41. Hero

49 18 4
                                    

Sejak awal mereka dua pribadi yang berlawanan. Pada Yuzuru, jika dirinya terluka, orang-orang tidak pernah mau terang-terangan bertanya bahkan menolongnya. Mereka terlalu takut juga pengecut. Pada Irene, semua orang akan berbondong-bondong menghampirinya, seolah hendak mengangkat beban yang ditanggungkan di dua pundak kecilnya. Sekalipun tidak sedikit pula yang mencibir setelahnya. Apalagi Irene memiliki wajah yang imut, suara yang lembut, sekalipun mulutnya seringkali beracun. Dia tetap dipedulikan. Dihujani dengan banyak perhatian. Kasih sayang yang tidak dirinya dapat dari orang tua bisa dia curi dari orang sekelilingnya.

Yuu mulai berpikir mungkin hidup akan lebih mudah jika dia terlahir sebagai seorang cewek seperti pacarnya. Tentu saja yang cantik, seksi, putih, tidak cebol seperti Irene.

Yuu memukul kepalanya sendiri, menyalahkan dirinya yang mulai body shaming walau itu terhadap pacarnya sendiri. Padahal dalam hatinya, sekalipun Irene yang pertama menemukannya dulu bertumbuh pendek, hitam, berambut keriting, dan suaranya seperti kodok. Yuu tetap akan menginginkannya. Dibuat jatuh cinta terhadapnya.

Sorot mata Yuu meredup melihat Irene saat kondisinya yang sekarang ini.

Yuu mendengus pelan. Cowok itu hendak mendekat namun urung dia lakukan. Irene yang hanya duduk mematung, berusaha menimpali sopan setiap pertanyaan yang dilemparkan oleh orang yang dia bahkan lupa siapa. Teman sekelas atau kakak tingkat, Irene tidak terlalu ingat. Suara mereka terlalu samar dalam ingatan. Mereka tidak berhenti, menghujami si cewek kutu buku dengan puluhan pertanyaan awalan 'kenapa'.

Yuu hendak menyingkirkan mereka semua. Tapi cowok itu takut jika kehadirannya membuat Irene kembali dijauhi. Lambat laun Yuu menjadi sosok yang lembek dan mau mengalah asalkan itu demi Irene. Dia bersyukur Irene perlahan mendapatkan teman. Kehadirannya disana hanya akan membuat orang-orang itu kembali menatap Irene dengan tatapan asing.

"Lo gak kesana?" Raisa yang tidak sengaja melihat Yuu diambang pintu dibuat tertarik. Dia memutuskan mendekat walau hatinya lebih menyarankan menjauh.

"Gak." Yuu menjawab ketus. Cowok itu memasukkan satu pilus ke dalam mulutnya. Dia ambil lagi satu butir untuk dia serahkan ke lawan bicara, membuat Raisa hanya tercenung dan ragu-ragu menerimanya. Mengikuti hal serupa memasukkan makanan bulat kecil warna putih ke dalam mulutnya.

"Lo gak takut dia di gangguin lagi?"

"Gak." Yuu kali ini mengupil. Mengelapkan kotoran yang menempel di jari pada tembok disisi. Raisa kali ini menutup mulutnya, mual.

"Lo terima aja Irene didekati banyak orang kayak gitu?" Raisa tidak menyerah. Entah apa yang membuatnya sampai seberani ini mempertahankan topik walau tahu jawaban Yuu hanya sebatas kata-

"Gak."

Sesuai tebakan.

"Bisa lo jawab selain gak?"

Yuu menoleh. Cowok itu menegakkan badannya yang membungkuk, sedaritadi mengintip sang pacar tanpa berani mendekat. Tubuh jangkungnya menjulang tinggi. Raisa menelan salivanya sendiri, tidak menyangka sekalipun dia tinggi masih tidak bisa menandingi sang pentolan kampus.

"Gak." Yuu menyerahkan sebungkus pilus lalu berlalu. Baru dapat lima langkah Yuu berbalik lagi, cowok itu mengambil paksa makanan ringan yang semula sudah dia berikan kepada Raisa. Membawanya segenggam lalu memberikan lagi sisanya. Cowok itu berkata, "Kalau gak abis jangan dibuang. Kasih gue lagi aja soalnya gue doyan."

Dia berlalu lagi. Berjalan tergesa sambil sesekali mendongak -mangap- lalu menjatuhkan beberapa butir untuk dirinya kunyah.

Raisa yang masih di depan pintu dibuat tidak paham. Dia bergumam "Gak jadi gue suka. Ganteng, sih tapi gimana gitu." Raisa meletakkan pilusnya di lantai lalu ikut berlalu.

My Beloved Monster (TAMAT)Where stories live. Discover now