17. Guardian and Monster

160 30 1
                                    


"Jadi-" Irene mendelik kesal, menatap Yuu geram. "ngapain kita malah disini?" mereka kembali ke aktivitas kampusnya seperti biasa. Seharusnya pagi ini jadwalnya filsafat tapi cowok itu malah menyeret Irene agar ikut dengannya.

Mereka ada di tempat yang tidak Irene kenali. Bising suara di sekelilingnya begitu mengganggu. Sedikit banyak dia sudah bisa menebak kemana cowok sinting itu membawanya. Mereka berada di salah satu pusat karaoke terbesar dikotanya.

"Buat lo bolos itu hal yang biasa Yuu, tapi gue gak bisa disamain kayak lo. Nilai gue bakalan bener-bener ancur seandainya gue terus-terusan nurutin lo."

Yuu menguap tidak peduli. Cowok itu daripada mendengarkan celotehan protes cewek yang notebene-nya adalah peliharaannya, dia lebih memilih tidur siang. Kaki panjang itu dia selonjorkan keatas meja. Mereka berada di ruangan khusus yang lebih dulu telah Yuu pesan. Hanya ada mereka berdua.

Yuu mengeluarkan rokok. Mengambilnya sebatang, lalu tanpa merasa bersalah disesapnya sedikit demi sedikit. Kepulan asap tanpa sadar membuat dada Irene kembali sesak. Dia kesulitan bernapas.

Sadar dengan hal tersebut Yuu buru-buru mematikan rokoknya. Cowok itu sedikit merasa bersalah. Kali ini dia memilih mengambil satu kaleng minuman beralkohol, lalu meneguknya rakus.

Irene yang mengamati tepat didepannya mendengus sebal. Sikap Yuu selalu menjengkelkan. Merasa tidak ada gunanya dia tetap berada disana, Irene berlari ke ambang pintu. Membanting pintu tapi Yuu lebih dulu melompat dan menutup kembali sebelum cewek itu benar-benar lari -pergi.

"Gue mau pergi." Irene setengah berteriak.

"Kalo gue butuh minum, gue laper, pengen ini-itu, siapa yang bakal ambilin, hah?" Yuu balas melotot. Cowok itu tidak terima titah mutlaknya tidak diindahkan sama sekali. Sebagai seorang peliharaan, Irene itu luar biasa kurang ajar. Dia terlalu sering membantah perintah majikannya.

"Lo kan punya tangan-kaki yang utuh. Ngapain harus gue?" Irene semakin bersemangat membantah. Cewek itu tanpa sadar berjinjit hendak memelototi Yuu lebih dalam. Menembus manik arang yang tidak mampu di tatapnya lebih dari 10 detik itu.

"Gak. Gak. Gak. Buruan lo balik kesini."

"Tap- eh, eh, Yuu lepasin." Baru saja memiliki niatan kabur tapi lagi-lagi kesempatannya dimusnahkan oleh orang semenyebalkan Yuu. Irene susah payah berjalan menyusul Yuu saat rambut kuncir kudanya ditarik paksa mengikuti arahan sang Tuan.

Setelah melepaskan cengkeramannya di rambut Irene. Yuu kembali melimbungkan dirinya dibantalan empuk sofa yang disediakan para pegawai disana. Cowok itu untuk beberapa saat terlihat linglung.

"Puss... Puss... Ayo sini jilat tangan gue!" Irene kian menggeram -bersiap menggigit saat cowok itu mengulurkan tangan.

Dia benar-benar diperlakukan selayaknya bukan manusia.

"Yaudah kalo gak mau sini duduk samping gue biar gue bebas elus-elus lo." Yuu menarik kembali tangannya. Gantian cowok itu melepas jaket kulit yang sejak sampai tadi masih bertengger apik di kedua bahu tegapnya.

Yuu melihat sofa disisinya. Cowok itu menepuk-nepuk lama -mengisyaratkan kepada cewek yang masih mematung didepannya agar duduk disana. Irene ragu-ragu menurut. Dia duduk saja saat cowok itu menarik tangannya.

"Lama amat tinggal duduk doang."

Irene tidak protes saat cowok itu bersungguh-sungguh mengelus kepalanya. Memainkan rambut-rambut Irene. Perasaan hangat yang tersalur dari jemari kuat cowok itu untuk sesaat membuat Irene terbius. Dia tanpa sadar terpejam untuk lebih merasakan elusan di puncak kepala.

Yuu selalu seperti ini. Membuat Irene tidak pernah bisa mengerti.

