Hampir Psikopat (3)

182 35 5
                                    

Don't forget to pay for my work by tap the star icon

Let's mutual if you want, ask me

Berikan umpan balik jika Anda menemukan kesalahan ketik. Komentari bagian yang menurut Anda menarik.

HAPPY READING FIGHTER!

***

Be The Killer

My lips are the gun. My smile is the trigger. Label me a killer.

***

"Wen, pak kepsek ada di sekolah enggak ya hari ini?" Sekitar jam delapan pagi, Asha mengajukan pertanyaan aneh seperti itu pada Wendy melalui sambungan telepon. Bagaimana tidak? Hari ini saja hari Sabtu yang merupakan hari libur. Mana ada kepala sekolah yang rajin masuk di hari libur?

"Lo mau ke sekolah? Ah udah deh! Jangan ada ide gila ginian. Gue enggak mau ya kalau dimarahin sama satpam. Ini tuh weekend sayangkuuu. Kenapa lo struggle banget sih!?" ujar Wendy panjang lebar untuk mengomeli manusia tak tahu waktu itu.

"Demi kesehatan jiwa dan raga. Lo mending tidur lagi aja! Masih pagi!" Meskipun hanya berbincang melalui telepon. Suara menggelegar Wendy mampu menggema di ruangan kecil Asha yang terdapat di loteng rumahnya.

"Ya elah, baru juga nanya, udah ngomel aja, dasar bebek!" ledek Asha tak mau kalah heboh dari Wendy,

"Wen, lo hari ini gabut enggak?" tanya Asha tiba-tiba.

"Ya kali enggak gabut," sahut Wendy gercep.

Asha menjepit ponselnya di antara telinga dan bahunya kemudian bersiap untuk memakai sepatu kets favoritnya, bersiap untuk segera turun dari lantai atas kamarnya.

"Temenin jalan yuk," ajak Asha. Ia menuruni tangga tanpa perlahan dan segera berlari keluar dari rumah tanpa pamit pada siapa pun. Karena memang sedang tidak ada siapa pun di rumahnya. Papanya kerja, Mamanya entah kemana, dan satu anggota keluarga lainnya tidak ingin Asha pedulikan. Jadi ya, seperti inilah kebiasan buruk Asha setiap keluar dari rumah. Selalu tanpa pamit, dan tanpa salam ketika pulang. Apalagi sampai dicari ketika ia terlambat pulang. Mana mungkin?

"Oke, gue tungguin di depan rumah lo ya. Gue jalan sekarang." Pagi itu, Asha dengan sepatu kets putihnya berjalan kaki menuju rumah Wendy. Entahlah, mungkin cewek itu salah satu manusia eksentrik yang lebih menyukai hal-hal menguras tenaga meski teknologi sudah cukup canggih pada zamannya.

"LO JALAN LAGI?!" teriak Wendy dari dalam rumahnya ketika mendapati Asha sudah mendekat menuju halaman rumahnya. Ia berlari dengan hairdryer yang ia tenteng itu hanya untuk menghampiri cewek berkaos kuning itu.

"Ya masa gue naik becak, mana ada?" Asha terkekeh sementara Wendy mendengus kemudian berjalan kembali menuju rumahnya dan menancapkan hairdryer itu ke stopkontak depan rumahnya. Ia mengeringkan rambut sebahunya sambil terus mengobrol pada Asha.

"Lo tumben banget ngajakin gue jalan. Udah bosen jalan sendirian? Apa merasa sayang menyia-nyiakan sahabat baik lo ini sebagai partner paling hebat dalam hal beginian?"

"Apa sih? Enggak jelas, deh. Ya pengen aja gitu ngajakin sohib gue. Kasian juga, lo gabut gitu.'" Ia mendekati Wendy lalu duduk di kursi yang tersedia di sana. "Gue mau makan doang, sih. lagian jalan juga ke mana. Mager gue."

"Ya lo dari tadi ngapain lo pikir? Ngesot. Bener-bener deh lo." Wendy mengibas-ngibaskan rambutnya lalu menyisirnya dengan tangan. "Ya kalau makan sih lebih klop sama gue, Cha. Gas lah!" ucpanya kemudian berlari masuk ke dalam rumah untuk mengembalikam hairdryer-nya.

ChasséWhere stories live. Discover now