Jantungku berdetak kencang saat bersamamu
Revano Iqbal
🍃🍃
Risa mengikuti langkah Revan. Ia tahu ini sudah larut malam, tapi Revan merasa harus mengembalikan tas si ibu. Melihat informasi dari KTP si ibu, alamatnya tidak jauh dari tempat mereka. Mereka berjalan kaki, karena memang tidak ada kendaraan, mau pesan kendaraan online pun handphone sudah sekarat.
"Ibu itu tinggal di daerah ini, tinggal nanya alamatnya," ucap Revan.
Beruntungnya, di jam malam begini Risa dan Revan bertemu dengan seseorang dan berhasil mendapat informasi dimana rumah si ibu. Risa dan Revan bergegas mencari rumahnya. Keadaan sangat sepi dan gelap, karena memang sudah larut malam. Risa berhenti, melihat sekitarnya, jarak antar rumah ada kebun yang tidak terawat dan gelap. Risa menelan salivanya. Tubuhnya gemetar. Ia takut. Samar-samar ia seperti mendengar suara aneh, ia melihat ke samping, ada sebatang pohon besar. Risa seperti melihat benda berwarna putih disana. Risa merinding, takut kini menderanya, ia melihat Revan berjalan di depannya dengan santai. Sial, gue takut banget, batin Risa. Risa seperti mendengar suara aneh lagi, ia tidak bisa berfikir jernih sekarang, apalagi benda putih itu tampak menakutkan.
"Es batu.. "
Revan menoleh, ia melihat Risa berlari kearahnya, dan memeluk erat tubuhnya.
Deg
Deg
Jantung Revan berdetak sangat kencang. Risa memeluknya dengan sangat erat. Revan tidak mengerti apa yang terjadi, ia gugup tapi berusaha untuk tenang.
"Lo kenapa?" Revan tidak berusaha melepas pelukan Risa.
Bukanya menjawab, Risa malah mengeratkan pelukannya.
"I.. itu.. sudah hilang belum?"
"Apa yang hilang?" tanya Revan tidak mengerti.
"Hantu.."
"Hah?" Revan memeriksa sekitar, tidak ada apapun.
"Lo modus ya?"
"Gue beneran takut bego!"
Revan bisa merasakan tubuh Risa bergetar, ia yakin gadis itu memang sedang takut.
"Gak ada apa-apa, perasaan lo aja."
"Yang di pohon?"
Revan melihat pohon besar di sebelah kananya.
"Itu cuma kain Marmut!"
Risa melepaskan pelukannya. Dengan takut ia melirik ke arah pohon, dan benar saja itu cuma kain. Kenapa tadi ia seperti melihat bukan sekedar kain? Mungkin rasa lelah dan takut menguasai pikirannya, sehingga ia menjadi lebih sensitif pada penglihatannya.
"Ah iya maaf." Risa menjauh dari tubuh Revan. Ia mulai malu dan merutuki dirinya sendiri. Kenapa harus memeluk Revan? Kenapa tadi ia mendengar detak jantung Revan begitu kencang, apa ia berdebar saat ia peluk? Entahlah.
"Lo beneran gak modus?"
"Enggak, enak aja, gue.. takut."
Risa memelankan suaranya.
Revan menghela napas berat, "Jadi yang katanya jagoan di sekolah, takut ketinggian, takut hantu juga?" Revan tertawa.
"Berisik!" Risa tampak malu sekarang.
"Gue mending ketemu 10 penjahat daripada hantu, ih serem." Risa memeluk dirinya sendiri dan merinding.
"Marmut.. di belakang lo." Raut muka Revan berubah, Risa merinding.
"Apa? Jangan nakutin." Revan melangkah mundur, Risa menelan salivanya, kemudian ia beranikan diri menoleh ke belakang.
"Gak ada apa-apa di belakang lo hahahaha." Revan tertawa dan berjalan ke depan.
Risa yang tidak mendapati apapun di depannya merasa kesal.
"Es batu kampreet." Risa segera berlari menyusul Revan dan memukul lengan cowok itu.
Risa dan Revan tiba di sebuah rumah bangunan jawa. Menurut informasi, ini rumah si ibu yang di jambret tadi. Revan sudah berdiri di depan pintu hendak mengetuknya.
