About Barra 2 [TAMAT]

By najeealee

26.9K 2.2K 452

Kembali lagi bertemu dengan pria dingin Barra Sebastian Alexander dan perempuan yang selalu ceria, siapa lagi... More

6 November 2020
berbeda dari yang lain
pinter katanya
hamster baru
penguat
cuma sama Alisha
'sha'
12 panggilan
sakit
cemburu ceritanya
kupu-kupu
soal Biel
baikan sama Maudy!
tunangan Biel
nama kontak
pingsan beneran
kelas akselerasi
pasti ada alasannya
marahan
ala Barra
the reason is
perkara i love you
ape nih...
cara Barra
bukan Barra
see you Kevin!
keluh kesah
jangan ambil punya aku
quality time!!
perkara foto
resikonya
overthinking
ribut lagi ribut lagi
disalahkan, lagi
putus....?
bagi capenya
gagal
dibalik gagal dinner
pinjem peluk
lucuan kue Barra
barra's effort
kura-kura
who?
lagi jenuh katanya
kejutan-kejutan pertama
terlalu semangat
beberapa fakta lainnya
first meet
masa lalunya (?)
fakta sebenarnya
rahasia pertama
rahasia kedua
deep talk
juara dua
Barra saying 'sayang'
Alisha mode PMS
Barra ngilangin gengsi
tiba-tiba?
semua punya alasannya
gelang edelweis
after broke up
it's too hard
let her go
acara kelulusan
alasan kuliah di Berlin
Gabriel and Ferra's wedding
keberangkatan Barra
memperlambat perpisahan
time flies
a letter from Alisha
setelah enam tahun
Nanda, si masih sama
reuni
satu kantor
satu apartemen
ketemu bunda!
kebongkar
rahasia berikutnya
the only truth 1
the only truth 2
Kavindra
istirahat ya
kembali
masih ada?
pdkt beneran
lahir kembali+Maudy's wedding
pemenangnya
dua minggu pertama
deep talk #2
pulang kepada-Nya
pemakaman
Maudy's Pregnant
fiancé
finally, the ending
extra part
iklan

kecelakaan

292 25 2
By najeealee

INI UDAH 2010 KATA AWAS AJA GA VOTE😡😡😡😡

btw

happy reading!!! dan terimakasi 300 votenya....

Bunyi roda bankar khas rumah sakit beriringan dengan suara sepatu yang mengetuk lantai layaknya lomba. Kedua suara itu beradu dengan kecepatan yang sama. Sementara pasien yang ada di bankar masih melihat samar-samar pencahayaan.

Salah satu suster mencoba mengambil ponsel pasien itu. Mencari nama anggota keluarga yang akhirnya ketemu.



'Maaf pak, apa benar anak bapa—'

"Tutup pintunya sus!"



🌼🌼🌼

Alisha sampai di sekolah tepat waktu. Hampir mepet sih karena ia kesiangan. Hari ini jadwal dirinya dan Maudy untuk mengecek kerjaan di lab. Ini juga hari terakhir mereka mengecek kacang hijau yang di tanami tanah itu.

"Disini ngga sih?" Tanya Gian.

Alisha melihat tabel yang mau Gian buat. Lalu mengangguk. Sementara ia memegang cairan untuk kacang hijaunya nanti.

Setelah laporan itu beres, Alisha dan Maudy serta teman-teman yang lain pergi ke laboratorium untuk mengamati perkembangannya selama sepuluh menit dan kembali membawanya ke kelas. Alisha turut prihatin karena ada beberapa kacang hijau punya temannya yang tidak bekerja atau tumbuh dengan baik karena tidak kena sinar matahari.

Untung Alisha berhasil menang suit dengan kelompok Darren waktu itu. Jadi punya Alisha mendapatkan posisi terbaik dan juga hasil terbaik. Sekarang juga perempuan itu sudah mulai mengurangi jadwal nontonnya, Alisha juga mengurangi bermain ponsel karena perempuan itu sadar sudah kelas dua belas.

"Dy, masa ya kak Kevin gue chat ngga pernah bales" adu Alisha. Ini sudah ketiga kalinya cerita soal Kevin pada Maudy.

"Sampe sekarang?"

Alisha mengangguk. Aneh banget. Kevin kayak ilang ditelan bumi gitu aja. Padahal kakak kelas itu bilang sendiri kalo jangan sungkan buat cerita.

"Ganti nomor kali, Al" kata Maudy.

"Lo ngga coba tanya Tania?"

Ah iya.

Kenapa Alisha ngga kepikiran?

"Btw lo jadi ke rumah sakit?"

Alisha mengangguk. Perempuan itu sudah prepare untuk menjenguk Barra hari ini. Yap. Pasien yang dimaksud ialah Barra. Lebih tepatnya Barra kecelakaan semalam. Untuk kronologinya Alisha belum tau karena semalam tiba-tiba saat Alisha mengirimkan surat permintaan maaf lewat power point tiba-tiba Barra bilang kecelakaan.

Barra's POV


Alisha's POV

Mereka sempat bertelpon sekitar tiga menit untuk memastikan kenapa. Untuk kejadiannya, Barra bilang hari ini akan ia jelaskan. Yang Alisha tangkap dari penjelasan Barra sih, pria itu membanting stir ke kiri sehingga kepalanya terbetur jalanan. Beruntung tidak sampai gagal otak atau semacamnya. Tapi kepala Barra harus dijait semalam.



🌼🌼🌼

Gia membuka pintu ruang inap anaknya. Perempuan dengan dress selutut itu masuk ke dalam.

"Bar...." Panggilnya lembut.

Barra tak membuka matanya. Membiarkan panggilan itu terus terdengar di telinganya. Sebab semalam tidak ada satu pun orang rumah yang cepat menjawab telepon dari pihak rumah sakit. Papahnya sempat mengangkat, tapi karena ada meeting jadi telepon di matikan secara sepihak. Ironisnya lagi Barra tidak menyimpan nomor mamahnya ini membuat suster bingung harus menelpon siapa lagi.

Mereka baru datang sekitar satu jam setelah Barra disini. Bahkan dokter mengambil tindakan tanpa meminta izin, karena ya bingung minta izin siapa? Mereka datang setelah Barra keluar dari ruang operasi karena kepala pria itu dijahit.

Tak lama mamahnya keluar dengan sendirinya tapi Barra tau ada sesuatu yang ditaruh di meja. Ah, rupanya itu makan siangnya hari ini. Dari pagi Barra hanya makan dua suap bubur hambar, satu sendok sup jagung yang tak kalah hambar. Hanya buah-buahan yang bisa masuk ke perut Barra selama di rumah sakit ini.

Ia melihat jam dinding. Jam segini harusnya pelita sudah pulang. Ia mengecek notifikasinya. Tapi Alisha dan teman-temannya belum mengirim pesan. Kenapa waktu berjalan sangat lambat hari ini? Padahal biasanya Barra merasa hari-hari yang dilaluinya sangat cepat di sekolah. Tiba-tiba pulang ke rumah sudah sore atau bahkan malam.









Harum karbol antiseptik khas rumah sakit menyergap penciuman mereka. Rumah sakit itu terletak lumayan jauh dari sekolah. Dan arahnya juga berlawanan dengan rumah Barra membuat Alisha bingung. Kenapa bisa pacarnya itu kecelakaan disini?

Alisha datang bersama Darren, Gabriel dan Tania. Area rumah sakit ini tidak seberapa besar. Malahan lebih mirip dengan rumah sakit personal khusus keluarga dibanding rumah sakit umum.

Alisha berhenti membuat yang lain juga berhenti. Menengok ponselnya tempat Barra mengirimkan nomor kamarnya. Tania ikut menoleh. "Bener kan lantai tiga?"

Alisha mengangguk. "Yuk bener kok"

Lorong kamar yang mereka lewati terlihat lebih private room. Bahkan dari bawah tadi. Sepertinya ini memang rumah sakit mahal. Di depan kamar 176 mereka berhenti lalu perlahan mendorong pintu membuat seorang pria dan wanita sedang duduk mendongak.

Jantung Alisha mendadak bergerak cepat. Ia langsung berpegangan pada Tania begitu melihat papah Barra. Entahlah di mata Alisha, Alexander adalah seorang monster yang mengerikan karena pernah mendengar papah Barra marah-marah. Ditambah wajah papah Barra yang tegas.

Tania yang merasa ada tangan yang memegangnya tersenyum kecil. Ini kali pertama Alisha bertemu dengan Alexander dimana posisinya Alexander sudah mengetahui hubungan Alisha dan Barra.

Alex dan Gia berdiri. Tiga orang diantaranya terlihat familiar tapi Alex menatap satu gadis yang agak takut melihatnya.

"Oh, om. Ini Alisha" kata Tania tersenyum. Menatap Alisha dan mengangguk seolah menyuruh Alisha untuk berjabat tangan.

Alisha tersenyum kikuk. Memberanikan maju beberapa langkah dan salim kepada kedua orang tua Barra yang berdiri.

"Alisha, om, tante" ujarnya.


"Oh, pacar Barra ya?" Tania Gia.

Alisha menganggukkan kepalanya. Sebelumnya Barra sudah pernah bicara soal ini.

Gia membalas senyuman itu. "Tuh masuk aja, Barra lagi nonton"

Ruangannya memang seperti kontrakan. Jadi kamarnya Barra masih ada pintu lagi. Di ruang sini cuman ada dua sofa dan satu TV serta AC dan tak lupa kulkas mini yang tidak tau fungsinya untuk apa.

Barra menoleh begitu pintu terbuka. Ia sudah tau kalo itu Alisha dan teman-temannya karena suaranya tadi sudah terdengar. Barra sedikit mendongakkan kepalanya mencari keberadaan gadis itu. Ternyata Alisha masuk belakangan.

"Adohhh kenapa sih lo?" Tanya Darren.

"Astagaa, Ren. Ngga sopan lo. Orang tuh ditanya baik-baik" balas Tania. "Jatoh dimana lo?" Tanya Tania pada Barra.

"Langsung banget nih?" Tanya Barra.

"Jelasin dulu sebelum pacaran" ujar Darren diiringi tawa.

Barra membuka mulutnya. Menceritakan dari yang tadinya ia hanya ingin menghirup udara segar sekaligus membelikan bunga untuk bundanya yang akan dibawakan besok. Barra juga sebenarnya tidak sadar kalau arah tempat beli bunga dengan arah motor yang dibawanya berbeda.

Sampai di jalan yang lumayan sepi. Tiba-tiba pikirannya kosong. Sekelibet bayangan bundanya waktu awal-awal masuk rumah sakit lewat di kepala Barra. Bayangan bundanya ngamuk-ngamuk, tatapan bundanya yang selalu kosong, aura bundanya yang perlahan hilang, antara bunda dan papah yang berantem di depan mata Barra sendiri. Semua itu mendadak muncul.

Barra tidak memiliki masa lalu yang baik di bidang keluarga. Ia sering mendengar pecahan piring dulu, ia juga sering melihat bunda yang memohon-mohon pada Alexander untuk tidak pergi. Barra juga melihat sendiri dengan mata kepalanya saat bunda mulai menyakiti dirinya. Saat bunda mulai menyilet tangannya. Dari sana. Dari sana semuanya dimulai.

Bunda masuk ke rumah sakit jiwa. Banyak cibiran dari tetangga dan rekan kerja papah yang mengomentari hal buruk pada keluarga Barra. Barra mulai merubah sikapnya menjadi sosok yang dingin, sosok yang tidak mau di usik, sosok yang keras pada dirinya sendiri, sosok yang menganggap semua orang di dunia ini tidak penting.

