🍃🍃
Revan menarik Risa keluar kelasnya menuju taman belakang sekolah. Sepanjang jalan, banyak mata memperhatikan mereka. Risa bisa mendengar hujatan-hujatan yang di lontorkan padanya.
"Lo gak waras ya? Lo gak lihat tatapan-tatapan penuh tanya mereka?" Risa mendengus kesal.
"Gue mau meluruskan sesuatu." Tatapannya tajam menusuk manik Risa.
"Gak ada yang bengkok ngapain di lurusin?" ucap Risa ketus.
"Gue serius."
"Hm."
"Lo udah denger gosip yang beredar?"
"Iya."
Revan menghela napas pelan, kemudian mendekati Risa, "Bukan lo kan?"
"Maksud lo?" Risa mengerutkan keningnya.
Risa melotot pada Revan. Tangannya mengepal. Revan sudah sangat keterlaluan. Belum sembuh sakit hatinya, sekarang Revan menuduhnya?
"Lo--" Risa tidak kuat menahan dirinya melihat laki-laki di depannya. Risa memilih untuk diam dan membelakangi Revan. Risa hendak pergi namun tangannya di tahan Revan.
"Lepas!" Risa menepis tangan Revan.
Risa menghadap Revan, "Lo mau apa lagi sih? Lo mau nuduh gue? Lo keterlaluan!" Risa menahan dirinya untuk tidak menangis.
"Gue cuma--"
"Cukup! Terserah lo Van. Gue gak selicik itu!"
"Ris, tunggu--"
"Gue benci sama lo!" Risa berlari meninggalkan Revan.
Risa berlari dan menabrak seseorang. Risa melihat orang itu.
"Lo gakpapa Ris?" Kevin memperhatikan Risa yang mengusap air matanya. Risa nangis? Batin Kevin.
"Gakpapa Kev, gue pergi dulu." Risa terpaksa tersenyum.
Kevin mengangguk dan menuju halaman belakang. Ia melihat Revan sedang duduk di kursi.
"Lo baru ketemu Risa?" tanya Kevin. Revan mengangguk.
"Lo nuduh Risa?"
"Gak Kev, gue cuma memastikan, tapi dia salah paham."
Kevin menghela napas panjang, "Sama aja Van, lo terkesan sedang menuduh."
"Gue bingung." Revan menerawang ke atas.
"Lo tau gak tadi Risa nangis?"
Revan terkejut, "Risa nangis?"
"Tadi dia nabrak gue, dan gue lihat dia nangis, gue gak pernah lihat dia nangis sebelumnya."
Revan menghela napas kasar, "Gue harus gimana Kev?" Revan mengacak rambutnya kasar.
Kevin menepuk pundak Revan, "Gimana apanya? Karena semua udah tau, ya lo terbuka soal hubungan lo dan Rindi."
"Gak semudah itu Kev." Revan menghela napas pelan.
Kevin mengerutkan keningnya. Ia menatap Revan, "Ada lagi yang lo sembunyikan?"
Revan tersenyum tipis, "Sorry, gue belum siap cerita."
"Yaudah, mending kita cari tau dulu siapa yang nyebarin berita tentang lo, dan juga yang neror Rindi, setelah itu lo bisa ambil langkah selanjutnya. Dan kalau bukan Risa, lo harus minta maaf."
Revan mengangguk. Ia saat ini memikirkan dua gadis sekaligus yang telah dibuatnya sedih, Risa dan Rindi.
🍃🍃
Risa mengusap air matanya lagi. Ia terus berjalan tanpa melihat depan, sampai ia menabrak seseorang lagi.
"Maaf."
"Ris, lo--" Arsen mendekati Risa, menangkup kedua pipi Risa dengan tanggannya dan mengangkat wajahnya yang menunduk.
"Lo nangis?"
Risa segera mengusap matanya. Ia benci saat dirinya tidak bisa menahan air matanya untuk jatuh.
"Gue gakpapa Ar, Gue pergi dulu ya." Arsen menarik tangan Risa dan membawanya ke tempat sepi, lapangan basket. Risa dan Arsen tak peduli dengan banyak mata yang menatapnya. Arsen meminta Risa untuk duduk.
"Lo gakpapa?" Arsen memperhatikan Risa.
"Gue gakpapa." Risa tersenyum tipis.
"Lo mau cerita?"
"Gue tadi ngobrol sama Revan. Dia nuduh gue yang nyebarin berita dia pacaran sama Rindi." Risa menunduk, hatinya sakit.
"Gue tau dia gak suka gue, tapi bukan gue, gue gak selicik itu."
"Udah ya gak usah nangis, gue kenalnya Risa itu kuat loh, gue bakal bantu buat nyari tau siapa yang nyebarin beritanya." Arsen mengusap lembut rambut Risa.
