About Barra 2 [TAMAT]

By najeealee

27K 2.2K 452

Kembali lagi bertemu dengan pria dingin Barra Sebastian Alexander dan perempuan yang selalu ceria, siapa lagi... More

6 November 2020
berbeda dari yang lain
pinter katanya
hamster baru
penguat
cuma sama Alisha
'sha'
12 panggilan
sakit
cemburu ceritanya
kupu-kupu
soal Biel
baikan sama Maudy!
tunangan Biel
nama kontak
pingsan beneran
kelas akselerasi
pasti ada alasannya
marahan
ala Barra
the reason is
perkara i love you
ape nih...
cara Barra
bukan Barra
see you Kevin!
keluh kesah
jangan ambil punya aku
quality time!!
perkara foto
kecelakaan
resikonya
overthinking
ribut lagi ribut lagi
disalahkan, lagi
putus....?
bagi capenya
gagal
dibalik gagal dinner
pinjem peluk
lucuan kue Barra
barra's effort
kura-kura
who?
lagi jenuh katanya
kejutan-kejutan pertama
terlalu semangat
beberapa fakta lainnya
first meet
masa lalunya (?)
fakta sebenarnya
rahasia pertama
rahasia kedua
deep talk
juara dua
Barra saying 'sayang'
Alisha mode PMS
Barra ngilangin gengsi
tiba-tiba?
semua punya alasannya
gelang edelweis
after broke up
it's too hard
let her go
acara kelulusan
alasan kuliah di Berlin
Gabriel and Ferra's wedding
keberangkatan Barra
memperlambat perpisahan
time flies
a letter from Alisha
Nanda, si masih sama
reuni
satu kantor
satu apartemen
ketemu bunda!
kebongkar
rahasia berikutnya
the only truth 1
the only truth 2
Kavindra
istirahat ya
kembali
masih ada?
pdkt beneran
lahir kembali+Maudy's wedding
pemenangnya
dua minggu pertama
deep talk #2
pulang kepada-Nya
pemakaman
Maudy's Pregnant
fiancé
finally, the ending
extra part
iklan

setelah enam tahun

241 22 8
By najeealee

happy reading 🙆🏻‍♀️



Jika kalian mengira yang datang ke kantor Barra adalah Alisha



Selamat.


Kalian salah.

Memangnya kalian berharap apa? Alisha saja tidak tau Barra ada di Indonesia.

Yang datang tentu saja Tania. Satu-satunya sahabat perempuan yang Barra punya. Setelah memanggil nama Barra dan saling diam beberapa lama, Tania memukulnya kencang tepat di bagian bahu.

"Lo tuh ya apa-apaan sih ngga bilang kalo udah pulang,"

Barra masih diam. Sebenarnya penampilan Tania tidak terlalu berbeda, entah kenapa pria itu masih diam. Aneh rasanya melihat Tania tanpa kacamata khasnya.



"Lo kenapa ngga pake kacamata?"

Tania terkekeh. Seriusan? Terakhir mereka ketemu bertahun-tahun lalu dan Barra malah melontarkan pertanyaan seperti ini??

Waktu Barra pulang ke Indonesia tahun lalu, Tania masih di Bangkok, tempatnya sekolah musik. Sehingga mereka tidak bertemu, dan sekarang gadis itu sudah menyelesaikan sekolah musiknya selama empat tahun pas.

"Eh" Barra tersadar. "Masuk dulu"

Tania bernafas lega. Ia langsung masuk dan langsung duduk juga di ruangan Barra. Ia melihat sekeliling, ruangannya tidak terlalu besar, bernuansa putih membuat Tania sedikit protes.

"Lo udah ngga minus?" Tanya Barra, ia masih penasaran.

"Engga lah anjir, lo pikir gue punya banyak uang buat lasik?" Balas Tania. "Gue pake softlens. Kalo lagi males pake kacamata aja sih"

Barra membulatkan mulutnya sambil mengangguk.

"Lo dari kapan udah di Indonesia? Jujur deh,"

"Baru kemaren. Lo dikasih tau siapa gue disini?"

