Kamu baik juga manis,
dan aku suka
Arsenio
🍃🍃
Risa berdiri di halaman sekolah bersama Vanya. Ia melihat murid-murid berhamburan keluar dari sekolah, ada yang keluar gerbang dengan kendaraan mereka, ada pula yang berjalan kaki lalu menunggu jemputan atau bus. Vanya berpamitan pulang duluan karena bus sudah datang.
"Gue pulang dulu, lo baik-baik sama Arsen, gue doakan semoga jodoh. Dan jangan lupa, lo hutang cerita ke gue." Vanya berlari keluar gerbang sambil melambaikan tangan.
Risa tersenyum dan mengangguk. Saat jam istirahat kedua, Risa ingin cerita kepada Vanya tentang dirinya yang merasa aneh akhir-akhir ini jika berdekatan dengan Revan, namun ia harus ke ruang guru karena di panggil wali kelas mereka. Vanya tampak kesal karena penasarannya tidak terjawab saat itu.
"Marmut."
Risa menoleh, ia melihat cowok dengan tinggi 180 cm berjalan ke arahnya. Cowok tampan dengan sikap dinginnya. Cowok yang popular dan digandrungi banyak siswi bahkan guru di sekolah.
"Apa?" tanya Risa jutek.
"Pulang bareng gue! gue mau ngomong."
"Gak bisa, lo pulang aja sendiri, gue---"
"Hai Ris." Tanpa mereka sadari Arsen sudah berada di samping Risa.
"Hai Ar." Risa tersenyum menatap Arsen.
Revan merasa di acuhkan, ia melihat dua orang di depannya dengan tatapan kesal.
Ngapain nih bocah kesini? Batin Revan.
"Hai Van, lo ada perlu sama Risa juga?" tanya Arsen.
Risa menatap Revan. Sementara Revan malas menanggapi karena tiba-tiba ia kesal dan ingin marah. Kenapa?
"Enggak, gue hanya lewat dan menyapa musuh bebuyutan, yaudah gue pergi dulu." Revan berjalan menjauh dan meninggalkan tanda tanya di kepala Risa.
Es batu kenapa? Aneh banget, Batin Risa.
"Ris, gue ambil motor ya, lo tunggu di sini"
"Oke Ar."
Tanpa mereka sadari, ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka. Bahkan dua gadis itu memperhatikan sejak Revan datang menemui Risa.
"Sok kecantikan banget sih, sampe dua most wanted sekolah ini menemuinya," ucap gadis bernama Alessa, teman Arsen satu Kelas.
"Bener banget Sa, males lihatnya," ucap gadis bernama Karin di samping Alessa.
"Tunggu di sini, gue mau ke tempat Risa."
"Eh mau ngapain Sa?" Karin khawatir dengan Alessa. Ia tahu Alessa bisa bersikap arogan jika miliknya diganggu seseorang. Karin hanya diam menatap sahabatnya menghampiri Risa.
****
Risa memutar bola matanya bosan. Entah kenapa Arsen belum muncul juga dari parkiran.
"Risa!" Alessa berteriak.
Risa menoleh, melihat seseorang yang melotot kearahnya.
"Ada apa?" tanya Risa jutek, ia membalas tatapan Alessa dengan ikut memelototinya.
"Lo itu---." Alessa berhenti berbicara karena tiba-tiba Arsen datang dengan motor sport nya.
"Alessa?" Arsen menatap Alessa dan Risa bergantian.
"Hai Ar, gue nyapa Risa, Eh lo mau pulang ya, gue bareng lo ya, gue gak di jemput nih." Alessa menatap Arsen dengan tatapan manja.
Risa melotot, dalam sekejap sikap Alessa berubah kalem saat berbicara dengan Arsen.
"Sorry Sa, gue gak bisa, gue udah janji sama Risa buat pulang bareng."
Alessa cemberut, ia menatap Risa dengan tatapan jengkel, "Lo kenapa sih Ar, gue ajakin pulang bareng selalu gak mau, ngapain juga lo pulang sama dia." Alessa menunjuk Risa, "Dia kan suka bikin masalah, lo bisa-bisa ikutan bermasalah."
"Maksud lo gimana tadi?" Risa menatap jengkel pada Alessa.
"Alessa, lo pulang sana, udah ditungguin sama supir lo tuh di depan, gue pulang sama Risa, ayo Ris." Arsen meminta Alessa segera naik ke motornya.
Risa tersenyum mengejek pada Alessa "Bye. " Risa naik ke motor Arsen dan menjulurkan lidahnya.
Alessa kesal dan membanting tasnya. Karin yang sejak tadi memperhatikan dari jauh menghampiri Alessa.
"Awas ya lo Ris, gue bales nanti."
🍃🍃
Risa dan Arsen sampai di Albana coffee yang searah dengan tempat tinggal mereka. Arsen memesan minuman sementara Risa menunggu di kursi. Keadaan kafe masih sepi, tapi sudah ada beberapa meja yang terisi.
"Ngelamun?" kedatangan Arsen mengagetkan Risa.
"Enggak kok, gue masih kepikiran tadi aja, fans lo tuh, bikin gue sesak napas." Risa tertawa, Arsen juga ikut tertawa.
"Alessa emang gitu, gak usah di pikirin," ucap Arsen bersamaan dengan waiter datang, memberikan minuman dan makanan di meja Arsen dan Risa.
Arsen menatap Risa, "Lo mau ngomong atau nanya sesuatu gitu?"
Risa yang sedang minum langsung kaget, hampir tersedak. Benar kata Vanya, orang pinter mah bisa menebak situasi, batin Risa
"Duuh, ngomong sama orang pinter, belum apa-apa niat terselubung gue ketahuan." Risa tertawa dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Arsen tertawa, "Yaudah katakan saja, santai kali sama gue."
"Eh beneran?" tanya Risa tak percaya, laki-laki di depannya ini sungguh ramah dan baik.
Arsen mengangguk dan meminum cokelat hangatnya, "Tapi ada syaratnya."
"Hah, syarat?" Risa mengerutkan keningnya.
"Jangan mikir aneh-aneh, gue bukan badboy kok." Arsen tertawa.
"Lo nanya ke gue satu pertanyaan, gue boleh nanya ke lo satu pertanyaan juga, setuju?"
Emang pinter nih bocah, batin Risa.
"Oke." Risa setuju.
"Lo mulai duluan aja."
"Gue mau nanya tentang temen lo, namanya Rindi." Risa melihat Arsen mengerutkan keningnya.
"Rindika Yasmin?" tanya Arsen, Risa mengangguk.
Kenapa Risa ingin tahu tentang Rindi?, batin Arsen.
"Mungkin gue gak bisa kasih tau banyak, tapi gue lumayan kenal dia."
Risa manggut-manggut, "Hmm..dia itu punya masalah apa? Lo tahu? Gue ketemu dia di ruang guru, dia seperti sedang tertekan sesuatu."
"Jujur saja untuk masalah di keluarganya gue gak tahu, karena memang dia tertutup, jarang berinteraksi dengan teman sekelasnya. Setahu gue dia sekarang dekat dengan Louren, itupun juga baru-baru ini karena mereka ikut olimpiade yang sama. Gue pernah ngobrol beberapa kali, tapi ya sebatas tanya masalah pelajaran di kelas, gak lebih dari itu, dia itu susah untuk diajak bicara," jelas Arsen.
"Apa dia juga pernah jadi korban bullying?" tanya Risa.
"Dulu pernah, Alessa dan Karin sering membullynya, tapi gue minta Alessa untuk menghentikannya, setahu gue sekarang udah enggak."
Oh manusia planet si Alessa itu, benar-benar kurang ajar, batin Risa.
"Dua pertanyaan ya? Gantian gue." Arsen menatap tajam Risa. Risa menghela napas berat, kemudian mempersilahkan Arsen untuk bertanya.
"Kenapa lo suka berkelahi?"
"Hah? Oh.. Hmmm.. Gue sebenarnya bukannya suka berkelahi, tapi itu sebagai bentuk pertahanan diri, lo gak pernah lihat gue tawuran kan? Ya karena memang gue gak se badgirl itu." Risa tersenyum singkat.
"Oke, pertanyaan kedua, gimana dengan kata kebanyakan orang kalau lo itu angkuh dan berbahaya?"
Risa tertawa, "Hah? Gue angkuh sih mungkin iya, emang gue jutek sama yang gak kenal. Kalau berbahaya? Emang lo pikir gue berbahaya?"
Arsen menggeleng.
"Emang gue pembunuh apa? Aduuh, ketawa jadi sakit perut gue Ar, ada-ada saja sih." Risa tertawa.
"Padahal gue lihatnya lo itu ramah periang dan manis." Arsen menatap Risa dan tersenyum.
"Hah?" Risa terkejut dengan perkataan Arsen.
"Duh, kepala gue jadi membesar nih." Risa memegang kepalanya. Arsen tertawa.
"Tanya satu lagi ya? Lo sering gak lihat Rindi terluka entah itu tangan atau bagian tubuh lainnya?"
Arsen mengangguk, "Beberapa kali emang gue lihat dia terluka, di tangan, kaki, bahkan di wajahnya. Pas gue tanya bilangnya terjatuh. Tapi gue yakin itu semacam luka pukulan atau kekerasan lainnya. Tapi gue gak berani nanya lebih jauh, kalau dari bully di sekolah kayaknya gak sih." Arsen mengerutkan keningnya tampak berpikir sesuatu. Risa hanya mengangguk.
"Gue ganti tanya, kenapa lo nanya ini semua?" Arsen menatap tajam Risa.
"Gue.. gue cuma penasaran aja, dia gadis yang kalem dan terlihat banyak tekanan dalam hidupnya, gak tau kenapa gue sedikit peduli." Risa tersenyum miris. Arsen tersenyum dan mengusap rambut Risa.
"Sudah gue duga, lo emang sangat peduli dengan orang lain." Risa terkejut dengan apa yang dilakukan Arsen, kemudian ia tersenyum. Risa mulai nyaman berbicara dengan cowok di depannya.
Tbc
Follow, vote dan comment ya ka 🐥🐥🐥