Sudah hari kelima. Blaire sejak tadi cemas dan terus berada di kamar mandi sambil mencuci wajahnya dan menatap dirinya di cermin. Dia sangat ingin memberitahu ramalan itu pada mereka, tapi janjinya pada Clare tidak bisa diingkari. Clare akan sangat marah.
Jangan pernah menganggap Clare remeh. Walau selama ini Clare tidak pernah marah pada siapapun, tapi dia sudah seperti singa yang tertidur. Dia tidak akan terganggu dengan satu atau dua gangguan. Tapi jika berlebihan, dia akan meledak saat itu juga. Bisa saja caranya marah sama seperti ketika Clare kehilangan kendali. Bukankah itu mengerikan? Bahkan Vrochis nyaris mati.
Alasan itulah yang membuat Blaire semakin bingung. Dia tidak ingin membuat Clare marah atau akibatnya tidak bisa dibayangkan.
"Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada Clare. Dia harus memberi tahu mereka. "Aku akan memberitahu mereka."
Blaire membuka pintu dengan terburu buru meraih pintu kamar untuk memberitahu teman temannya, tapi langkahnya terhenti mendengar suara seseorang di kamarnya.
"Kau terlihat terburu buru sampai tidak melihatku."
Blaire membeku. Jelas dia sangat mengenali pemilik suara tersebut yang dia dengar setiap hari. Dia mengarahkan pandangan ke seorang gadis yang tengah duduk di kursi sambil bersandar menatapnya.
"Clare, kau disini?" Blaire gugup. Terpaksa dia mengurung niatnya karena kehadiran Clare yang tiba tiba.
"Sepertinya bukan aku orang yang ingin kau temui."
Blaire menghampirinya dan memperhatikan Clare yang tampak berbeda. Dia hanya merasa temperamen Clare kali ini berbeda, sangat jauh dibandingkan dengan sebelumnya.
"Kau datang untuk darah Vrochis?" Blaire menebak.
"Aku tahu kau pintar, tapi setidaknya jangan berpikir sejauh itu. Aku datang untuk bertemu denganmu," katanya kemudian berdiri menghadap Clare. "Aku tahu darah Vrochis tidak mungkin ada padamu, untuk apa aku memintanya darimu?"
"Kenapa kau datang dan pergi tiba tiba? Semua orang menunggumu kembali sejak kemarin. Ayo ikut aku, kita selesaikan bersama sama." Blaire meraih lengan Clare namun Clare tidak bergerak dari tempatnya.
"Blaire, aku ingin bicara berdua denganmu." Raut wajah Clare menjadi serius.
Blaire mengerutkan kening dalam dalma. Perasaannya mulai tidak enak. "Apa?"
Clare melangkahkan kaki ke arah Blaire lebih dekat. "Kau tahu terlalu banyak, aku tidak bisa membiarkannya. Kau pikir aku tidak tahu apa yang ingin kau lakukan?"
Blaire menegang seketika. Rupanya kedatangan Clare untuk ramalan itu, bukan darah Vrochis. Ini benar benar membuat Blaire kacau. "Apa yang ingin kau lakukan?"
"Aku ingin mengambilnya kembali. Biar hanya aku yang tahu. Kau tersiksa selama ini, kan?" Iris mata Clare berangsur angsur berubah menjadi emas membuat Blaire takut.
"Clare—"
"Maafkan aku." Katanya seraya mengangkat tangan ke arah kepala Blaire.
Blaire terus mundur sampai terpojok. Dia tidak ingin Clare menghapus ingatannya tentang ramalan. Tapi dia tidak bisa melawan, tubuhnya seakan membeku tidak bisa digerakkan.
Tangan Clare sampai ke kedua pelipis Blaire. Perlahan, mata emas Clare semakin cerah sehingga mata Blaire ikut menjadi cerah. Blaire tidak bisa melakukan apapun, perlahan matanya memutih selama memorinya terkuras.
"Maaf, aku tidak bisa membiarkanku memberitahu mereka. Biar aku yang merasakannya sendiri."
Setelah mengatakannya, Clare menarik kembali lengannya dan pergi melalui jendela tanpa jejak.
Tepat setelah kepergian Clare, kesadaran Blaire kembali dan matanya kembali cokelat seperti biasa. Pandangannya kosong sebelum akhirnya dia mengerjap mata seakan telah terlahir kembali.
"Apa yang ingin aku lakukan tadi?" gumamnya sambil memijat-mijat kepala yang terasa pening. Dia telah melupakan beberapa hal.
Tidak ingin berpikir lebih banyak, dia keluar dari asrama dan disuguhkan oleh dua temannya yang masih menunggu di lobby. Mereka menunggu kedatangan Clare dengan cemas sambil melihat pintu depan berkali kali.
"Lama sekali kau keluar, apa yang kau lakukan?" Jules berkomentar.
"Aku butuh waktu di kamar mandi," sahut Blaire kemudian terdiam memikirkan sesuatu. Dia merasa ada hal penting yang dia lupakan. Dia bergumam, "Apa aku telah melupakan sesuatu?"
"Kau jadi pelupa rupanya, aku baru tahu." Zoya mengejek.
"Lupakan, aku ingin pergi mencari Clare. Ini hari kelima, ingat itu." Jules menegaskan dan pergi ke arah pintu. Rupanya disana sudah ada empat senior yang sedang menghampiri mereka bertiga membuat Jules mengurung niatnya keluar markas. Mereka datang seharusnya membawa kabar.
Blaire dan Zoya berdiri di sebelah Jules membuatnya harus ditengah tengah, melihat empat senior yang datang entah membawa kabar baik atau buruk.
Luke bicara, "Hanya ada satu cara agar dapat membunuh Vrochis dengan bantuan darahnya sendiri—"
"Katakan!" Jules dkk berkata bersamaan saking cemasnya. Mereka sungguh cemas dengan keadaan Clare yang kepalanya sudah seperti batu berlian.
"Makhluk abadi lain. Kita akan ke hutan sekarang."
"Sekarang?! Bagaimana dengan Clare?" Zoya masih cemas soal keberadaan Clare yang tidak jelas.
"Salah satu dari kalian harus menunggunya." Louis memberitahu solusi.
Pandangan Jules dan Blaire terarah pada Zoya bersamaan. Sudah jelas maksud mereka berdua yang menyuruh Zoya menunggu kedatangan Clare di markas sendirian.
"Kenapa aku!" Zoya tidak setuju.
"Tidak perlu menunggu, aku disini."
Pandangan mereka teralih ke arah pintu dimana terdapat sosok gadis pirang berdiri dengan ekspresi yang sulit diartikan. Lebih tepatnya, lebih ke arah tidak berekspresi membuat mereka merasa berbeda.
"Clare...." Zoya langsung menghampiri Clare yang masih diam di tempatnya. "Kemana saja kau selama ini?"
Clare tersenyum. "Pulang."
"Pulang?" sahut Zoya menjatuhkan rahang. Percuma dia mencemaskan siang dan malam. "Kenapa tidak bilang sejak awal? Kami mencemaskanmu."
"Tidak ada yang perlu dicemaskan," kata Clare kemudian melangkahkan kaki ke arah Luke. "Aku kembali untuk satu hal. Kau tidak bisa menyembunyikan apapun lagi dariku."
"Aku tahu yang kau maksud, tapi aku tidak bisa menurutimu untuk kali ini."
Clare mengerti alasannya, tapi Clare juga memiliki alasan lain yang lebih penting. Bagi Clare, nyawa Marine dan Clark lebih penting dibandingkan nyawanya yang sudah ditakdirkan dalam ramalan. Clare merasa tidak memiliki pilihan.
"Jika kau berada diposisiku, kau juga akan melakukan hal yang sama. Berikan itu padaku."
"Selagi ada jalan lain, aku tidak akan menyerah begitu saja."
"Tidak ada jalan lain, Luke. Kau ingin mengorbankan monster lain, tapi itu sama saja memberi orang tuaku posisi yang berbahaya," sahut Clare tidak tahu harus bagaimana lagi. Dengan terpaksa, dia mengeluarkan kekuatannya dari tangan dan iris birunya menjadi emas sebagai peringatan agar semuanya selesai. "Aku tidak ingin itu terjadi. Aku tahu aku egois, jangan paksa aku."
"Clare...." Teman temannya itu sudah merasa panik. Melihat cahaya emas yang keluar dari tangan Clare membuat mereka bergetar.
"Kau tahu aku juga keras kepala," kata Luke. Seketika iris birunya berubah menjadi biru terang yang lebih pekat menciptakan udara dingin yang membuat semua orang bergidik ngeri.
Ini pertama kali mereka — termasuk Clare — melihat Luke menggunakan kekuatan sesungguhnya menyebabkan punggung mereka mendingin.
"Apa mereka akan bertarung disini?" Zoya berbisik dengan takut-takut.
"Gawat, aku pikir seperti itu." Jules semakin panik.
Clare sudah bergetar, ini kali pertamanya berhadapan dengan Luke dalam pertarungan. Walau Clare cukup kuat, tapi pengalaman bertarungnya jauh berbeda bagai langit dan bumi.
Iris emas Clare terarah pada Zoya seakan melihat sesuatu. Jarinya bergerak diam-diam sehingga menciptakan aliran emas yang melayang diudara menarik sesuatu dalam tas Zoya ke tangan Clare. Itu adalah darah Vrochis.
Mereka semua terkejut. Itu terjadi begitu saja tanpa disadari menambah kewaspadaan semua orang. Tidak disangka Clare akan secepat itu mengambil darah Vrochis tanpa disadari.
"Aku sudah mendapatkannya, jangan halangi aku."
Sreeet
Alangkah terkejutnya Clare mendapati tangannya kosong. Rupanya darah Vrochis sudah ada ditangan Luke dalam satu kedipan mata. Clare tidak menyangka ini akan terjadi. Bahkan keenam penonton juga melotot sampai tidak berkedip.
"Kau pikir hanya kau yang bisa?" kata Luke. Ingin sekali dia menghancurkan benda di tangannya sekarang juga tapi dia tidak boleh melakukannya demi keselamatan Marine dan Clark.
"Kalau begitu maafkan aku," gumam Clare mengayunkan tangannya menciptakan tebasan cahaya emas yang menyerang ke arah Luke.
Duarr
Luke menghindarinya dengan tepat sehingga cahaya emas itu meledakkan dinding kokoh di belakangnya.
Clare kehabisan kesabaran, dia melancarkan serangan kembali berturut turut sehingga terjadi ledakan di lobby markas berkali kali lipat.
"Oh tidak, 5 juta dolar!" Zoya meneriaki uang yang hilang karena kekacauan ini.
"Bodoh," umpat Eryk.
"Kalian yang bodoh! Aku sebagai fasilitator harus menggantinya tahu!" Zoya geram sambil menarik telinga Eryk yang mengatainya 'bodoh'.
Barang barang sudah berceceran dimana mana dalam keadaan rusak namun tujuannya tetap tidak didapatkan. Clare menghentikan serangan sihirnya mengingat kemampuan Luke yang tahan terhadap sihir dan memilih menggunakan serangan fisik yang dikombinasikan dengan sihir.
Kedua energi saling menyelimuti tubuh masing masing disertai bekas serangan kedua belah pihak. Clare berfokus pada botol berisi darah tersebut untuk mengambilnya, namun Luke menggantikannya tanpa menyakitinya.
"Hei! Kalau bertarung jangan didalam!" Zoya semakin bawel sampai sampai kakinya diinjak oleh Blaire dengan keras.
Clare dan Luke tidak menghiraukan ocehan Zoya yang tidak penting bagi pertarungan mereka. Intinya mereka harus mencapai tujuan masing masing namun itu lebih mudah diucapkan dibandingkan dilakukan. Pertarungan mereka tidak membuahkan apapun selain energi yang terkuras.
Clare tidak kehabisan akal menghadapi kecepatan Luke yang melebihi dirinya. Tiap serangannya terus dicekal sehingga Clare memutuskan untuk menggunakan sihir secara boomerang.
Sihir yang dikeluarkan Clare berbalik arah menyerang punggung Luke, dengan cepat Luke menyadari dan menghindar namun serangan lainnya muncul menyebabkan botol yang dia pegang terlepas dari genggamannya.
Botol kecil yang jadi perebutan dan penentu itu bergelinding menjauhi mereka. Luke ingin mengambilnya kembali, namun Clare langsung melancarkan serangan jarak dekat membuat mereka berdua melayang melewati pintu kaca yang pecah karena mereka berdua.
Luke mendapatkannya, namun Clare hanya menyisakan luka sayatan kaca di lengannya. Kini mereka sudah ada diluar.
"Uang Kuuuuu!" Zoya semakin histeris dan langsung ditempeleng lima lainnya. Anak ini selalu mencari keributan sendiri.
Luke yang melihat darah Clare keluar karena luka sayatan menjadi tidak tega, tapi ekspresinya tetap datar seakan tidak peduli. Wajah dan hati sangat berbeda. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak memiliki ekspresi lain.
"Kembalilah, kau sudah banyak menghabiskan tenaga." Luke mencoba menyelesaikan keadaan dengan baik, tapi Clare tetap keras kepala.
Clare menggeleng pelan. "Kau tidak mengerti." Setelah mengatakannya, dia langsung melayang di udara melancarkan serangan lanjutan pada Luke.
Cahaya emas muncul dari kedua tangan Clare yang melayang di udara dan diluncurkan ke arah Luke. Perisai biru menahannya sampai terjadi tekanan disekitar yang membuat enam penonton mereka menahan napas.
Clare menyelesaikan serangannya merasa tidak cukup menembus pertahanan Luke. Saat itu juga tekanan semakin kuat dan cahaya emas bertebaran seperti angin yang terhalang dinding tebal. Enam penonton mereka terkena sisa serangan yang menyebar tersebut nyaris terpental jika Louis tidak mengambil alih pertahanan dengan memunculkan api yang berkobar menghalangi sisa serangan.
Ketika api yang dibuat Louis lenyap, Clare menghilang dari pandangan mereka. Hanya ada Luke yang masih berdiri sedangkan Clare tidak ada.
"Kemana Clare?" Xavier mengedarkan pandangan begitu juga dengan yang lain.
Luke juga mencari keberadaan Clare yang tiba tiba menghilang setelah cahaya emas yang menutup pandangan lenyap. Kemudian, dia merasakan kehadiran seseorang di belakangnya dan segera berbalik. Dia mendapati Clare tiba tiba meluruskan tinjunya. Dengan cepat Luke menghindar ke samping kemudian memutar lengan Clare yang sedang berusaha mengambil botolnya kembali.
Clare tidak tinggal diam lengannya ditahan. Dia melompat kemudian menyikut Luke hingga terkena dadanya. Clare tidak tahu tubuh Luke terbuat dari apa sehingga tulangnya ikut merasakan sakit ketika menyikutnya walau itu berhasil membuat Luke melepas genggamannya dan termundur. Jika itu temannya yang lain, mungkin sudah terpental.
"Clare...."
Tidak!
Clare panik ketika mendengar suara bisikan Vrochis. Ini adalah hari kelima, dia harus segera mendapatkannya apapun resikonya. Jika saja hari ini lewat tanpa melakukan apapun, Marine dan Clark semakin dalam bahaya.
Tapi Clare tidak ingin menggunakan upaya terakhirnya yang akan membuat Luke terluka. Tapi Clare tidak memiliki pilihan lain agar mendapatkan kembali darah Vrochis.
Sebuah cahaya emas muncul di kedua tangannya dan disatukan menjadi sebuah sinar emas yang cukup besar. Semakin lama, energi Clare semakin habis yang akan membuat dirinya sendiri semakin dalam bahaya.
Clare ingat tentang serangan penyihir tua waktu itu. Saat itu, Clare menggunakan cara ini untuk membunuh penyihir tua dan membuatnya diambang kematian. Kali ini dia harus melakukannya lagi.
Clare menutup mata, merasakan jiwanya yang terpisah dari tubuh. Sakit, itu yang dia rasakan seakan nyawanya telah tercabut. Tubuhnya diselimuti cahaya emas begitu juga tangannya. Ketika mata emasnya terbuka kembali, dalam bentuk jiwa dia berlari menyerang Luke yang tidak menyadari pergerakannya karena dimata Luke, Clare hanya diam dengan mata tertutup.
Clare mengangkat kedua tangannya yang masih memunculkan cahaya emas. Seakan sesuatu menekan Luke dari atas membuat Luke harus berlutut kesakitan. Clare ingin menangis, melihat cairan merah keluar dari mulut Luke membuatnya sakit.
Detik berikutnya, Clare lebih mendekati Luke kemudian menarik botol dalam saku Luke menggunakan kekuatannya.
"Maaf."
Setelah itu, Clare kembali ke depan tubuh aslinya dan melihat keadaan Luke lagi. Tanah dibawah Luke sudah retak dan Luke masih menahan tekanan yang dibuat Clare. Clare tidak memiliki pilihan lain, dia membuat sinar emas kembali dan meluncurkan sinar emas ke arah Luke yang masih berlutut sehingga Luke terpental membentur dinding sampai retak.
Clare sudah bergetar, dia kembali ke tubuh aslinya yang ambruk seketika setelah menyatu. Darah Vrochis sudah ada di tangannya, Clare merasa sangat lemah.
"Clare!"
"Luke!"
"Apa yang Clare lakukan?"
Mereka bertanya tanya karena tidak melihat Clare menyerang sejak tadi. Mereka hanya melihat Luke yang tiba tiba berlutut kemudian terhempas begitu saja. Tidak ada hal lain yang mencurigakan selain keadaan Luke yang tidak baik baik saja.
Luke tidak pingsan, dia hanya melemah. Tekanan dan benturan itu terlalu keras sehingga energinya habis. Tapi dia tetap bisa berdiri. Hatinya sakit melihat Clare yang tergeletak lemah di tanah. Dia sendiri tidak tahu apa yang Clare lakukan tadi.
Disini, luka Clare lebih serius dibanding Luke. Clare benar benar kehilangan tenaganya, dia memaksa bangun sebelum kesempatan ini hilang. Alasan kenapa dia membuat Luke terbentur tadi adalah agar Luke tidak bisa mengejarnya lagi ketika lari setelah mendapat darah Vrochis. Tentu Clare tidak memikirkan keselamatannya sendiri.
Teman temannya tidak kuasa melihat Clare seperti itu, mereka pun menghampiri Clare. "Clare—" Namun langkah mereka terhenti ketika Clare menyela.
"Jangan mendekat!" Clare menegaskan sambil menahan rasa sakit disekujur tubuhnya. Lengannya terluka akibat serangan Luke tadi sedangkan sisanya akibat efek samping serangan Clare sendiri.
"Bodoh, kau tahu apa yang kau lakukan?!" Luke bicara dengan tajam tapi jawabannya hanyalah senyuman miris dari Clare.
"Aku akan kembali."
Tepat setelah mengatakannya, Clare melayang diudara seketika memaksakan energinya yang terkuras walau tahu akibatnya akan lebih buruk dari sebelumnya. Clare pun melesat terbang tanpa mendengarkan apapun lagi.
"Clare!" Luke memanggil dan ingin mengejar tapi dia tidak bisa terbang lagi akibat tubuhnya yang melemah.
Keenam temannya menghampirinya, melihat Luke yang tampak suram dan putus asa menatap kepergian Clare. Dia merasa gagal.
"Kita akan mencari Clare." Luke sudah memutuskannya. Apapun rencana Clare, dia akan tahu nanti.
***
Burung-burung berterbangan ke atas hutan penuh kicauan seakan terkejut akan sesuatu. Itu adalah Clare yang jatuh dan terbaring lemah di bawah rindangnya pepohonan di tengah hutan dengan damai.
Wajahnya tampak sayu dan pucat seperti mayat, kepalanya mengeluarkan cairan merah yang terus mengalir begitu juga lengannya. Dia seakan tidak bertenaga walau matanya sayu sayu terbuka menatap tanah dengan kosong.
Setelah meminum darah Vrochis, jiwanya akan menyatu sempurna dalam dua hari. Saat itu juga Clare akan menjadi kelemahan terbesar Vrochis yang akan membuat nyawa Vrochis terancam. Jika Clare mati, maka Vrochis juga akan mati. Itu sebabnya dia memilih jalan pintas ini.
Clare meraih akar pohon besar yang timbul kemudian menyeret tubuhnya agar dapat bersandar pada pohon besar. Nafasnya terengah engah, dia melihat kembali botol berisikan darah Vrochis dengan tatapan penuh kebencian. Dia benci hal ini, dia benci diancam sampai terpojok seperti ini. Hanya karena sebuah botol kecil, dia harus melukai teman dan orang yang dia cintai.
Bayangkan jika kalian menjadi Clare. Bukankah kalian memilih mati daripada sengsara seperti ini?
Dengan penuh rasa putus asa, Clare membuka penutup botol tersebut dan meneguk isinya tanpa keraguan. Hanya Clare yang tahu rasanya. Amis dan hambar menjadi satu disertai aroma yang tidak enak untuk diingat.
Meminum darah monster sama saja seperti minum racun. Clare merasakan tubuhnya memanas seakan ada kobaran api menggerogoti organ organnya perlahan. Rasanya seperti ingin mati saja. Clare mengerang kesakitan sampai suara erangannya membuat burung burung di pohon terkejut dan berterbangan ke angkasa.
Rasa sakit itu tidak tertahankan. Clare merasa tubuhnya semakin melemah hingga tidak kuasa bergerak. Nafasnya tersendat. Jiwanya seakan menghilang dari tubuhnya begitu juga dengan pikiran yang kosong. Clare tidak bisa memikirkan apapun lagi seakan kehidupan yang terjadi hanya sekedar mimpi yang tidak pernah dia lalui.
Pandangannya buram. Jantungnya berdegup terlalu cepat dan tubuhnya bahkan tidak bisa bergetar lagi seperti tadi. Dia benar-benar lemas sampai akhirnya kegelapan menguasai dirinya.
To be continue
09/27/2021