"Ya siapa lagi kalo bukan bokap lo? Kayaknya kalo tadi pagi gue ngga ke rumah lo buat anterin pesenan Tante Gia, gue ngga bakal tau lo di Indo deh"

"Mamah pesen apa?"

"Nitip asinan deket rumah. Btw gue ngga dikasih minum Bar?"

Astaga Barra lupa. Pria itu menelpon karyawannya untuk meminta tolong membawakan air serta makanan ringan ke ruangannya.


"Lo kok ngga ada beda-bedanya sih...." Ucap Tania. Barra masih sama, rambutnya juga. Sepertinya pria itu tidak pernah mencoba model rambut lain selama di Berlin.

Tinggi Barra yang berubah. Entah Tania yang semakin mengecil atau Barra yang bertambah tinggi. Oh iya satu lagi, Tania baru pertama kali kayaknya liat Barra pake jas kayak orang kantoran gini.

"Ngga berubah tapi diliatin terus" sindir Barra.

"Idihh" decak Tania. "Salah emang?"

"Lo kerja apa sekarang?" Tanya Barra beralih topik.

Kalau kalian tanya mereka berkomunikasi atau tidak, ya jelas berkomunikasi. Tetapi tidak sering, apalagi nomor Barra yang sudah ganti. Mereka hanya chat lewat dm Instagram saja.

Tania sekarang bekerja di perusahaan perekaman video clip, ia juga menulis lagu untuk beberapa artis atau musisi yang ada di Jakarta. Sudah satu setengah tahun. Tadinya di Bangkok ia bekerja sebagai penulis lagu, sama. Namun gajinya tergolong murah, makannya setelah selesai kuliah, Tania memutuskan mencari kerja di Indonesia.

Tania juga memiliki satu lagu karyanya. Belum pernah di publikasikan ke siapapun, mari kita lihat siapa orang pertama yang mendengar lagu gadis itu.

Mereka mengobrol banyak hari itu. Keduanya juga pergi bersama ke mall untuk mencari kado buat Darren, Tania yang mencari, Barra hanya menemani sahabatnya itu.

🌼🌼🌼

"Thanks me later," ucap Maudy setelah menaruh satu paper bag berisi kado untuk Darren besok.

Alisha menerimanya. Ia tersenyum. "AAAA MAKASIHHH"

Maudy mengangguk. "Gue cari yang paling wangi aja itu"

Alisha mengangguk paham. Ia meminta Maudy untuk membelikan paket sabun mandi dari The Body Shop. Maudy membelikannya bersama Aldo karena Alisha tidak ada waktu lagi. Ia selalu lembur sampai orang-orang pun heran.

"Udah lo mau balik ngga? Ayo ke kafe lo dulu"

Alisha mengangguk. Ia berkemas, hari ini hanya lembur sampai jam delapan malam. Mereka berdua menuju ke kafe Alisha menggunakan mobil Maudy.

Iya. Maudy sudah mempunyai mobil sendiri hasil kerja kerasnya selama dua tahun terakhir. Bekerja sebagai dokter gigi di salah satu rumah sakit ternama membuatnya merasa perlu membeli mobil.

Begitu sampai, Alisha memesan minuman kepada salah satu barista. Mereka duduk berdua.


"Darren aja udah tunangan, lo kapan sama ka Aldo?"

Maudy memutar bola matanya. "Kayak lo udah tau kapan aja sih"

Alisha tertawa kecil. Ia mengeluarkan satu obat dan meminta air putih.

"Masih lo minum?"

Alisha mengangguk. Itu obat penambah darah, dua tahun lalu Alisha sempat mengalami kekurangan darah merah jadi jangan heran kenapa perempuan itu membawa obat dan meminumnya dimana pun ia berada.

"Hari ini pasien gue anak SMA, anak Pelita"

"Oh yaaa?" Alisha tertarik.