Risa mendongak menatap Arsen, "Makasih ya Ar, lo baik banget ke gue." Risa tersenyum tipis.
"Hm, sama-sama Ris, senyum dong."
Risa tersenyum agak kaku, "Lo kenapa sih Ar baik banget ke gue, gue kan nyesel gak temenan sama lo dari kelas 10, kita dekat baru sekarang mau lulus."
"Gue---" Arsen menghela napas pelan, ia harus jujur pada Risa tentang perasaannya.
"Gue suka sama lo Ris." Arsen menatap Risa serius. Ia menahan debaran di dadanya.
"Hah? Lo suka sama gu---" Risa menoleh ke Arsen.
"Lo bercanda ya--" ucap Risa.
"Gue serius Clarisa Anastasia. Gue suka sama lo." Arsen kembali mengusap rambut Risa.
Risa tersenyum kecut, "Kenapa suka gue? gue kan gak pintar kayak lo dan tuh banyak yang ngehujat gue macem-macem."
"Gue gak dengar, gue tau nya ya lo yang di samping gue ini, bukan lo yang di omongin mereka."
"Makasih ya Ar, sorry, gue belum bisa jawab, ada seseuatu yang belum bisa gue ceritain ke lo, maaf." Risa menunduk.
Arsen menangkup pipi Risa lagi dan mengangkat kepalanya agar mendongak menatapnya.
"Gakpapa, kita deket begini aja gue udah seneng, siapa tau nanti lo suka gue kan.." Arsen tersenyum. Risa ikut tersenyum.
"Lepasin Ar, nanti ada yang lihat salah paham ih." Risa melotot pada Arsen.
"iya, ayo masuk kelas," ajak Arsen.
🍃🍃
Istirahat kedua Vanya menemani Risa di selasar sekolah yang sepi. Risa menceritakan semuanya kepada sahabatnya itu. Vanya begitu terkejut dan mengumpat kasar. Berbagai sumpah serapah ia lontarkan, bahkan ia mengabsen nama-nama hewan di kebun binatang.
"Gila, sumpah, suami macam apa dia itu, gue kesel banget Ris, ah pengen gue---"
"Hish, udah dong Nya, mulut lo ya ampun, di denger guru masuk BK lo."
"Kesel gue." Vanya mengerucutkan bibirnya.
"Rindi gimana ya?" tanya Risa.
"Ngapain lo mikirin dia?"
"Gadis itu kan kalem banget, diteror kayak gitu pasti syok banget." Risa menerawang ke atas.
"Heh, pikirin diri lo sendiri Ris, dia itu udah di urus sama suami lo tuh dan Blue Devil. Nah lo? Sebagai istrinya malah di telantarin, di tuduh pula."
Risa tersenyum miris. Vanya benar. Revan memang tak peduli padanya. Dan Rindi harusnya bisa baik-baik saja, Revan pasti menjaganya. Uh kenapa hati gue sakit?
"Lagian ya, tadi Rindi udah di panggil BK, karena pelakunya sudah merusak fasilitas sekolah dan memasukkan sampah di loker, pihak sekolah bakal bantu nyelidikin siapa orangnya, lo pikirin aja gimana lo sama Revan." Vanya menepuk pundak Risa.
"Iya, ini gue juga lagi mikir. Eh cokelat di tas lo tadi gue mau dong Nya." Risa mengedipkan matanya. Setiap ada masalah datang, yang bisa mengembalikan mood Risa salah satunya adalah makan.
"Oh itu.. Boleh."
"Hm, dari siapa? ada pita-pitanya, geli gue lihatnya." Risa terkekeh geli.
"Galih, gak tau deh tu anak tiba-tiba ngasih cokelat."
"Wah si kutu buku mulai beraksi, cepet juga, romantis loh, Deo ketinggalan nih."
"Ngapain bawa-nama Deo, kampret!" Vanya menjitak kepala Risa.
"Lo itu ya, lagi sedih tapi masih begini aja kelakuan." Vanya mencubit pipi Risa.
"Lepas, sakit bego!"
"Iya, iya, habisnya lo gemesin jadi pengen gue cincang."
"Lambemu!" Risa tertawa.
Risa bersyukur saat dirinya down, Vanya selalu mendukungnya. Sahabat terbaik.
🍃🍃
Risa masuk ke dalam rumah hati-hati. Saat ini ia tidak mau bertatap muka atau bicara dengan Revan. Lebih baik ia menghidari suaminya itu.
"Ris.. "
Risa menoleh, mendapati suaminya berdiri di depanya.
"Gue capek, mau ke kamar." Risa mendengus kesal.
"Tunggu, kita harus bicara."
Risa menghela napas kasar, "Ngomong apa?"
"Pernikahan kita." Revan menatap tajam Risa.
Tbc
Revan mau ngomongin apa? Jangan cerai dong 😰😰😰