"Lo yakin, bertamu di jam segini?" tanya Risa. Revan mengangguk. Revan mengetuk pintu tersebut. Lama tak ada balasan. Revan berusaha mengetuk lagi. Kali ini sepertinya si pemilik rumah mendengar. Pintu itu terbuka memperlihatkan laki-laki umur 60an berdiri dengan muka tidak ramah. Wajar, sudah jam segini bertamu pasti si pemilik rumah akan terganggu.
"Maaf pak menggangu, saya datang kesini mau menyerahkan tas ibu yang tadi kejambret."
Bapak itu melihat tas yang dibawa Revan, kemudian berteriak memanggil istrinya. Raut mukanya berubah jadi ramah. Mereka menyuruh Risa dan Revan masuk.
"Makasih ya dik, kalian sudah membantu mengambil tas istri saya dari penjambret," ucap suami ibu itu.
Risa dan Revan mengangguk, "Iya pak sama-sama."
Si ibu datang dari dapur membawa dua gelas teh hangat dan cemilan.
"Maaf ya nak tadi ibu bergegas pulang dan tidak menunggu, ibu khawatir ninggalin bapak sendirian di rumah, ibu tadi sudah ikhlas kalau memang bukan rejeki ibu, alhamdulillah masih rejeki."
"Iya bu, alhamdulillah," ucap Risa dan Revan bersamaan.
"Bapak besok mau ke rumah sakit, ibu memang baru ambil uang dari ATM buat berobat besok dik."
Syukurlah, ada rasa lega di hati Risa dan Revan. Keputusan Revan mengembalikan tas si ibu sekarang sangatlah tepat. Revan berpesan pada ibu untuk melaporkan penjambretan itu, dan meminta memeriksa CCTV disana. Si bapak dan ibu mengiyakan dan akan meminta bantuan kepala desa setempat. Risa dan Revan berpamitan, setelah minta tolong bapak dan ibu untuk memesankan taksi online melalui handphone mereka.
"Kami pamit Pak Bu, taksi kami sudah ada di jalan depan."
Bapak ibu itu mengucapkan terima kasih sekali lagi.
Risa mulai merinding lagi, ia berjalan di tempat tadi dirinya memeluk Revan. Entah kenapa ia jadi takut. Duh begini lagi, takut banget gue, batin Risa.
Revan berjalan di depan, ia menoleh dan mendapati Risa yang berjalan lambat sambil menoleh kesana kemari. Revan berbalik menuju Risa dan berhenti di depannya. Gadis itu berjalan tanpa melihat depan dan menubruk tubuh Revan.
"Ngapain? Jalan lama banget?"
Risa mendongak mendapati Revan dengan tatapan seperti biasanya.
"Ah iya, maaf, ayo jalan."
Revan menarik tangan kiri Risa dan mengenggamnya. Risa terkejut dan diam saja.
"Kalau takut, ngomong!" Revan menarik tangan Risa.
Risa tersenyum dan diam saja mengikuti langkah Revan. Luar biasa genggaman tangan Revan membuatnya tidak takut lagi.
🍃🍃
Akhirnya mereka sampai di hotel. Revan dan Risa bergegas menuju kamar mereka. Revan mengetuk pintu kamar Nadia tapi tak ada respon sama sekali. Dan sialnya handphone Revan mati. Mereka mencoba mengetuk beberapa kali, tapi tetap tak ada jawaban. Mereka pergi ke resepsionis dan meminta untuk menelepon kamar Nadia, dan Nihil, tak ada jawaban.
Akhirnya mereka menuju kamar hotel lagi, tidak ingin merepotkan pegawai hotel.
"Gimana dong, udah capek banget ini," ucap Risa.
"Ya mau gimana lagi lo tidur di kamar gue."
"Hah? lo bercanda ya?" Risa merinding.
"Kalau gak mau ya tidur aja di luar."
"Kok tega."
"Terserah lo, gue buka kunci, lo gak masuk gue tutup!" Revan bersiap membuka kamarnya.
Risa melotot, tapi tak ada pilihan lain. Ia akhirnya mengikuti Revan masuk ke kamarnya.
Tbc
Duuuuh, sekamar bareng akhirnya.. Hahahaa
Jangan lupa vote dan comment ya ka.. Makasih..