20. Malaikat dan Monster

161 31 8
                                    

Kelopak mata Irene terkulai. Cewek yang sedari tadi duduk termenung sendirian semakin menunduk dan diam.

Hatinya luar biasa gelisah. Begitu pula kepalanya yang mendadak berdenyut seolah sedang dihantam beban berat.

Cewek itu masih tidak habis pikir bagaimana bisa tengah malam ada seorang bayi didepan rumahnya. Pasti ada yang dengan sengaja menaruhnya, begitulah setidaknya fakta yang dia percayai saat ini.

Irene menatap lurus kedepan. Meskipun perempuan, tapi insting keibuan-nya sama sekali belum tumbuh. Daripada cekatan dan kasihan, cewek itu justru dibuat kian dilema. Dia terbiasa hidup sendirian sejak lama. Hadirnya sosok merepotkan seperti Yuu sudah cukup membuatnya mendengus lesu setiap kali sadar, sekarang ditambah sosok kecil mungil yang -jujur saja menurutnya imut dan menggemaskan.

"Irene, ini digimanain?" Irene gelagapan saat Yuu yang sedaritadi mencoba menghentikan tangisannya dibuat tidak tahan.

Irene maju. Dia sendiri sebenarnya bingung harus berbuat apa. Tapi karena merasa terlalu jahat jika harus membiarkan sosok tidak berdosa itu terus menangis didepan rumahnya, akhirnya dia memutuskan untuk membawa masuk. Yuu sedaritadi pun tidak terlihat seperti biasanya. Orang dengan suara lantang setiap kali berucap kali ini terlihat gembira, dia tidak hentinya melompat kesana-kemari, melakukan tarian aneh, juga bersenandung ngawur demi menghentikan tangisan bayi tersebut.

"Apa kita cari aja orang tuanya disekitar sini? Pasti mereka belum jauh juga." Ah, benar. Mengingat betapa derasnya hujan diluar, orang tua bayi kurang ajar itu pasti masih berada disekitar kompleks ini.

"Buat apa? Gue gak mau balikin Reiyuu."

Irene cengo. Cewek itu menunjukkan ekspresi rumit.

"Reiyuu?" Ulangnya sekali lagi.

Yuu cengengesan sambil sesekali bertepuk tangan dan bersiul. "Yoi. Kepanjangan dari iREne dan YUU. Gue juga udah cek bayi ini punya burung sama kayak gue."

"Jangan asal namain anak orang." Jawaban Yuu yang mengada-ada semakin membuat Irene tidak habis pikir. Kenapa bisa cowok itu sesantai ini?

Ini bayi manusia loh! Bukan bayi kucing yang tiap dibuang lahir seribu.

"GUE GAK MAU TAU. NAMANYA REIYUU." Suara Yuu yang begitu keras tanpa sengaja membuat tangis sosok kecil yang terbaring di kasur meraung semakin tidak terkendali.

"Gak! Emang mau pas gedenya di-bully 'Bapak kau wibu' gara-gara namanya aneh. Cukup lo aja, dia jangan."

Tidak ada yang mau mengalah. Tidak ada pula yang berhak disalahkan disini. Sekalipun usia mereka sudah dicukupkan apabila ingin memiliki seorang momongan, tapi akibat sifat mereka yang terbilang labil, tidak jauh lebih baik dari anak ABG kebanyakan. Pada akhirnya mereka kesulitan walau untuk meredakan masalah sepele semacam ini.

Baik Yuu dan Irene sama kukuhnya. Tidak satupun dari mereka yang mau mengalah membuat tangisan bayi seolah lebih keras daripada guntur yang bersautan.

Irene menepis tangan Yuu kasar. Menyuruhnya menyingkir dan gantian kedua tangannya yang terulur meraba sosok renta itu. Badannya setengah basah. Pantas saja dia tidak mau berhenti. Mungkin bayi itu kedinginan juga kelaparan.

Ah, sial.

Irene ingat dia tidak memiliki perlengkapan bayi apapun dalam rumahnya. Cewek itu mengobrak-abrik seluruh lemari. Mencari setidaknya kain hangat dan cukup bersih untuk membalut tubuh bayi itu. Setidaknya untuk sementara, besok akan dia serahkan saja kepada pihak yang berwajib.

"Irene?" Yuu memanggil.

"Hm?"

"Kayaknya dia laper." Ah, benar juga. Tapi apa yang bisa mereka berikan. Yang ada di rumahnya saat ini hanyalah se-dus mie instan.

My Beloved Monster (TAMAT)Where stories live. Discover now