kurang baik apa jumat, sabtu, minggu update....
JGN LUPA VOTE YAAAAAA
Di Pelita ngga ada yang namanya main-main dulu setelah libur semester. Sekolah ini selalu langsung mengadakan kegiatan belajar mengajar. Tapi ya memang kebanyakan belum masuk materi, baru awal-awal saja.
Seperti sekarang, dua belas MIPA 3 lagi memperhatikan wali kelas barunya yang sedang berbicara di depan. Ibu Alvio namanya, terkenal judes tapi katanya sih sangat peduli sama anak didiknya apalagi sama kelasnya.
Ya emang sih, Alisha bisa lihat dari caranya berbicara, caranya memperhatikan kelas, serta caranya menghafal anak didiknya. Nanda di tunjuk sebagai ketua kelas lagi. Kagetnya, Alisha yang di pilih jadi wakil, Maudy sekertaris, dan Nasya bendahara.
Alisha oke aja sih. Wakil juga menurutnya tidak begitu penting selagi ada ketua kelas. Tapi dia mengacungkan jempol pada Nanda, karena pria itu di pilih jadi ketua kelas lagi. Nanda emang kelas sebelas jadi ketua kelas, tapi itu setelah di minta Gian karena Gian sering tidak masuk waktu itu, jadi diganti sama Nanda.
Dari mulai struktur kelas, terus disuruh membeli sapu, bahkan mereka sudah membuat grup.
"Gercep banget anjir," bisik Alisha pada Maudy.
Maudy mengangguk. "Kayaknya enak deh,"
Suara bel sekolah berbunyi saat Bu Vio masih berbicara. Kelas dua belas MIPA 3, kepotong dua menit untuk pulang. Setelah Bu Vio keluar, barulah mereka bernafas lega. Ada beberapa dari mereka yang berbisik tidak suka pada Bu Vio, ya memang kenyataannya begitu karena tadi, ia judes.
"Ka Aldo jemput di parkiran belakang, gapapa kan?"
Alisha mengangguk. Setelah pertengkarannya dengan Barra tadi, pria itu tidak mengirim pesan dan Alisha juga tidak bertemu Barra di kantin. Padahal Alisha disuruh mamah buat kasih makanan, tapi ujung-ujungnya makanan itu dimakan oleh Nanda dan Gian.
Parkiran cukup penuh membuat Maudy menghela napasnya. Sengaja minta jemput di belakang biar ngga rame, eh malah kayak gini.
Barra menatap gadis dengan rambut terurai bersama satu temannya yang sedang celingak-celinguk. "Gue samperin dulu, Tan" Tania mengangguk.
Barra mencekal tangan Alisha dari belakang.
Tapi perempuan itu langsung melepaskannya.
"Apa?" Kata gadis itu dengan nada tidak mengenakan.
"Aku anter ke bandara,"
"Dia sama gue," balas Maudy sinis.
Barra bergantian menatap Maudy. "Lo bisa ngga usah ikut campur?" Kesalnya.
Maudy langsung menatap Barra. "Lah? Gue sahabatnya anjir. Temen lo aja suka ikut campur masalah lo sama Alisha kan? Ribet banget si lo jadi orang" ketus Maudy langsung menggandeng Alisha pergi. Kebetulan Aldo juga sudah sampai.
Gadis itu. Gadis ter—menyebalkan yang Barra kenal. Maudy Lizzie. Dari cara menatapnya, cara bicaranya, sangat menunjukkan tidak suka dengan Barra entah kapanpun itu. Untungnya, dia sahabat pacarnya.
"Gimana?" Tanya Tania.
Barra menggeleng. "Yaudah lo naik mobil Biel aja tuh udah ada, gue naik motor"
"Yaudah, gue duluan"
Barra berjalan cepat ke motornya. Memakai helm, dan segera membuntuti mobil Aldo dari belakang. Pria itu harus tetap ada di dekat Alisha. Benar kata Tania, ia tidak boleh kalah dengan pikirannya. Alisha tidak boleh terlibat atau menjadi pelampiasan Barra, karena gadis itu tidak melakukan apapun. Barra terlalu emosi tadi pagi sehingga tidak dapat mengontrol diri.
🌼🌼🌼
Aldo melirik ke spion mobilnya. "Cowok lo, Al?"
Alisha menoleh ke belakang. Melihat pria dengan motor hitam, serta helm yang hanya memperlihatkan matanya saja. Untuk apa pria itu mengikutinya?
"Emang bisa ke bandara naik motor?" Tanya Maudy.
Aldo mengangguk. "Tapi kayaknya harus jalan gitu deh, lupa juga gue"
Alisha mendengus. Sekarang posisi Barra tepat ada di samping kaca jendela tempat duduk Alisha. Aldo meliriknya. "Lagi berantem?"
Maudy melotot atas pertanyaan Aldo membuat pria itu mengangguk paham. Omong-omong, Aldo tetap di Jakarta. Hanya saja pria itu tidak masuk perguruan tinggi negeri, mau ngga mau ia kuliah di swasta. Hubungannya dan Maudy sudah cukup dekat, kadang Maudy juga mengakui mulai ada rasa suka pada Aldo. Kalo perasaan Aldo? Ya jelas lah. Untuk apa ditanyakan lagi? Cuman Aldo paham, tidak semudah dan segampang itu untuk Maudy membuka hati kembali.
Perjalanan dari Pelita sampai ke Bandara memerlukan waktu empat puluh lima menit mungkin itu karena tadi macet. Motor Barra sudah tidak tau kemana. Alisha bersama Maudy dan Aldo turun menuju tempat yang sudah diberitahukan Kevin. Tapi sebelum itu mereka membeli roti dahulu.
Di dalam mobil tadi, Alisha tetap mengobrol. Jangan kalian pikir, Alisha akan menangis kembali oke? Ia bisa pastikan, tidak akan secengeng itu. Semoga sih....
Tapi pasti air matanya akan keluar lagi.
Tania, Biel, Darren dan Ferra sudah sampai duluan ternyata. Disini juga ada mamah dan papah Kevin serta Nadhia. Sampai saat ini, Nadhia lebih condong ke Alisha gatau kenapa. Kayak lebih satu frekuensi aja. Buktinya, sekarang Alisha mengobrol dengan Nadhia sementara Tania dan Kevin.
"Kenapa ngga di Pelita aja sihh?" Tanya Alisha.
Nadhia terkekeh. "Kata mamah cari yang lain, bosen pelita mulu"
Nadhia sudah kelas sepuluh atau satu SMA. Gadis itu tambah cantik sekarang. Alisha melihat sekeliling bandara Soekarno Hatta. Banyak sekali orang yang baru datang dan ingin pergi. Bunyi roda troli terdengar jelas, serta wajah-wajah orang asing yang siap melakukan petualangan di Indonesia.
Saat melihat ke samping, matanya bertubrukan dengan mata Barra. Alisha baru sadar, pacarnya itu sudah sampai disini.
Karena keberangkatan Kevin sebentar lagi, akhirnya mereka mulai berdiri dan menuju ke terminal yang tertera disana. Tapi sebelum itu, Kevin menaruh bawaannya terlebih dahulu. Alisha berdampingan dengan Nadhia, Maudy disampingnya.
Tak lama Kevin datang dengan hanya membawa tas ransel. Acara peluk-memeluk pun mulai berlangsung dari kedua orang tua Kevin. Alisha tersenyum melihatnya. Bandara adalah saksi bisu pelukan paling tulus yang pernah ada. Bandara juga saksi bisu dimana orang-orang mengeluarkan air mata.
Bergantian dengan Nadhia. Alisha ngga ngebayangin sih gimana rasanya jadi Nadhia. Apalagi mereka sangat akrab. Mata Alisha sudah mulai berair, perempuan itu menutup mulut dengan tangannya.
Tiba gilirannya untuk memeluk Kevin. Alisha tersenyum dan langsung melebarkan tangannya. Kevin terkekeh mendengar tangis Alisha lagi. Sebenarnya lelaki itu tidak suka dengan tangisan orang-orang disini. Oleh karenanya Kevin tidak menangis, berusaha meyakinkan pada semuanya kalau ia akan baik-baik saja, ia akan kembali ke sini. Jogja dan Jakarta hanya masalah jarak saja baginya.
"Jaga diri yaaa. Jangan marahan mulu sama Barra, nanti kalo udah kuliah kasih tau gue dimana oke?"
Alisha mengangguk. Perempuan itu melambaikan tangannya lalu berjalan ke tempat semula dengan air mata yang masih mengalir.
Saat melihat Tania yang sedang berpelukan, ada tangan yang merangkul Alisha. Seseorang itu membawa Alisha dalam dekapannya. Seseorang yang sangat Alisha tau siapa dia. Alisha tidak menolak, tetapi ia tidak menaruh tangannya di pinggang Barra. Ia masih menutup mulutnya dengan tangan, sementara tangan yang lain ia gunakan untuk menyeka air matanya.
Elusan lembut yang Alisha rasakan di pundaknya. "Nangis aja gapapa" ujar Barra.
Peluk-memeluk sudah selesai. Mereka mengantarkan Kevin pada batas akhir pengantaran. Kevin menaiki eskalator dan melambaikan tangan pada rombongannya. Alisha juga membalas lambaian tangan itu. Ia masih ada di dekapan Barra. Alisha mati-matian nahan untuk ngga bales rangkulan Barra.
Maudy yang melihat itu berdecih pelan. "Balik duluan aja ka, biarin aja Alisha sama Barra" ucapnya.
Aldo mengangguk. Tadi juga Barra sudah meminta hal itu padanya.
"Pulang sama aku ya? Beli ice cream nanti"
Alisha menggeleng. "Gausah beli ice cream, langsung pulang aja" ucapnya.
Barra mengangguk. Alisha melepaskan rangkulan dari Barra tapi tidak menolak saat pria itu menggandeng tangannya.
Perjalanan naik motor lebih cepat daripada naik mobil saat berangkat tadi. Selama perjalanan, Alisha tidak membuka mulut. Hanya berpegangan dan melamun ditemani angin yang membuatnya mengantuk. Saat sampai rumah Alisha pun, perempuan itu langsung masuk ke dalam tanpa mengucapkan terimakasih pada Barra.
Cewek gitu ya kalo lagi marah?
Pertanyaan Barra yang sekarang ada di otaknya.
🌼🌼🌼
Barra: aku baru selesai mandi
Barra: abis ini mau les
Barra: tidur ya?
Barra menutup ponselnya. Bersiap-siap memasukan buku-buku yang harus ia bawa ke tempat lesnya. Tapi suara mamahnya cukup mengganggu telinganya. Dari tadi, Gia terus muntah. Ralat, dari kemarin. Padahal kemarin sudah dibawa ke dokter. Tapi kenapa masih muntah-muntah?
Barra keluar dari kamar dengan sweater hitam dan celana sedengkul serta tas berwarna coklat. Ia berjalan ke dapur melihat bibi yang sedang mengupas buah.
"Eh den, mau buah?" Bibi bertanya begitu melihat Barra turun.
Barra menggeleng sambil mengambil air minum. Ia mengerutkan keningnya. Dari kemarin bibi mengupas buah-buahan tapi tidak ada yang ditaruh di kulkas.
"Bi, bibi ngupas buah buat siapa?" Tanya Barra.
"Ah ini" kata bibi. "Buat ibu den,"
"Sakit apa dia?"
"Loh Aden ngga tau?" Tanya bibi berhenti memotong buah.
Barra mengangkat alisnya. "Ngga tau apa bi?"
"Ibu hamil den. Kemarin baru aja dikasih tau,"
tbc
JGN LUPA FOLLOW CAST ABOUT BARRA, MEREKA LAGI NGANTER KEVIN LOHHH😻😻😻
btw itu bukan akun wattpad aku yaaa, bukan tentang cerita ini jugaa, soalnya kmrn ada yg dm tentang akun itu hehe.