Tetapi Barra sadar itu hanyalah sebuah fase dalam kehidupan. Sekarang, semenjak gadis yang mengganggunya setiap hari menjadi pacarnya dan usaha sahabat-sahabatnya Barra sadar dunia tidak sejahat itu. Semesta masih ingin melihat kamu bahagia. Warna hitam di hidup Barra mulai luntur tergantikan warna lain yang lebih cerah. Senyum itu perlahan kembali. Barra mulai merasakan sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.

Perasaan itu ada sampai saat ini. Rasa cintanya pada Alisha.

"Terus lo tiba-tiba banting setir gitu aja?" Tanya Biel.

Barra mengangguk. "Kepala gue tiba-tiba pusing. Terus tau-tau gue udah disini" jelasnya.

Semuanya mengangguk paham. Kecuali Darren yang masih mengomel karena Barra bodoh. Siapa suruh sendirian?

Barra memiringkan kepalanya. Ia menatap Alisha yang sedang menunduk. Darren memanggil Alisha. "Tuh diliatin,"

Alisha mendongak. Tatapannya bertemu dengan Barra yang masih memiringkan kepala dengan seulas senyum. Tangan pria menepuk kursi yang ada di dekatnya.

"Nampaknya kita akan jadi nyamuk ya sodara-sodara" ujar Darren.

"Udah yuk, keluar dulu aja" ajak Tania.

"Eh jangan ege. Nanti malah bonyok Barra yang masuk. Kita duduk sana ngga ganggu kan?" Tanya Darren menunjuk sofa yang letaknya lumayan dekat.

Barra mengangguk. Lalu ia kembali menatap Alisha.

"Udah dimaafin?" Tanya Alisha.

Barra mengangguk. Pria itu mengambil tangan Alisha dan ditaruh di pipinya. "How are you today?"

Alisha tersenyum. Barra selalu hangat padanya. Itu yang membuat rasa sayang Alisha bertambah setiap hari. Pria ini selalu menanyakan bagaimana hari ini? Ada cerita apa? Hari ini ngapain aja?

"Tadi nyelesain laporan lab. Terus tadi juga aku yang mimpin doa loh"

Barra mengangguk. "Kerenn"

"Kamu gimana? Udah enakan belum?"

"Udah. Nanti malem palingan pulang"

Alisha melihat jahitan yang ada di kepala Barra. "Sakit?"

Barra menggeleng. "Di bius aku, Sha"

Alisha tersenyum. Keduanya bertatapan dengan waktu yang lumayan lama. Dengan tangan Alisha yang masih Barra pegang.



"Grateful to be your lover," kata Barra.

"No, I'm very grateful to be your girlfriend"

Alisha mengalihkan tatapannya pada makanan yang sepertinya belum tersentuh sama sekali. "Belum makan?"

Barra menggeleng.

"Mau makan?"

Barra mengangguk.

Alisha melepaskan tangannya yang dipegang oleh Barra. Ia mengambil makanan itu. Sementara Barra sudah siap dengan posisi duduknya.

"Kenapa belum makan? Udah jam berapa loh ini"

"Sengaja"

Alisha menaikan alisnya saat mau menyuapi Barra.

"Biar sama Alisha"

Alisha terkekeh. Ia menyuapi sendok demi sendok yang berisi bubur ayam itu. Padahal tadinya Barra sama sekali tidak napsu melihat makanan disini. Namun begitu teman-teman dan Alisha datang, pria itu langsung mau makan. Bahkan tertawa karena lawakan Darren yang terkadang garing.

Selesai makan, Alisha mengupaskan apel yang tadi mereka bawa. "Kayak bayi aja apa-apa di siapin"

Barra tak menjawab. Terus membuka mulut menerima makanan yang akan masuk. Tak lupa ia meminum beberapa obat. Darah Barra rendah, makannya kepalanya suka pusing tiba-tiba.

Selanjutnya Alisha membiarkan teman-teman Barra yang mengobrol. Ia duduk bersama Tania. Dan kebetulan, Alisha juga mau tany soal Kevin.

"Tan, mau tanya boleh?"

Tania yang sedang mengetik di laptop mengangguk.

"Ka Kevin ganti nomor ya?" Tanya Alisha.

Tania menatap Alisha dengan kerutaan di wajahnya. "Ganti nomor?"

Alisha mengangguk. Menunjukkan room chatnya dengan Kevin yang tidak ada balasan.

"Astagaaa. Lo ngga di dm sama dia, Al?" Tanya Tania berhenti mengetik di laptop.

"Kenapaa?"

"Hp dia ilang. Dia ganti hp, terus waktu gue tanya itu Alisha nanyain. Terus kata dia nanti di dm"

"Hah? Enggaa ada sumpahhh" kata Alisha mengecek ponselnya. "Tuh kan. Ngga ada"

"Laahh gajelas dah. Nih nih gue kasih aja nomornya" ucap Tania mengeluarkan ponsel dan menyebutkan nomor telpon Kevin yang baru.

"Makasihh, Tannn" kata Alisha.

Setelah satu jam lebih berada di rumah sakit, mereka memutuskan untuk pulang. Karena Barra juga perlu istirahat, Alisha juga harus les, Tania juga latihan olimpiade. Barra tidak mengantar mereka pulang karena tidak diizinkan oleh kedua orang tuanya. Tapi mamahnya yang mengantar mereka sampai bawah.

Sepanjang jalan, Gia bersama Alisha. Entahlah gadis ini cukup menarik menurut Gia.

"Gimana pacaran sama Barra enak ngga?" Tanya Gia.

Alisha terkekeh. "Enak ngga enak Tante,"

"Banyak yang suka ya?"

Alisha mengangguk.

"Kamu tau hubungan Tante sama Barra?"

Aduh....

Jawab apaa ini...

"Tante rasa tau ya. Tapi kamu keren, Tante aja susah buat coba buka hati Barra biar adem dikit" kata Gia sambil terkekeh.

Alisha tau sebenarnya kekehan Gia itu bukan sembarang terkekeh. Pasti perempuan itu merasakan sakit. Apalagi jadi mamah Barra. Alisha yang kadang ditolak waktu ngasih makanan aja sakitnya luar biasa, apalagi ini?

"Ngga ada yang sia-sia kok, Tante. Tante semangat ya? Aku dulu juga ngejar Barra duluan hehehe"

Gia mengangguk. "Dia bucin banget loh sama kamu, Al. Foto kamu ada di kamarnya"

"Wah iya, Tante?"

Gia mengangguk. "Yang langgeng kalo bisa ya? Mungkin lewat kamu Barra bisa deket sama Tante kan"

Alisha mengangguk mengaminkan ucapan mamah Barra. Alisha tau apa yang akan dilakukan selanjutnya.

"Tante mau peluk Alisha boleh?"

Alisha sedikit syok.

Tapi perempuan itu memeluk mamah Barra. Gia tersenyum. Dilihat-lihat Alisha lumayan mirip wajahnya dengan Zahra. Tak heran Barra bisa mencintai gadis ini. Alisha juga seperti anak Gia yang sudah meninggal beberapa tahun lalu disaat umurnya masih anak SMA gini.

"Aku pulang dulu ya, Tante?"

Gia mengangguk. "Hati-hati ya, cantik"

Alisha tersenyum. Perempuan itu naik ke motor Darren dan melambaikan tangan. Duh Alisha jadi kepikiran mau pake adat apa nichhh....

tbc

GEMES BGTT BARRA ADOHHH

yg mau liat ppt permintaan maaf langsung ke ig @wattpad.njl atau ada di bioooo!

Continue Reading

You'll Also Like

502K 38K 27
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
857K 12.2K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1.5M 112K 46
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.1M 216K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...