40. Sebab Cinta

57 17 8
                                    

Mereka duduk bersisihan. Irene anteng dengan mengayunkan kakinya maju-mundur sementara Yuu seperti biasanya tidak bisa walau hanya diam sejenak. Cowok itu tidak berhenti maju mundur diantara orang-orang. Beberapa kali Yuu menanyakan alasan mengapa mereka berdiam diri di satu tempat yang sama seperti dirinya saat ini. Cowok itu merasa seolah di interupsi, ruang khusus privat baginya dan sang pacar telah dimasuki.

"Ngapain lo disini?"

"Nunggu bus."

"Owh."

"Ngapain lo disini?"

"Sama kayak dia."

"Nunggu bus juga?" Yuu bertanya.

"Nunggu jemputan Mama." Yuu manggut-manggut. Cowok itu menggeser Irene agar berbagi bangku dengan anak kecil.

"Ngapain lo disini? Nunggu bus juga atau nunggu di jemput orang tua?" Yuu terus mengulangi pertanyaannya.

"Saya baru aja diputusin, bang. Saya disini gak tau mau ngapain." Yuu menggeleng prihatin. Tatapan matanya menyusuri setiap jengkal dari cowok didepannya. Seolah sedang menjadi juri, Yuu mulai menilai sendiri.

Jelek, sih. Wajar saja sering disakiti.

"Sabar, yah." Yuu menepuk pelan bahu sang lawan. Memberikan satu bungkus permen karet yang sejak sejam tadi sudah dirinya genggam.

"Abang sendiri ngapain disini? Nunggu bus?"

Yuu menimpali. Cowok itu mengapit Irene diantara lengannya lalu mengusek kepala cewek itu pelan dengan tinjunya. "Gue sih pacaran disini." Ujarnya dengan penuh bangga membuat sang lawan bicara yang baru saja mengalami patah hati dibuat semakin sakit hati. Hatinya yang hancur seolah kian lebur.

Irene disisinya terkikik sendiri. Sedaritadi mendengarkan celotehan Yuu selalu mampu membuat dirinya tidak tahan untuk tidak ngguyu. Pacarnya itu kalau tidak membuat orang emosi pasti membuat orang tertawa sendiri. Tingkah polosnya selalu ada-ada saja. Irene sendiri pun masih belum paham apa yang sebenarnya cowok usia 22 tahun itu pikirkan. Menanyai setiap orang yang dia temui, memangnya dia sedang melakukan survei?

"Yuu, tolong berhenti gangguin orang." Irene di sela-sela tawanya mulai buka suara. Dia tidak tahan.

"Oke sayang."

Yuu lebih memepetkan pantatnya membuat duduk mereka seolah tanpa jarak. Bagian samping tubuh Yuu menempel sepenuhnya pada lengan Irene. Cowok itu sengaja melakukannya, seolah ingin membuktikan kepada orang-orang bahwa mereka adalah pasangan paling serasi di seantero dunia.

Banyak pasang mata tertuju pada mereka. Menganggap bahwa Yuu dan Irene memang serasi walau dilihat dari berbagai sisi. Melihat sang cowok yang begitu bahagia serta bangga memiliki pasangannya membuat banyak orang iri.

"Ayo Irene kita pergi. Hari ini lo gue bonceng aja." Tangan Yuu menarik pelan tangan Irene, membawanya berdiri dan berjalan perlahan.

"Bukannya lo gak bawa motor sejak pagi tadi?" Irene merasa bingung karena sedari pagi Yuu selalu menemaninya kemanapun dengan jalan kaki.

"Eits, kata siapa?" Yuu tersenyum lebar. Menepuk jok belakang guna membuktikan bawa dirinya tidak sedang membual. Tadi pagi memang dirinya memutuskan untuk menemani Irene berjalan, tapi cuaca terik seperti sekarang ini sangat mustahil untuk memungkinkan sang pacar. Yuu tidak akan membiarkan Irene kelelahan karena berjalan kaki. Naik bus juga tidak akan Yuu izinkan, insiden pelecehan beberapa hari lalu sudah cukup membuat Yuu ingin membunuh orang.

Yuu selalu tidak bisa mengontrol emosinya setiap kali Irene yang amat dia sayangi menjadi potensi kejahatan disekelilingnya. Disaat itu pula perasaan ingin melenyapkan setiap orang timbul begitu saja. Tadi pagi cowok itu menelpon salah satu kontak nomer yang ada pada ponsel Irene, menyuruhnya untuk mengantarkan motor kesayangan Yuu pada pemilik sah. Yuu tidak mau tahu, cowok itu bahkan sudah bersiap dengan imbalan seandainya orang itu menolak. Beruntungnya saat ini motornya benar-benar ada di tempat seperti yang telah di intruksikan sebelumnya.

My Beloved Monster (TAMAT)On viuen les histories. Descobreix ara