8. Dia Milikku Pribadi

349 43 1
                                    


"Gue laper." Irene tidak peduli. Padahal seharian kemarin Yuu menginap dirumahnya. Cowok itu benar-benar tidak sedikitpun merasa sungkan. Dan Irene yang harus selalu membersihkan setiap kekacauan yang dibuat cowok itu. "kenapa lo gak lepas baju aja biar bisa gue lahap?"

"Berisik." Yuu mendengus saat mendapat protes dari Irene. Cowok itu balik menghadap arah sebaliknya.

Irene menyelesaikan jurnal keuangan yang diminta Pak Subroto. Sekarang dia hanya harus menyerahkannya langsung terhadap orangnya. Tapi, karena beliau sedang berada di kampus lain, terpaksa Irene harus pergi kesana dan menyerahkannya langsung. Sebenarnya cewek itu tidak ingin merepotkan diri mengingat betapa pentingnya jurnal tersebut, dia tidak bisa begitu saja asal meninggalkannya di ruangannya.

"I-re-ne." Irene memekik kaget saat Yuu tiba-tiha sudah ada dibelakangnya. Memanggil namanya seduktif- mengagetkannya.

Sedikit saja Irene kehilangan fokus, maka pertahanannya akan runtuh seketika. Yuu tidak akan membiarkan Irene merasa tenang.

"Jangan deket-deket gue." cewek itu berjalan tergesa.

"Mau kemana?"

"Gue mau ke akademi sebelah. Nganter jurnal Pak Subroto." cewek itu berjalan semakin cepat. Terburu-buru, berharap agar Yuu tidak akan menyusulnya.

"Akademi sebelah." tanpa Irene ketahui Yuu berwajah masam. Cowok itu tanpa sadar mengepal kuat, menggertakkan giginya lalu menendang angin disekitarnya. "sialan."

***

Irene bergeming didepan gerbang masuk Akademi yang dimaksudkan. Cewek itu menelan ludah susah payah. Melihat ke sembarang arah dan dia baru sadar kalau di Akademi ini tidak ada satupun cewek yang terlihat. Ini akademi khusus untuk para kaum adam. Sebuah mimpi buruk baru bagi Irene.

Irene menoleh kebelakang. Cewek itu sejenak menghembuskan napas kasar saat tahu Yuu tidak mengejarnya. Ada perasaan takut berlebihan jika harus pergi kedalam sana sendirian. Tapi, meski bagaimanapun bersama Yuu jauh lebih mengerikan.

"Yosh. Tinggal jalan lurus, sampe." Irene memantapkan niat. Dia mulai berjalan saat beberapa mahasiswa menyapanya usil. Padahal mereka tidak saling mengenal.

Irene terus berjalan lurus. Tahu betul dimana ruangan yang harus dia tuju. Untuk sejenak cewek itu harus menulikan pendengarannya. Beberapa siulan menggoda dia dapatkan. Lambaian tangan yang terasa mengganggu juga tidak cukup sekali dia terima. Cewek itu hanya tetap berjalan tanpa berniat menyahuti. Bahkan, tersenyum saja dia sudah jijik duluan.

Mereka, cowok itu seperti serangga. Mereka sama-sama menjijikkan.

Irene sampai di tangga. Kalau tidak salah ruangan yang dia tuju ada diatas sana. Cewek itu lagi-lagi menoleh kekanan-kiri -memastikan bahwa dia aman walau sendirian. Tentu saja batinnya terus berteriak ingin segera keluar dari sini.

"Permisi, pak." Irene sampai didepan pintu. Orang yang ingin dia temui berdiri tidak jauh dari lemari. Sesaat Irene menghela napas lega. Ini tugas yang mudah.

"Makasih kamu sampai repot-repot kesini."

"Saya permisi." Irene sangat jarang berbicara. Setelah dirasa tugasnya selesai, cewek itu berbalik setelah membungkuk sopan. Sudah tidak ada hal yang perlu dibicarakan.

Gasp!

Irene terhenyak. Sesaat sebelum dia melangkah lebih jauh, ada sesuatu yang menarik kerah bajunya kebelakang. Irene terhuyung saat dihempaskan ke lantai dengan punggung yang menabrak loker besi. Dalam hati cewek itu kembali mengumpat 'apes'.

Susah payah cewek itu mendongak. Hendak melihat siapa makhluk hina yang berani memperlakukannya kurang ajar seperti monster sebelah yang lupa dia bawa. Memangnya, apa semua cowok didunia melakukan hal seperti ini setiap bertemu dengan lawan jenis?

My Beloved Monster (TAMAT)Where stories live. Discover now