Semakin mengenal cowok itu, semakin sering mereka berinteraksi, membuat Yuu akan kian sulit untuk bisa Irene pahami. Seperti labirin yang memiliki banyak pintu, yang setiap kali pintunya dibuka akan menampilkan sosoknya yang tidak pernah sama.

"Irene, langit cerah kalo lo senyum begini."

Yuu sama sekali tidak sadar, bahwa apa yang baru saja diucapkannya terdengar seperti gombalan alay para cowok yang merayu ceweknya. Irene tidak menggubris membuat Yuu gemas lalu mencubit pipinya.

Cewek itu meringis. Dia bangkit, melotot lagi, lalu balas mencubit pipi Yuu.

"Lo apa-apaan, sih?" Yuu murka saat cewek itu tiba-tiba menyerangnya membabi buta.

"Lo yang apa-apaan. Sakit, tau." Irene tidak mengalah saat cowok itu kian antusias mencubit dan sesekali menjambak, membuat Irene melakukan hal serupa. 

Di dalam ruangan yang terbilang cukup sempit. Dengan iring-iringan Mozart dan Beethoven yang diputar secara bergantian. Kontradiksi karena bukannya hal romantis yang mereka berdua lakukan, malah terjadi tawuran antar pasangan.

Keduanya tidak ada yang mengalah sekalipun pipi mereka nyaris mengembung karena lebam. Tidak ada yang menahan tenaganya. Dan, tidak ada pula yang menyadari kamera cctv dari kantor pengawasan pusat menampilkan dua sosok dengan penampilan berlawanan terlibat aksi yang cukup unik.

Ini biasa terjadi. Dimanapun mereka berada. Sosok majikan dan peliharaan itu mustahil untuk di akrabkan.

"Yuu sah-kit." manik cokelat terang itu berkilau. Sedikit banyak mulai berlinang air mata.

Yuu tidak tega. Cowok itu pelan-pelan melepaskan cubitannya, gantian jemari itu mengusap pipi Irene yang memerah akibat dirinya. Yuu mendekat, cowok itu mengecup lalu menggigit dengan bibir kedua pipi Irene secara bergantian.

"Sorry."

Irene gelagapan. Bingung hendak menjawab apa. Kenapa cowok menyebalkan itu yang selalu membuat Irene salah tingkah dan tersipu malu begini?

Yuu sadar cewek itu menahan malu. Tanpa ragu tangan Yuu menekan kepala Irene agar bersandar pada dadanya. Menenggelamkan wajah merah padam itu. Membuat Yuu sekali lagi tesenyum puas penuh kemenangan.

Irene yang dalam posisi berbaring tepat diatas Yuu dengan kepala yang menubruk dadanya, dan kedua tangan kecil yang mencengkeram kerah baju Yuu. Sebenarnya kalau hanya berdasarkan pengawasan kamera cctv, perbuatan mereka sudah bisa dilaporkan kedalam tindak perbuatan yang tidak senonoh. Tapi tentu saja para pegawai enggan melakukan, mengingat cowok itu yang sudah membayar ditambah dengan beberapa lembar ratusan ribu sebagai tip.

Itung-itung special service untuk pelanggan tetap.

Yuu mengulas senyuman tulus. Tangannya masih menepuk-nepuk kepala belakang Irene agar sekali lagi bisa menenangkan cewek tipe tsundere itu. Yuu bahagia karena dia bersama dengan gadis ini.

Disaat orang-orang yang dia pedulikan melewatkannya begitu saja, menganggapnya seolah tidak ada. Bahkan Papa yang tidak mengizinkan Yuu selesai bicara.

Irene datang. Cewek itu ada tanpa pernah sekalipun memungkiri eksistensinya. Menganggap keberadaannya nyata.

Disaat semua orang selalu kejam mengabaikannya.

Saat tidak ada yang benar-benar mau melihat sosok terlukanya.

Irene ada dan berkata bahwa dia akan mendengarkan segala keluh kesah Yuu, sekalipun ditolak dan disakiti oleh si empu. Dia satu-satunya yang tidak pernah menyerah sekalipun terluka dan nyaris dibunuh oleh kedua tangan orang yang ingin diselamatkannya.

Irene itu -malaikatnya.

Dia -Dewi Hestianya.

Dan, Irene juga bersyukur karena meski sikap Yuu yang seringkali tidak bisa dia maklumi. Tapi cowok itu berkali-kali datang saat dia memerlukan pertolongan. Yuu yang sekarang tidak semengerikan saat pertama kali mereka berjumpa.

Dia itu -selalu bisa menjadi sosok pelindungnya.

My Beloved Monster (TAMAT)Where stories live. Discover now