50. Penolakan Untuk Pergi

53 15 1
                                    

Irene diambang pintu tidak mampu berkata-kata. Manik cokelat itu kian berkaca-kaca. Irene menoleh, mencari-cari keberadaan cowok jangkung yang tetap santai sekalipun Ibu Irene pulang dengan banyak memar di tubuhnya.

Yuu yang memberitahu perihal kondisi terkini Ibunya.

Irene berlari. Cewek itu terjatuh lagi. Buru-buru dia memerintahkan Yuu mengambil peralatan P3K. Irene hati-hati mengganti pakaian sang Ibu setelah menyuruh Yuu untuk pergi meninggalkan mereka berdua. Cewek itu tetap ingin berguna sekalipun tidak dapat melihat untuk saat ini.

Tubuh wanita paruh baya yang tetap cantik dan terawat walau diusianya, tidak jauh lebih baik dengan terakhir kali Yuu melampiaskan kekesalannya pada anak semata wayangnya. Adelia memiliki banyak lebam kebiruan di pundak bagian kiri, lengan, juga pipinya.

"Ibu kenapa bisa sampai begini?" Tangannya terulur meraba hati-hati pipi yang terasa sedikit bengkak itu.

"Ibu gapapa." Dia dibohongi lagi. Adelia tidak pernah sekalipun membicarakan masalahnya dengan Irene. Sekalipun Irene mendesak wanita itu, Adelia selalu menolak dengan mempersingkat percakapan dan melenggang pergi.

Padahal hanya mereka berdua yang tersisa. Tapi hubungan diantara keduanya bahkan seolah terasa transparan. Irene merasa ikatan yang orang-orang sebut sebagai keluarga, tidak sekalipun Irene rasakan.

"Pasti laki-laki itu." Irene mengepalkan kedua tangannya kuat. Mempertontonkan otot-otot halus yang mencuat keluar permukaan karena terlalu serius mengepal. Irene melanjutkan, "pasti laki-laki itu yang udah nyakitin Ibu sampai kayak gini."

Rangga dahulu sekalipun tidak mencintai Adelia, tidak pernah sekalipun melakukan kekerasan fisik seperti sekarang. Meski seringkali dibuat sakit hati karena membina cinta lain diluar pernikahan mereka, Ayahnya tetap sesekali terlihat mesra dengan Adelia. Almarhum Ayahnya beberapa kali masih berkata manis dan memanjakan Ibunya.

Lantas, siapa laki-laki asing itu yang bahkan berani melukai fisik juga batin sang Ibu?

Pria kurang ajar sepertinya. Irene harap cewek itu bisa mengutus Yuu agar datang secara langsung merajam tepat di depan matanya. Bahkan jika hal itu diperlukan, Irene akan mendesak agar laki-laki kurang ajar itu melakukan seppuku.

Irene mulai lupa diri. Ketika orang-orang yang dia pedulikan disekitarnya mulai disakiti, Irene sesekali bisa hilang kendali. Menggunakan Yuu sebagai pion pembalasan dendam yang tidak mampu cewek itu lakukan dengan tangannya sendiri. Yuu sama sekali tidak keberatan. Cowok itu justru senang saat pacarnya tidak melulu berdiam diri bahkan saat dirinya dilukai.

Irene dan Yuu, pada akhirnya mereka memang saling menerima, mengandalkan satu sama lain.

"Kamu gak perlu ikut campur urusan Ibu. Kamu gak tahu apapun." Adelia terbata. Bahkan sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah.

"Itu karena Ibu gak pernah sekalipun cerita." Suara Irene meninggi. Cewek itu naik pitam, sudah bosan selalu menahan diri seolah tak peduli. Padahal setiap orang yang dia sayangi terluka, Irene yang pertama kali merasakannya, melihat raut berbeda mereka membuat hatinya seolah ikut dicabik paksa. "Padahal kita anak dan ibu. Tapi Ibu gak pernah nganggep aku anak Ibu."

Adelia membuang muka. Wanita itu menahan isak tangis agar tidak sampai di dengar.

Yuu mengintip dari balik pintu. Cowok itu hendak langsung nyelonong seperti biasanya tapi ragu jika Irene justru membunuhnya. Yuu mengetuk pintu, mengucapkan permisi lalu berjalan santai meletakkan dua gelas teh hijau di meja tidak jauh dari Adelia dan Irene.

Maksud cowok itu baik. Agar suasananya tidak melulu berat, mereka berdua perlu minum dan cemilan. Setidaknya begitu pendapat Yuu.

Yuu tersenyum lebar. Cowok itu bahkan menyuguhkan donat sisa kemarin yang dia simpan di kulkas. Yuu membuka bungkus keripik singkong lainnya dan mengambilnya beberapa untuk dia santap sendiri. Cowok itu berkata, "Silahkan dinikmati nona-nona."

My Beloved Monster (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang