Murid Baru (4)

140 28 4
                                    

Don't forget to pay for my work by tap the star icon

Let's mutual if you want, ask me

Berikan umpan balik jika Anda menemukan kesalahan ketik. Komentari bagian yang menurut Anda menarik.

HAPPY READING FIGHTER!

***

Be Sarcasm
"Sarcasm is like punching people in the face, but with words. It can be so fun."

***

"Karena gue hampir bunuh dia, Wen."

"Maksud lo apa sih, Cha?" Wendy melepaskan gandengan tangan Asha. Cewek itu lalu menarik kedua bahu Asha dan menghadapkan ke arahnya.

"Bilang ke gue! Lo enggak mungkin, kan bunuh orang?" Kini Wendy terlihat sangat kesal.

"Ya mikir lah! Enggak mungkin kali kalau lo berani bunuh orang, apalagi itu kakak lo sendiri," ucapnya terus memaksakan kenyataan yang ia inginkan.

"Secara orang kayak Sehun juga enggak mungkin kelihatan pernah hampir ke bunuh. Lo enggak usah ngarang cerita cuma demi enggak akuin kakak lo sendiri, deh." Cewek itu tambah cemberut dan semakin kesal pada Asha yang sejak tadi hanya diam saja.

"Masa iya punya kakak kayak Sehun tapi malah disia-siain dan enggak diakuin gitu, sih. Aneh lo, serius!" Wendy diam sejenak. Memerhatikan cewek yang berdiri di sampingnya dengan pandangan kosong itu.

"Cha! Lo denger gue, kan?" Ia melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Asha.

"Cha dengerin gue," ulangnya lagi.

Namun, Asha tetap diam berdiri di tempat, tanpa bergerak sedikit pun ataupun melirik kepada Wendy.

"Cha dengerin gue!" Wendy mulai tak santai berbicara.

"Cha!!!" Ia mengambil tangan Asha dan terus menarik-nariknya menuju ke tepi jalan.

"Wen, lo enggak bakal ngerti." Asha mulai berucap.

"Sebanyak apapun gue coba jelasin semuanya, enggak ada yang bakal ngerti ...." Suaranya melirih, membuat suasana hati Wendy merasa tak nyaman. Iya bahkan tak pernah mengalami suasana seperti ini ketika ia bersama dengan Asha. Ini adalah yang pertama kalinya dan Wendy tidak tahu harus melakukan apa.

Syukurlah Asha tidak berhenti bicara. Sekarang Wendy tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya perlu mendengar apa yang Asha ucapkan. Karena Asha hanya butuh pendengar.

"Dua belas tahun yang lalu, waktu itu musim hujan. Gue dan Sean suka banget main hujan-hujanan. Sampai tibalah hari di mana gue nyuruh Sean buat ngambil bola yang kita mainin di seberang jalan ...." Asha menjeda ucapannya. Tarikan napasnya terdengar sangat kuat, begitu pula embusan napas dari cewek yang sedang lesu itu.

"Gue pikir, itu bukan hal berbahaya yang dilakuin cowok umur enam tahun. Gue pikir Sean bakal baik-baik aja karena gue tau, dia bukan orang yang bodoh dalam hal menyebrang jalan," lanjutnya dengan kedua sudut bibir yang semakin ia tarik ke bawah.

"Tapi enggak. Gue enggak tau kalau akhirnya dia bakal ketabrak sama mobil yang jalan cepet banget dari arah lain yang enggak dia perhatiin." Mata cewek itu berkaca-kaca, sementara bibirnya ia gigit untuk menahan tangis yang akan segera pecah.

"Gue enggak tau kalau akhirnya Sean akan berakhir kritis karena gue suruh dia buat ngambil bola sialan itu. Gue enggak tau ...." Ia makin menggigit bibirnya dengan sangat keras.

ChasséWhere stories live. Discover now