5. Berkunjung

334 49 1
                                    


"Apa yang harus kulakukan." Irene tetap bergeming di depan cermin. Melihat pantulan dirinya yang tampak semakin buruk akhir-akhir ini. Matanya sembab, rambutnya terlihat sedikit awut-awutan.

Cewek itu memegang buku. Membalik satu demi satu lembarannya, tapi fokusnya tidak berada disana. Akhir-akhir ini hidupnya kacau. Semua mendadak tidak seperti rencananya. Bahkan belajarnya pun terganggu.

Apa yang sebenarnya terjadi?

"Kayaknya gue butuh liburan. Enggak, deh." sepintas terbesit keinginan untuk sebentar keluar dan pergi jalan-jalan. Tapi itu terlalu membuang waktu. Lagipula quiz matematika tinggal menghitung hari. Dia harus konsisten pada jadwal belajarnya.

Karena kesal dengan dirinya sendiri, Irene mengacak rambutnya frustasi. Dia benar-benar bingung dengan dirinya sendiri saat ini. Padahal sebelumnya yang seperti ini tidak pernah terjadi. Irene bangkit, berjalan menuju kamar mandi. Sepertinya berendam untuk saat-saat seperti ini bisa sedikit meringankan bebannya.

Dingin. Suhu airnya bahkan serasa menusuk seluruh tulangnya.

"Sejak kapan?" Irene bergumam pada dirinya sendiri.

Menenggelamkan sampai setengah wajahnya. Cewek itu memejamkan mata. Semuanya baik-baik saja sebelumnya. Kehidupannya normal sebelum sosok yang tidak pernah dia perkirakan sebelumnya muncul begitu saja dalam hidupnya. Memporak-porandakannya.

Yuu, yah?

Irene terengah. Tidak sengaja dia membiarkan air masuk kedalam mulut serta hidungnya. Sesak. Dadanya seolah menyempit. Perasaan aneh ini benar-benar mengganggunya. Dan disaat yang sama, Irene tidak bisa menyingkirkannya. Merepotkan.

"Tiket nonton. Sejak kapan ada disini?"

***

Malam hari pukul 19.00. Tampak seorang cewek menatap dari kejauhan sebuah bangunan didepannya. Mendongak untuk memastikan alamat yang dia tuju benar. Ada perasaan berdebar yang terus ada dalam dirinya sepeninggal dari rumah.

Irene melangkah. Beberapa kali dia mengetuk pintu berwarna cokelat didepan, tapi tetap tidak ada sahutan. Kalau Irene kembali lancang membukanya seperti saat pertama kali dia kesini, Irene takut akan ada hal buruk lagi yang terjadi.

"Permisi. Yuu, lo ada dirumah?"

Gasp!

Terhenyak. Irene masih linglung dengan yang terjadi barusan. Tangannya ditarik cepat sedetik saat pintu terbuka. Untuk sesaat tubuhnya seolah akan limbung. Lalu, punggungnya terasa nyeri karena merasa telah menabrak sesuatu yang keras seperti dinding.

"Ada apa lo dateng kesini sendirian?" pertanyaannya itu aneh sekali. Tentu saja karena Irene tidak memiliki satupun teman yang bisa diajak. "Lo gak takut gue macem-macemin lo disini?"

Irene mendongakkan paksa wajahnya. Tinggi badan mereka terpaut timpang. Agar bisa melihat sosok mengerikan yang kini seolah sedang mengancamnya, Irene terpaksa mendongak sampai membuat lehernya sakit. Terlalu dekat. Bahkan dengan jarak yang seolah tidak ada ini, Irene bisa merasakan hembusan napas Yuu. Panas.

Irene memberanikan diri menyentung kening cowok itu. Dan seketika itu pula Irene terbelalak. Suhu tubuh Yuu sangat panas. Cowok itu tetap memaksakan dirinya masuk tadi pagi dan masih sempat menghajar beberapa preman yang usil mengganggunya tadi. Dia juga tetap mengantar Irene pulang seperti biasanya. Padahal, dia bisa untuk tidak memedulikan semua itu.

"Yuu."

"Hm." cowok itu semakin menghapus jarak diantara mereka berdua. Dua kelereng beda warna itu menumbuk. Untuk sesaat, mata berkaca-kaca Irene mampu membius cowok monster yang populer tidak memiliki rasa simpati, barang secuil pun.

My Beloved Monster (TAMAT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt