayaran. Makannya aku menikah. Ngerti gak, A?"

"Ngerti kok ngerti, maaf ya, Aa jadi bertanya sesuatu yang lancang."

"Enggak kok. Aku sama suami aku juga saling jatuh cinta..." Chyra terkekeh menahan hatinya yang terasa dicubit.

Untuk sesaat mereka saling diam, hingga Chyra kembali membuka suaranya. "Sebenernya, aku membunuh pamanku itu. Saat hendak kabur ke suami aku yang sedang di kantor, mobil aku dikejar dan aku kabur sampe ketemu Aa." Chyra bercerita kejadian demi kejadian yang menimpa dirinya hingga keadaannya sekarang.

"Eneng membunuhnya?" Beo Panji tak percaya pada penuturan gadis manis di dekatnya. Ia sama sekali tidak percaya bahwa wanita yang berparas bidadari ini membunuh orang, apalagi pamannya sendiri. Memang, pamannya itu berkhianat dan mengincarnya. Namun, Panji tidak pernah berpikir Chyra melakukan hal seseram itu.

Chyra mengangguk, "aku gabisa kontrol emosi karena dia terlalu berdosa, saat dia nyerang, aku langsung lawan dia dan... Sudahlah, A. Aku gamau bahas itu."

"I-iya, lagian kita udah nyampe."

Chyra langsung berbinar melihat pemandangan indah di sekitarnya. Bukit-bukit terlihat sangat indah dan subur. Chyra menghirup udara segar dengan mata terpejam, beberapa perasaan berbaur di dalam hatinya. Ia mulai berkeliling dengan tangan menyapu daun teh yang ditanam dengan jalur rapi dan cantik, aromanya yang khas membuatnya sedikit lebih tenang.

"Neng, makasih ya. Pernah menjadi bunga yang mekar di desa ini. Bunga cantik yang sudah dimiliki, semoga eneng gak lupa dan bisa mengajak suami neng Chyra berkunjung ke sini." Tutur Panji.

Chyra mengangguk, ia menunduk. "Makasih juga Aa udah ngenalin aku beberapa hal yang gabisa aku temukan di tempatku. Udah ngajak aku nguseup, main layangan, berkunjung ke tempat silat." Tutur Chyra dengan senyuman manis yang terukir di wajah cantiknya.

"Iya, neng. Kapan-kapan Aa juga main atuh ke kota, mau lihat gedung tinggi sama jalanan yang rame."

"Siap, ajak keluarga ya. Apalagi nenek."

Panji hanya tersenyum mengangguk. Semoga ini bukan hanya sekedar wacana.

Chyra meneruskan langkahnya untuk berkeliling, hingga tak ia sadari, seorang laki-laki sedang membidikkan kamera ke arah lain. Chyra merasa penasaran pada laki-laki yang sedang asyik memotret pemandangan dengan senyum mengembang. Chyra terus mendekat untuk melihat lebih jelas. Ia tertegun melihat postur tubuh seseorang yang tak lagi asing baginya.

Saat laki-laki itu menurunkan kamera, Chyra langsung tertegun melihat wajahnya dari samping. Ingin rasanya ia berlari dan menghambur ke pelukannya.

"AERZAM....!" Teriak Chyra memanggil namanya, sang empu melambai melihat sahabatnya yang berlari ke arahnya.

Suara itu tak asing lagi baginya, laki-laki itu langsung menoleh dan mendapati seorang gadis berlari ke arahnya. Mengenakan kebaya tradisional marun dan sinjang yang  sedikit ia angkat agar mendapatkan langkah kaki yang lebih lebar. Rambut Chyra yang tergerai itu tertiup angin membuatnya menjadi lebih cantik.

"Chyra...!" Balas Aerzam menyongsong kedatangan sahabatnya, semakin dekat dan...
Grep! Chyra memeluk Aerzam sangat erat, dan menumpahkan tangisannya. Aerzam tak mengerti, ia hanya membalas pelukan Chyra.

Panji melihat itu semua, bagaimana perasaannya? Tentu saja sakit. Namun, ia sadar diri, dan bisa memaklumi. Mungkin laki-laki itu suaminya yang sedang mencari Chyra sampai kesini. Atau kerabat dekatnya yang tidak sengaja bertemu.

"Chyra? Lo kenapa?" Aerzam menakup wajah Chyra yang merah padam akibat tangisan, sahabatnya itu masih tersengal-sengal dengan tangisannya.

Aerzam kembali menarik Chyra kedalam pelukannya.

"Syukurnya kita ketemu, Aerzam. Gue mau pulang..."

"Lo ngapain di sini? Gue kira lo lagi liburan sama suami lo." Aerzam mengusap kepala Chyra masih dalam pelukannya.

Panji memilih menghindar, daripada nanti ia mengganggu Chyra dengan laki-laki itu.

"Ceritanya panjang, intinya gue nyasar pas di uber-uber..." Chyra melepas pelukannya dan menatap mata Aerzam.

"Di kejar siapa, Ra?"

"Anak buah Om Rudy..."

"Om Rudy?! Dia meninggal, Ra."

"Iya, gue yang bunuh!" Jawabnya cepat, matanya berkaca-kaca, mengingat ia telah melakukan hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Membunuh.
"Dia mau culik gue, sebelum itu terjadi gue bunuh dia duluan. Gue refleks, gue kira dia gak bakal sampe mati." Chyra mendekap mulutnya sendiri menahan tangis yang ingin terisak.

"Nangis aja gapapa, keluarin aja semua emosi lo." Aerzam menarik Chyra agar ia menjadi sandaran bagi sahabatnya itu.

"Gue mau ikut pulang bareng lo, plis anterin gue kembali ke rumah gue. Suami gue pasti sedang khawatir... "

"Of, course..."

***

Chyra bersiap dengan mengenakan pakaian miliknya, dress hitam yang beberapa hari ini ia lepas. Dengan ditemani Aerzam, Chyra dan Panji langsung pulang karena Chyra akan ikut pulang bersama Aerzam.

Nenek Ipah, wanita berumur senja itu tak kuasa untuk tidak menangis saat melepaskan Chyra.

Bu Siti juga memeluk Chyra erat, ia dan nek Ipah memberikan beberapa pesan untuk Chyra. Sedangkan Panji hanya menunduk menyembunyikan tangisannya.

"Terima kasih ya, ibu, nenek, dan si akang yang sudah menjaga Sahabat saya. Saya berjanji, akan mengantarkan Chyra kembali pada keluarganya." Tutur Aerzam pada penghuni rumah sederhana ini.

Semuanya mengangguk, namun Panji enggan mendongkakkan kepala.

Chyra mendekat ke arah Panji, laki-laki itu menyeka air matanya.

"Jangan nangis ya, A. Masak pengajar silat nangis... Ledek Chyra dengan mata berkaca-kaca."

"Aa juga manusia atuh, neng!" Cebiknya kesal, ia sangat malu sebenarnya. Karena terus menghindar dari Chyra.

"Makasih ya, A..." Chyra mulai usil dengan menakup wajah Panji, pipi laki-laki itu memerah. Semakin membuat Chyra gemas.

"N-neng, boleh gak Aa usap perut kamu?" Tanya Panji gugup, laki-laki itu langsung menunduk.

Bu Siti, Nek Ipah dan Aerzam tersebut melihat kepolosan Panji yang bersatu dengan keusilan Chyra.

"Yaudah sini usap..."

Panji tersenyum, lalu tangannya yang gemetar itu mengusap perut Chyra. "Kalo lahir nanti, harus jadi anak yang Sholeh, ibu kamu orangnya nakal. Dibilangin jangan main air malah nyemplung." Ucapnya pada si jabang bayi.

Chyra menyelah senyum meski diiringi oleh air mata. Semoga A Panji bisa bahagia dengan istrinya nanti, dia laki-laki baik, keluarganya juga baik-- batin Chyra

WORTH IT [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن