Aku harus bisa mengembalikan keadaan seperti sebelumnya, karena aku tahu kita tidak akan pernah bisa menjadi lebih dekat
Clarisa & Revano
🍃🍃
Hari-hari berikutnya, Risa dan Vanya di sibukkan dengan tugas Sejarah. Mencari buku di perpustakaan dan mengerjakan tugas di kafe terdekat menjadi rutinas mereka setelah pulang sekolah.
Saat ini mereka sedang di Albana coffee. Risa membuka lembar demi lembar buku yang baru saja di pinjamnya dari perpustakaan pagi tadi, sementara Vanya menggerakkan jarinya di tombol-tombol berderet huruf abjad pada laptopnya.
"Hasil sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945---"
"Berhenti dulu ya Ris, gue haus, tangan gue juga udah keriting nih." Vanya mengibaskan tangannya. Mereka sudah satu jam di kafe mengerjakan tugas.
"Oke, minum dulu, istirahat, lanjut besok gakpapa deh." Risa menutup bukunya dan mengambil minumnya yang tinggal setengah gelas.
"Ahhh, seger, mata gue ya ampun, capek banget di depan layar mulu, butuh vitamin see nih Ris, coba ada cowok-cowok ganteng kesini." Vanya menutup laptopnya dan mulai berhayal.
"Tuh ada cowok." Risa menunjuk ke salah satu meja yang agak jauh dari meja mereka.
"Sialan!" Vanya mendengus kesal, yang ditunjuk Risa adalah om-om berumur sekitar 45 tahun dan sedang duduk sendiri menikmati secangkir kopi. Risa cekikikan melihat ekspresi kesal Vanya.
Tak lama kemudian pintu kafe terbuka, ada beberapa orang yang akan masuk ke dalam kafe. Vanya tampak semangat.
"Vitamin see Ris," ucap Vanya semangat.
Risa menoleh memperhatikan siapa yang masuk ke kafe.
"Sialan." Vanya mendengus kesal mengetahui Blue Devil yang masuk ke dalam kafe. Risa memperhatikan Revan, padangan mereka bertemu, namun Risa segera memalingkan muka. 4 orang itu duduk tak jauh dari meja Risa dan Vanya.
"Hah, kenapa mereka lagi, jengah gue." Vanya mencebikkan bibirnya.
"Yaudah gak usah perduliin mereka." Risa memandang ke arah lain.
"Psssttt.. Ada Risa dan Vanya." Deo sedikit berbisik.
"Ngapain coba bisik-bisik." Daffa menghela napas.
"Gakpapa sih, ada mereka jadi pengen gue gangguin, udah lama kayaknya gak lihat muka juteknya si Vanya." Deo tersenyum miring. Kevin baru datang dari memesan minuman.
"Udah biarin aja De, gak usah bikin ricuh," Ucap Revan dengan ekspresi datarnya. Deo mengangguk.
"Eh De, lo kemarin jadi deketin anak kelas 10 itu?" Daffa tiba-tiba teringat Deo yang mengincar anak kelas 10.
"Jadi, cantik sih cuma agak jutek, gue suka kok." Deo meringis, memperlihatkan deretan giginya yang putih.
"Jangan aneh-aneh lo De, anak kelas 10, masa depannya masih panjang jangan lo rusak, kasihan." Kevin tertawa mengejek.
"Anjir, gue apain dah, gue gak ngapa-ngapain, orang kenalan doang, mana berani gue.. Ah sudahlah." Deo mengambil minum yang baru saja di antar pelayan kafe.
"Noh, pikirannya kemana-mana." Daffa memukul pundak Deo.
"Gue masih polos kale, gue kan anak baik, manis, gak sombong, pintar menabung, rajin berdoa pula, ya Tuhan ampuni dosa-dosa sahabat eike yang suka bully eike tapi eike sayang Aamiin." Deo meniru gerakan berdoa.
"Najis!" Vanya yang daritadi mendengar percakapan mereka, reflek ikut berkomentar.
Deo menoleh, ia melotot pada Vanya, "Eh lo, nguping ya? Bukan urusan lo, gak usah ikut komentar!"
"Eh, gue gak ngomong sama lo ya, PD banget situ." Vanya ikut melotot.
Deo berdiri, "Gak usah ngeles, gue tau lo barusan ngejek gue."
Vanya ikut berdiri, "Males banget gue, ngapain coba." Vanya melipat tangannya di dada.
Risa menghela napas panjang, sementara Daffa, Kevin dan Revan hanya melihat pertengakaran Deo dan Vanya, pemandangan yang sudah biasa mereka lihat. Sementara pelanggan dan pelayan kafe ikut memperhatin pertengkaran dua remaja itu.
"Kalian ini bertengkar terus, gue yakin kalian jodoh." Daffa menatap keduanya bergantian.
"Ogah!"
"Ogah!" Vanya dan Deo mengucap bersamaan.
"Nah tu kan kompak, jodoh emang." Kevin tertawa, yang lainnya ikut tertawa juga.
"Males banget!"
"Gue juga males, Ris gue mau ke toilet, sebelum otak gue terbakar." Vanya melangkahkan kakinya menuju toilet. Pertengkaran selesai, Deo kembali duduk dan mengobrol dengan sahabat-sahabatnya. Risa kembali membuka handphone nya sembari menunggu Vanya. Revan melirik ke arah Risa, kemudian menggeleng dan kembali memperhatikan ketiga sahabatnya.
"Hai cantik." Seseorang duduk di meja Risa. Risa mendongak melihat cowok di depannya. Wajahnya asing, dia juga memakai seragam berbeda dengannya.
"Maaf, ada apa ya?" Risa berusaha seramah mungkin.
"Gue Alfa dari SMA Gemilang, gue daritadi ngelihat lo."
Aduh, dia mau ngapain, risih gue, batin Risa.
"Lo cantik Risa." Alfa melihat name tag pada seragam Risa.
"Makasih." Risa terpaksa tersenyum.
Revan dan ketiga sahabatnya memperhatin meja Risa.
"Siapa yang di meja Risa?" tanya Kevin.
"Gak tau, dari SMA lain, lagi menggoda Risa sepertinya." Daffa masih memperhatikan meja Risa.
"Kalau di pikir-pikir Risa emang cantik, cuma sedikit tomboy aja dan gak mau dandan," ucap Deo. Revan melirik kembali ke arah Risa, ia melihat ekspresi tidak nyaman Risa.
"Salah orang tuh bocah, di tonjok Risa baru tau rasa." Daffa merinding.
"Tapi Risa masih diam aja." Kevin kembali memandang ke meja Risa.
Di meja Risa.
"Minta nomer HP nya dong cantik." Alfa masih bertengger di meja Risa.
Risa melirik jengah ke arah Alfa, ia berusaha menahan dirinya untuk tidak menggunakan kekerasan.
"Maaf, gue gak bisa."
"Sombong amat lo, gak usah sok jual mahal, gue tau lo pasti sama murahannya kayak cewek-cewek lainnya." Alfa memandang marah ke arah Risa.
"Jaga bicara lo ya!" Risa berdiri menggebrak meja, emosinya tersulut.
"Galak juga, menarik sih." Alfa berdiri dan mendekat ke arah Risa, namun Risa tetap bertahan di tempatnya, tidak ada takut sama sekali di raut wajahnya.
Alfa tersenyum miring melihat ekspresi Risa, saat tubuhnya sangat dekat dengan Risa, tiba-tiba badannya di tarik ke belakang oleh seseorang. Alfa hampir terjatuh, ia mendongak melihat siapa yang menariknya ke belakang. Revan sudah berdiri dengan tatapan marah,
"Kurang ajar, siapa lo?"
"Gak penting, jangan buat keributan di tempat umum!"
"Cih, sok jagoan." Alfa tersenyum mengejek.
"Pergi, atau lo berurusan sama banyak orang." 3 sahabat Revan berdiri menatap marah pada Alfa.
"Ck, bangsat!" Alfa melirik ke arah Risa kemudian pergi meninggalkan kafe.
Revan menoleh ke arah Risa. Gadis itu tidak berkata apapun,
"Lain kali jangan diam aja, udah tau dia kurang ajar." Revan menatap intens kepada Risa.
"Bukan urusan lo, gue juga gak butuh bantuan lo." Risa mendengus kesal kemudian kembali duduk di kursinya.
"Makasih sama gue!"
"Dih males."
"Jangan seenak jidat lo."
"Gue gak dengar!"
"Lo yaa.. " Revan meredam amarahnya.
"Terserah lo!" ucap Revan sembari kembali ke tempat duduknya. Kevin sudah berada di resepsionis kafe untuk meminta maaf atas keributan yang dilakukan sahabatnya.
Vanya yang baru kembali dari toilet menatap heran kepada Risa dan Blue Devil. Vanya memang mendengar ada keributan di luar saat berada di toilet, namun ia tidak bisa keluar karena perutnya tidak bisa di ajak kompromi.
"Pssst..ada apa?"
"Keributan kecil."
"Oh, ayo pulang, gue bayar dulu ya."
Risa mengangguk. Risa melirik ke arah Revan, ia bersyukur hubungannya dengan Revan kembali seperti semula. Hubungan mereka ya begini, seperti air dan minyak, tidak bisa berdamai dan bersatu.
Revan juga melirik ke arah Risa. Ia harus tetap mempertahankan hubungan yang seperti ini, seperti dulu. Ia tidak boleh memiliki perasaan lain kepada Risa. Ia hanya boleh fokus pada Rindi. Revan menghela napas panjang.
Sejak tadi Kevin terus memperhatikan Revan. Kevin mengerutkan keningnya, ia benar-benar ingin bertanya banyak hal pada Revan.
Tbc
Nih penampilan Risa kalau di Sekolah
Jangan lupa vote dan comment ya ka, matur nuhun.