Gabriel and Ferra's wedding

Start from the beginning
                                    

Tapi sekarang? Bertemu Darren saja tidak pernah. Apalagi teman-temannya yang lain. Benar-benar sudah asing rasanya. Ia juga tidak tau kalau Barra sudah pergi ke Berlin. Jangankan Berlin, Alisha saja tidak tau dimana Barra kuliah. Pria itu hanya bilang di luar negeri saja.

Ia membuka ponselnya. Melihat ulang chattannya dengan Barra. Ah sepertinya ini adalah kebiasaan baru yang ia punya, terlebih kalau malam. Alisha bisa senyum-senyum sendiri melihat chattan itu. Beruntungnya lagi, Alisha sangat suka memotret ataupun merekam kegiatan mereka berdua. Setidaknya rasa rindu itu bisa tersalurkan dengan melihat foto-foto Barra.

Dan Alisha sadar. Yang sulit bukan saat ia mengatakan putus. Tapi apa yang terjadi setelah putus, itulah yang paling menyakitkan. Kadang Alisha masih suka menangis. Oh iya, kabar bahagianya adalah dia dan keluarga sudah pindah kembali ke rumah semula!

Ponselnya berdering, Alisha berhenti melamun. Ia berjalan sambil membawa buku-bukunya, seseorang telah menjemputnya di depan.


🌼🌼🌼

"Yel kenapa warna kuning sih?" Protes Darren.

Gabriel yang sedang menata kardus itu menjawab. "Nyokap gue yang mau"

Tania juga melihat sekitar ruangan yang nantinya akan menjadi tempat melaksanakan akad nikah. "Lo jadi pake baju yang warna apa, Yel?"

"Navy"

Tania menganggukkan kepalanya. Mereka bertiga tidak ikut UTBK karena yang pertama, Darren mengambil swasta, Gabriel daftar mandiri dan Tania? Seperti apa yang sudah kalian tau, ia memantapkan hati untuk tetap di sekolah musik.

Namun ada perubahan tempat sepertinya, Tania akan mengambil di luar negeri selama dua tahun. Dua tahun lagi ia akan ambil di Indonesia, tepatnya di Jakarta Selatan. Tak tega harus meninggalkan papahnya lebih lama. Kalau yang di luar negeri, masih belum tau mau kemana. Ia sedang mencari informasi.

"Lo jadi di Malang, Yel?"

Biel mengangguk. Akhirnya pria itu bisa duduk setelah seharian mengangkut dan menata barang. "Harusnya jadi"

"Kita kepencar semua elah" keluh Darren. Mana yang katanya sama-sama ambil di Jakarta? Mana yang katanya harus satu kampus?

Tania terkekeh. "Salahin tuh sahabat lo, katanya di Jakarta. Tiba-tiba ke Berlin, sampe sekarang belom balik lagi. Survei atau ngapain?"

Ya benar, Barra belum juga kembali. Padahal katanya hanya tiga hari, atau paling lama seminggu. Tapi ini sudah sepuluh hari, tidak ada tanda-tanda akan kembali. Di hubungi juga tidak bisa, aneh. Mengapa orang yang pergi ke negara orang seringkali tidak bisa dihubungi? Terlebih saat awal-awal.

"Lo ngga mau tanya om Alex, Tan?" Tanya Darren. Tania yang paling dekat dengan papah Barra.

"Udah. Papahnya juga bilang gatau masih belum ada info"

"Lah" cibir Darren. "Om Alex ngga takut Barra ilang apa ya? Kayak santai banget"

"Kayaknya ada kenalan bokap Barra sih disana. Mana mungkin dibiarin sendirian?" Ucap Biel. Seratus persen benar.

Itulah sebabnya Alex tak terlalu khawatir. Karena ada beberapa kenalan yang menjaga dan mengantar Barra selama disana. Tapi untuk alasan kenapa Barra belum pulang juga, ia pun tak tau.

Kata anak buahnya, Barra ingin minta waktu lebih lama untuk menjelajahi kota Berlin. Supaya lebih mengenal dan berusaha akrab dengan tempat tinggalnya yang nanti ia akan tempati selama empat tahun kedepan.

Anak buahnya juga bilang kalau Barra tidak mau diantar. Pria itu sering menggunakan bus lokal serta kereta bawah tanah. Pernah waktu itu Barra nyasar, dan baru ia meminta pertolongan untuk menjemputnya.

About Barra 2 [TAMAT]Where stories live. Discover now