🍃🍃
Risa Pov
Alfa dan lainnya sering main ke rumah setelah pesta resepsi pernikahan Vanya dan Deo. Terlebih Alfa, membuat Revan menahan emosinya saat Alfa dengan sengaja mengajak bermain Anaya atau mengajaknya keluar untuk membeli sesuatu. Revan khawatir Alfa berubah menjadi pedofil yang mengerikan. Aku hanya tertawa mendengar kekhawatiran suamiku itu. Aku mengenal Alfa, dia tak mungkin berbuat jahat.
Lalu Anaya? Dia justru senang Alfa main ke rumah. Dia Anaya kecilku yang akan senang saat dibelikan jajan atau mainan. Alfa sangat memanjakannya. Terkadang aku khawatir, mungkin saja Alfa tidak main-main dengan perkataannya. Dia ingin menjadikan Anaya istrinya suatu hari nanti. Ahh, bukankah aku tidak boleh berprasangka buruk?
Alfa bilang Anaya sangat mirip denganku. Dia benar. Anaya mirip denganku. Wajah dan sifatnya sepertiku. Bahkan di usianya 6 tahun, Anaya sudah merengek minta di ajari beladiri. Persis denganku waktu kecil, aku belajar beladiri saat usiaku 6 tahun. Aku jadi berfikir omongannya Galih tentang Alfa 'tidak dapat emaknya, ya ngincar anaknya'. Masa iya aku harus punya menantu seumuranku? Yang benar saja!
Revan lebih protektif saat Alfa dan lainnya main ke rumah. Ia membatasi Anaya berinteraksi dengan om-om nya itu terutama Alfa. Aku terkekeh geli melihat bagaimana suamiku menjaga putri kesayangannya.
Ada satu hal lagi yang membuatku tercengang, anak keduaku Areon. Anak itu memiliki wajah seperti bapaknya, tidak hanya wajah tapi juga sifatnya. Ia memang peniru ulung. Ia berubah menjadi protektif terhadap Anaya. Ayolah, ini bocah 4 tahun! Saat Anaya bersama Alfa, Areon berusaha menjadi orang ketiga. Ia menyuruh Anaya menjauh dari Alfa. Aku yakin sebenarnya ini diajarin sama bapaknya! Tapi percayalah, Areon memang memiliki sifat seperti Revan.
Pernah suatu hari saat aku mengantarnya sekolah, Areon menyalamiku, kemudian aku hendak mencium kedua pipinya sebelum ia masuk kelas, namun segera ditepis oleh anak itu. Aku heran, padahal di rumah malah minta di cium. Setelah kulihat, ternyata ada beberapa teman-teman ceweknya yang memperhatikan. Oh, ternyata mau menjaga image. Ah, sifat Revan sangat nemplok di diri Areon. Ku lihat dia berjalan ke kelas sambil memasukkan tangannya ke dalam saku. Ekspresinya datar dan dingin. Astaga, jadi ingat Revan, apa Revan setengil itu waktu sekolah taman kanak-kanak? Aku terkekeh geli membayangkannya.
Hari ini, sahabat-sahabat Revan datang ke rumah, minus Galih yang ada urusan dan pengantin baru yang sedang bulan madu di Singapura. Revan dan lainnya sedang bercengkerama di ruang tamu, aku menyuruh bik Nikmah menyiapkan minuman dan makanan untuk mereka. Sementara anak-anakku sengaja Revan titipkan pada neneknya.
"Anaya kemana, Ris?" tanya Alfa.
"Anaya terus yang di cari?" tanya Daffa.
"Gila lo Al, beneran lo terobsesi sama anaknya Risa? Gara-gara dia mirip Risa kan?" sahut Kevin.
"Gak juga sih. Bayangin deh, Anaya umur 17 tahun, gue umur 36 tahun, gue masih muda. Lagian papa mamanya Anaya juga nikah muda kan, hehehe," ucap Alfa dengan entengnya.
Alfa hanya cengar-cengir, ia melirik ke arah Revan yang masih diam tanpa ekspresi. Dan aku? Ikut tertawa sajalah. Ku anggap ini guyonan.
"Ohiya, Anaya dan adik-adiknya ke rumah nenek, Anaya bilang kangen sama onty Nadia, pengen lihat perut buncitnya onty," jawabku mencairkan suasana.
Oh iya, aku lupa cerita. Nadia menikah 2 tahun yang lalu. Dan, dia menikah dengan Gavin. Iya, abangku yang kata ibu bobroknya gak ketulungan itu. Konyol memang. Aku menikah dengan adik kak Nadia, eh abangku ngajak kawin kakak iparku. Ya, sudah jodoh, mau gimana lagi.
"Al, mau gue kenalin gak? Temannya Disty, cantik dan periang anaknya," ucap Arsen.
"Mirip Risa gak?" tanya Alfa.
"Bangsul! gue gorok juga lo Al!" Revan yang sejak tadi diam emosi juga, dia melempar remot AC ke arah Alfa dan segera dihindarinya. Aku terkekeh geli, entahlah, semoga Alfa hanya bercanda.
"Move on, move on, Al. Lihat Arsen sih, udah move on dari dulu," ucap Kevin.
"Apasih, bercanda gue, ampun calon mertua!" Alfa merapatkan kedua telapak tangannya di dada dan membungkuk kepada Revan.
"Ris, ambilin golok cepetan!" perintah Revan.
"Hahaha, sabar sayang, lihat muka Alfa udah ketakutan tuh." Aku menunjuk Alfa dan terkekeh geli melihatnya.
"Sabar, Al. Calon bapak mertua lo galak dan sadis!" canda Daffa.
Revan seketika menatap tajam pada Daffa, membuat pak guru itu menciut nyalinya. Aku tertawa, sungguh lucu sahabat-sahabatnya Revan ini. Aku senang persahabatan ini dapat mereka jaga sampai sekarang.
Setelah Kevin dan lainnya pulang, aku dan Revan duduk di taman belakang rumah sambil santai dan minum teh. Kami sering melakukannya, aku dan dia suka bercerita banyak hal, diskusi tentang hari ini dan rencana-rencana hari esok.
"Sayang, jangan marah. Alfa mungkin hanya bercanda," kataku menenangkannya yang sejak tadi terlihat badmood.
"Mungkin saja dia serius," jawab Revan.
"Kan hanya mungkin, sudahlah, perjalanan anak kita masih panjang, usianya baru 6 tahun. Kamu tahu, Anaya pasti bahagia memiliki papa sepertimu yang sangat sangat menyayanginya."
"Bukankah seorang papa adalah cinta pertama bagi anak perempuannya? Aku akan menjaga putriku Anaya, dan putriku-putriku lainnya dengan baik!" ucap suamiku sambil mengelus perutku.
"Iya, makasih ya, sayang." Aku yang duduk di sampingnya spontan memeluk pinggangnya erat.
"Hm, aku juga serius, setelah anak ini lahir, aku akan buat kamu hamil lagi dan lagi sampai umurmu 35 tahun."
Aku menelan ludahku kasar, Revan benar-benar serius dengan ucapannya waktu itu.
"Asal kamu bisa menyayangi semua anak-anakmu dengan adil dan juga mencintaiku selamanya dan menjadikanku satu-satunya istri kamu. Kamu tau, setelah melahirkan aku akan jadi gendut dan mungkin jelek," aku cemberut mengatakan itu kemudian mendongak menatap Revan.
Suamiku dengan gemas mencubit hidungku dan memelukku erat.
"Aku selalu melihatmu sama seperti dulu, sejak awal kita pertama ketemu. Aku janji istriku cuma kamu, gak ada yang lain. Aku akan mencintaimu sampai kapanpun," ucapnya membuatku lega.
Ku lihat dia menunduk melihatku kemudian melepas pelukannya. Dia menarik daguku untuk mendekat ke arahnya dan menempelkan bibirnya pada bibirku. Ah manis, rasanya sangat manis. Aku selalu terbuai. Dia melumat bibirku dan segera ku balas lumatannya. Dia melepaskan bibirnya ketika kami butuh pasokan udara. Dia tersenyum kemudian mengarahkan wajahnya ke leherku, tangannya meraih bagian tubuhku yang lain dan meremasnya lembut.
"Sayang, Aaahh, jangan disini. Malu kalau ada yang lihat."
"Baiklah."
Revan ingin menggendongku, namun segera ku cegah.
"Eh jangan, aku kan berat."
"Gak masalah, aku masih kuat," jawabnya dan segera menggendongku menuju kamar. Kalian harusnya tahu apa yang terjadi selanjutnya. Hahaha.
🌿🌿🌿
Terimakasih Tuhan. Takdir telah membawamu masuk dalam kehidupanku, membuat semuanya menjadi jauh lebih berwarna. Jika aku pernah menjadi sosok yang keras kepala dan acuh, kehadiranmu membuatku lebih hangat dan peduli. Aku mengangumi semua yang ada pada dirimu, dan akan tetap sama sampai kapanpun. Aku akan menjagamu dengan sekuat tenagaku, membuatmu selalu tersenyum dan bahagia. Aku mencintaimu--Revano Iqbal
🌿🌿🌿
Penantian dan rasa sakit yang kualami dulu, terbayar dengan cintamu dan kehadiran malaikat-malakat kecil peneduh jiwa di sekeliling kita. Percayalah, aku bahagia bisa berada di dekatmu dan menjadi bagian dari cerita hidupmu. Aku harap cinta ini tidak akan pudar meskipun kita menua nanti. Aku akan menggengam tanganmu meskipun nanti ragaku menjadi rapuh, ingatanku mulai menghilang dan penglihataku yang mulai kabur. Akan tetap sama, sekarang sampai nanti bahwa aku tetaplah Risa yang mencintaimu--Clarisa Anastasia
Sekian dan terimakasih. Sampai jumpa di cerita lainnya.
Sequel? Atau season 2?