54. Bahagia Dan Luka

35 11 0
                                    

Sesekali cinta dan perhatiannya membuat Irene kesal karena tak masuk akal. Yuu tipikal posesif yang selalu suka mengatur, selalu ingin tahu dan ikut campur tentang semua urusan orang yang dia pedulikan. Dia juga pencemburu buta, dia sering marah dan mengomel ketika tahu Irene bicara terlalu lama dengan cowok lain. Tidak peduli secara langsung atau hanya melalui teks ponselnya. Yuu bahkan cemburu dengan tukang galon yang bertanya alamat kepada pacarnya.

Irene menunggu. Meracik emosi suka juga duka disaat bersamaan. Matanya berair bahkan saat perbannya masih menempel disana. Tubuhnya bergetar hebat. Pundaknya sesekali seolah akan jatuh. Yuu tidak ada disisinya, cowok itu pergi entah kemana.

Satu hal yang pasti, meski Yuu orang yang tak acuh dengan sekeliling. Namun jika hal itu masih bersangkutan dengan sang pacar, Yuu sudah pasti dibuat murka luar biasa.

"Kamu siap?" Dokter bertanya. Irene susah payah mengangguk. Sesekali menggeleng juga. Dia dilema dengan keputusan yang bisa saja membuatnya terluka dimasa mendatang.

Irene menunduk dalam. Menggigit bibir bagian dalamnya kuat-kuat, sebisa mungkin meredam isak tangis agar tidak sampai keluar.

Awalnya, rasa gelisah dan serangan panik saat melihat cahaya. Tapi sekarang kegelapan yang melimpah seolah lebih baik daripada yang akan dirinya dapatkan setelah ini.

Dokter dan perawat pelan-pelan membuka perban. Melonggarkannya perlahan hingga melepaskan dengan cara memutar. Irene sebagai objek hanya bisa diam, merasakan tiap rangsangan yang semula kebas sekarang kembali normal. Ada rasa ngilu yang sedikit menjalar. Tidak. Hatinya jauh lebih linu.

"Yuu."

Dokter mengambil tisu untuk mengusap banyak air mata yang keluar. Awalnya mereka mengira ini hal yang wajar, para dokter itu tidak tahu. Air bening yang keluar bukanlah karena mata barunya, itu murni air mata.

"Ibu." Irene menutup rapat matanya. Enggan membuka walau sudah dituntun oleh para dokter.

Operasinya berhasil. Kemungkinan Irene bisa melihat adalah 90%. Tapi hal ini sama sekali tidak membuat Irene bahagia. Fakta bahwa dia terselamatkan berkat dua bola mata milik Adelia, membuat hatinya teriris kian terluka.

***

Di luar rumah sakit, hujan deras yang tidak berhenti dari pagi seolah membuat langit yang muak merasa perlu mengamuk. Kilatan petir yang menyambar saling bersautan ditambah keras guntur yang terdengar seolah menjadi pertanda bahwa angkasa tidak suka.

Setiap mengingat pernyataan dokter dan melihat Irene menangis membuat Yuu tidak bisa hanya pasrah. Berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Berita mengejutkan bahwa donor yang diterima sang pacar tidak lain dan tidak bukan berasal dari Adelia.

Yuu meremat dadanya sendiri. Merasa ikut sakit walau tidak langsung terlibat hubungan darah. Melihat ekspresi menyedihkan Irene membuat hatinya ngilu seoleh diiris sembilu.

Kenapa Adelia melakukan hal itu?

Hal lainnya yang tidak kalah mengejutkan adalah, dokter yang menangani operasi Irene mengatakan pendonor adalah ibunya sendiri. Para medis setuju karena sang pendonor sendiri sudah tidak bernyawa.

Adelia meninggal.

Mata indah yang dirinya miliki, secara sukarela dia berikan pada sang buah hati sebagai wasiat terakhir.

Adelia sadar diri. Dia bukanlah ibu yang baik. Membiarkan Irene besar seorang diri. Sekalipun kehidupan finansial Irene selalu Adelia penuhi, tapi tidak sedikitpun waktu juga cinta dia berikan cukup untuk putrinya. Adelia terlalu malu, setiap menatap Irene dari kejauhan, perasaan ingin memeluk selalu muncul. Adelia berharap bisa akrab dengan satu-satunya keluarga yang tersisa. Hanya saja, setiap kali dia mendekat, hanya kebisuan yang tercipta. Hal ini justru membuat egonya terluka.

My Beloved Monster (TAMAT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt