26. Diambang Batas Kegilaan

125 31 5
                                    

Suasana hati Yuu sangat buruk. Sejak tadi dia sendirian. Berjalan kesana kemari tidak ditemani Irene. Ini kejadian yang langka. Menjadi kesempatan tersendiri bagi cewek-cewek jomblo yang sudah lama kesemsem dengan pesona bad boy-nya agar datang mengerubungi-nya.

Irene sendiri lebih memutuskan tidak ambil pusing. Cewek itu seperti biasa, bila suntuk hanya akan berdiam diri di perpustakaan saja. Beda dengan pacarnya yang super nganggur malah tiduran diatas pagar.

Jauh disudut kelas ada mata bersinar yang mengawasi. Begitu terang dan berbinar. Manik terang warna cokelat serupa milik Irene yang menatap antusias Yuu yang terlihat berwajah muram.

Mireya tidak bisa menyembunyikan raut bahagianya agar tidak terlukis jelas. Cewek yang berada di jurusan sama dengan Yuu dan Irene hanya berjarak dua kelas ke utara. Mungkin pada akhirnya setelah sekembalinya dia dari Aussie, Mireya tidak bisa sekelas dengan cowok itu. Tapi itu bukanlah halangan baginya untuk tetap mendapatkan atensi Yuu.

Beberapa mata cowok dikelasnya terfokus pada visual dirinya yang nyaris tanpa cela. Bagai model dengan kedua kaki ramping dan leher jenjang. Mireya tidak hanya memilki kulit seputih susu tapi rambut cokelat ikalnya juga terlihat bersinar. Dia gambaran protagonis sempurna seandainya kehidupan Yuu dan Irene berada dalam kisah novel, saja.

Berbeda dengan mata antusias cowok-cowok dikelasnya. Netra para cewek justru tersirat nyalang permusuhan, sarat penuh kebencian. Kehadirannya yang tiba-tiba dipertengahan semester seolah jadi hama musiman di ladang padi hijau yang sudah mulai menguning siap panen. Eksistensinya dianggap sebagai gangguan. Dia mulai tidak disukai, tapi tidak secara terang-terangan mengingat marga Fleur adalah salah satu penyuntik dana bulanan terbesar untuk kampus mereka.

Cantik dan kaya. Tidak ada yang bisa mengelak untuk tidak iri pada sosoknya.

"Y- Yuu! Apa-apaan, sih?" Irene terjingkat dibawa ala bridal style sambil berlari. Cowok itu manusia atau jelmaan siluman?

Yuu tidak menjawab. Mimik mukanya begitu serius. Tidak sedikitpun sunggingan terlihat. Kenapa cowok itu semarah ini? Irene juga tidak tahu alasannya.

Apa mungkin cowok juga memiliki periode menyiksa tiap bulan dengan caranya sendiri?

Mereka tiba di rooftop. Tidak ada satu orang pun disana. Irene masih tidak habis pikir seberapa besar tenaga yang dimiliki oleh cowok itu. Membawanya berlari seperti tadi, Yuu tidak sedikitpun terlihat kelelahan. Bulu kuduk cewek itu mulai berdiri. Mengingat tingkat kesadisan Yuu akan meningkat beberapa persen setiap kali suasana hatinya memburuk.

Dia pasti lagi-lagi dipaksa melakukan sesuatu yang dinilai menghibur cowok itu.

"Muter sambil gonggong didepan gue!"

"Hah?" Yuu mencebik kesal.

"Turutin yang gue minta sekarang."

"Gue gak mau. Lagian disini panas, gue gak tahan panas." Irene hendak berlalu. Tapi belum sampai mengambil langkah kedua, pergelangan tangannya sudah di tahan. Dia ditarik paksa mundur hingga punggungnya menabrak dada bidang cowok itu.

Irene mengaduh beberapa saat. Ingin mengumpat tapi urung dia lakukan.

"Mau kemana?" Cowok itu tetap tidak melunakkan visual keras wajah tampannya.

"Balik ke perpustakaan, Yuu. Disini panas." Itu memang benar. Panas hari ini luar biasa terik, apalagi di jam-jam tengah hari begini. Normalnya orang tidak akan datang ke rooftop kecuali ingin mengadu ketahanan fisiknya sendiri.

"Gue gak pernah merintahin lo buat pergi." Nada bicaranya datar. Irene menelan ludahnya susah payah. Kepalanya sudah pening seolah berputar-putar. Jika lebih lama disini cewek itu bisa tumbang.

My Beloved Monster (TAMAT)Where stories live. Discover now