"Iya. Seragamnya udah beda dah, terus katanya dia kenal gue. Padahal udah lulus enam tahun lalu. Susah sih jadi anak famous"

Alisha melihat Maudy dengan tatapan geli. Maudy masih sama, masih suka sombong, masih menjadi sahabat terbaik Alisha. Alisha pikir saat keduanya tidak lagi berada di satu sekolah yang sama, mereka akan asing. Tapi ternyata tidak, malah sampai sekarang.


"Kemungkinan besok Barra dateng Al"

Alisha mengangguk. "Ya...yaudah, mau diapain..."

"Lo ngga mau kasih tau dia kal—"

"Audy, gue ngasih tau lo aja mikir seribu kali loh" potong Alisha membuat Maudy langsung diam.

"Gapapa juga sih kalo Barra dateng besok, malah gue penasaran sekarang dia kayak apa" ujar Alisha. Pria itu tidak pernah memposting apapun di sosial medianya membuat orang-orang berpikir bahwa Barra ditelan bumi.

"Iya sih gue juga kepo. Btw ka Kevin gimana? Dia kan sodara jauh Darren"

"Dateng. Sama pacarnya, lo udah pernah liat belum sih?"

Maudy menggeleng. Ia tidak sedekat itu dengan Kevin.

"Besok deh liat. Cantik banget" kata Alisha, ia mau mengeluarkan ponselnya untuk memberikan foto pacar Kevin tapi tidak jadi.

"Bule?"

Alisha mengangguk setelah meneguk kopinya. "Auranya mahal gitu, kata ka Kevin model sih"

"Sama kayak—"

Belum sempat melanjutkan perkataannya, mulut Maudy sudah disumpal dengan tisu membuat Alisha tertawa puas, sudah lama tidak jahil ke Maudy.

Mereka hanya sampai jam sembilan malam. Mengingat keduanya perlu istirahat dan hari ini adalah hari yang panjang. Alisha tiba di rumahnya, saat ia ingin membuka pagar, seseorang juga membuka dari dalam.

Alisha menatap Alex. Iya itu Alexander, papah Barra. Sekarang sudah terlihat tua, berbeda sekali dengan terakhir Alisha melihatnya. Perempuan itu menyalimi tangan Alexander.

"Loh kamu kenal sama pak Alex, Al?" Tanya Zaidan. Baru saja melihat Alisha salim.

"Papahnya temen aku" jawab Alisha.

Zaidan mengangguk.

"Pak saya keluarkan dulu mobilnya"

Alex memberikan kunci mobil. Ia menatap Alisha versi dewasa sekarang. Penampilannya berubah tapi tidak dengan wajahnya, masih sama seperti enam tahun lalu.



"Lama tidak bertemu, Alisha"

Alisha tersenyum membalasnya. "Saya masuk kedalam dulu om"

Alex mengangguk, memberikan jalan untuk Alisha masuk.






Sampai di kamar, Alisha membuka sedikit hordengnya. Ia melihat mobil Alex yang sudah pergi dari halaman rumahnya.

Keluarga Alisha memang tidak tau Alex adalah papah Barra. Mamah hanya mengetahui foto bunda Barra. Mereka mengenal Alex adalah sebagai rekan kerja perusahaan. Itulah alasan Alexander datang malam-malam ke rumahnya.

Alisha menutup hordeng dengan helaan nafas. "Lama tidak bertemu, Alisha" ucapnya di depan cermin sambil menirukan perkataan Alex.

🌼🌼🌼


Pagi kesekian telah tiba. Sisa hujan semalam membuat lantai depan terkena tampias air hujan. Wangi tanah bercampur dengan wangi hujan menyerbak di indra penciuman Barra.

Pria itu baru selesai lari pagi. Hanya sekitar rumahnya saja, karena jujur, Barra sedikit lupa soal alamat disini. Makannya ia tidak bisa jauh-jauh.

Barra duduk di teras depan. Satu cangkir kopi sudah disediakan. Ia meminumnya perlahan. Hari ini adalah hari pertunangan Darren. Jam sebelas siang nanti akan dimulai. Tapi Barra dan teman-temannya akan datang jam sepuluh.

Barra masih belum bilang ke Darren, tapi Gabriel sudah tau. Mereka akan bertemu di rumah Tania.

Alex duduk disamping Barra. Barra menoleh, papahnya sudah membawa koran kesukaan.

"Pah kantornya gimana?"

"Ngga gimana-gimana. Seperti biasa saja"

"Bunda kapan pulang?" Tanya Alex.

"Lusa. Bunda mau menetap disini"

"Ohh, perawatannya sudah selesai?"

Barra mengangguk.

"Kamu? Kamu akan menetap dimana?" Tanya Alex, ia menurunkan korannya lalu menatap Barra.

"Sudah 24 tahun masih belum punya jawaban soal itu?"

"Di sini" jawab Barra tegas. "Aku urus semuanya minggu depan,"

Alex mengangguk. Puas dengan jawaban anaknya itu. "Fokuskan saja kantor yang di Jakarta. Biarkan yang di Berlin kita jual"

Barra menoleh. "Segampang itu pah?"

Alex mengangguk. "Kamu juga tau perkembangannya di Berlin tidak terlalu bagus, Barra. Kalau kita menjual gedungnya, kita bisa membangun gedung disini"

"Balik namanya? Bukannya perlu waktu?"

"Perusahaan itu bukan atas nama papah. Atas nama teman papah yang di Berlin. Papah bisa urus semuanya ke dia, tenang"

Barra hanya diam. Alexander ini mempunyai sangat banyak kenalan, jadi bisa melakukan apapun.








Beberapa jam berlalu. Percakapan Barra dan Alex ditutup dengan canda tawa. Saat ini Barra sudah sampai di rumah Tania, rumahnya masih sama. Berwarna cream, dengan halaman depan yang semakin diperluas karena Tania mempunyai dua mobil.

Papah Tania sedang tidak dirumah. Perempuan itu sendiri. Dari rumah Tania, Barra melihat satu mobil berwarna putih mengarah kepadanya.

"Biel!" Tania melambaikan tangan.

Mobil putih itu berhenti. Gabriel membuka pintu, ia segera menghampiri Barra, langsung memeluknya. (Pelukan temenan ya kawan-kawan)

Barra tersenyum. "Long time no see"

Gabriel menatap Barra. "Tai lo"

Tania terkekeh mendengarnya. Pintu mobil terbuka kembali, mereka bertiga menatap siapa yang keluar dari mobil. Gabriel menghampiri istrinya, Ferra Kaila.

Tania membulatkan mulutnya begitu melihat keranjang bayi. Barra juga kaget melihatnya.




"FER???"

Ferra tersenyum sambil memegang keranjang bayi itu. Yang ada disana adalah anaknya, buah hati Ferra dan Gabriel. Gabriel junior sedang tidur di keranjang itu.

Tania memukul Biel. "Lo kenapa ngga pernah bilang sihhh??!"

"Biar surprise" jawab Biel enteng.

Barra berjalan ke arah keranjang bayi itu. Ia melihat sosok bayi pria yang sedang tidur dengan pulas. "Siapa namanya?"

"Afkar" jawab Ferra. "Afkar Rasendriya"

Tania pun ikut melihat. Ia ingin mencubit pipi bayi itu sangking gemasnya.

"Umur berapa?"

"Satu tahun, baru aja kemarin"

"Astaga. Gue marah banget sama lo Yel" ucapnya pada Biel. Biel hanya bisa terkekeh.

Banyak yang terjadi dalam enam tahun ini termasuk kehadiran Afkar, anak Gabriel dan Ferra. "Udah ntar aja liat anak gue, tau gue, Afkar ganteng"

"Idihh"

Ferra terkekeh. "Yaudah yuk berangkat sekarang"

Tania mengangguk. Ia satu mobil dengan Barra sementara Ferra bersama Gabriel dan buah hati mereka. Di dalam mobil, Tania tiada henti membicarakan Afkar.

Mereka sampai tepat jam sepuluh pagi. Barra bersama Tania jalan di depan, sementara Gabriel di belakang dengan keluarga kecilnya. Mereka masuk ke ruangan yang ada tulisan 'Darren' di depan pintu.

Mendengar ada suara knop pintu, Darren menoleh. Ia langsung berdiri melihat siapa yang datang membuat MUA yang ingin memakaikan bedak menatapnya aneh, bukan ke aneh, sedikit kesal.



"THE HELL????"

Barra tersenyum. Ia memeluk Darren yang sudah memakai baju berwarna navy.

"Sehat?"

"Lo bilang gabisa dateng tai"

"Omelin aja Ren" Tania mengompori. Darren tersadar ada Tania, ia memeluk sahabatnya itu. Lalu yang paling membuatnya terkejut ialah Gabriel berdiri bersama Ferra dengan bayi yang Ferra gendong.


Darren juga tidak tau soal ini. "Yel???"

Gabriel mengangguk. "Anak gue,"

Darren melihat bayi itu, Ferra mempersilahkan sambil tersenyum melihat respon baik dari orang-orang di sekitarnya.

"Siapa namanya?"

"Ren, kayaknya kita ngobrol nanti aja deh. Muka MUA lo udah bete..." Bisik Tania.

Ah iya Darren lupa ia sedang make up. Pria itu mempersilahkan teman-temannya untuk duduk dan menunggu di ruangan lain. Sementara Tania dan Ferra ke ruangan Calista.



🌼🌼🌼

Alisha, Maudy dan Aldo sampai di gedung yang sesuai dengan undangan pertunangan Gabriel. Mereka telat dua puluh menit karena Alisha kesiangan.

Iya, Alisha datang hari ini dengan segala pertimbangannya. Gedungnya sudah ramai, orang-orang yang datang tidak Alisha kenal. Berbeda saat pernikahan Biel dulu yang rata-rata tamunya anak Pelita.

Ternyata acaranya belum dimulai. Mereka duduk di tempat yang kosong.

"Eh itu Kevin. Vin!" Aldo memanggil.

Kevin yang sedang celingukan menoleh. Pria itu mendekat ke arah mereka sambil menggandeng satu perempuan di belakangnya. Perempuan itu memiliki rambut keemasan, seperti Alisha dulu.

"Cantik banget" puji Maudy, ia berbisik.

"Kan gue bilang" jawab Alisha.

Alisha berdiri begitu juga Maudy. Ia memeluk sebentar Kevin dan pacarnya, Zibber.

Acara pun dimulai. MC mulai mengambil alih, Alisha melihat Darren dan Calista yang sama-sama memakai pakaian berwarna navy. Acara itu berlangsung lancar sampai keduanya telah memasang cincin.

"Ka Aldo, katanya Maudy mau dilamar juga"

Maudy melotot mendengar suara Alisha barusan.

"Soon" jawab Aldo.

Alisha menaikan alis. "Soon ya Audy"

"Bacot"

Alisha dan yang lain mengambil makanan.

"Lo kenapa ngga duduk?"

"Nungguin elo" jawab Maudy.

"Audy gue bukan anak SMA, duduk aja" suruh Alisha. Maudy pun duduk duluan.

Setelah mengambil air, Alisha menoleh ke depan. Matanya terkunci dengan mata seseorang yang juga menatapnya, berdiri dengan memasukan tangan di kantung celana. Jantung Alisha berdetak kencang.

Tatapan itu tak berlangsung lama. Barra pergi duluan melewatinya begitu saja. Alisha menetralkan nafasnya. Tatapan tadi rasanya berbeda dengan tatapan enam tahun lalu.

Meski jantung Alisha berdetak cepat, tetapi ia merasa janggal dengan kontak mata yang ia lakukan dengan Barra barusan. Ia menoleh ke belakang, melihat Barra yang duduk bersama teman-temannya.

Hari itu, mereka kembali bertemu setelah asing selama enam tahun.

tbc

DAH KETEMU KAN, UDAH YA LUNAS 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Continue Reading

You'll Also Like

586K 27.7K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
297K 13.6K 18
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓵𝓲𝓼𝓪𝓷�...
2.6M 142K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...