Yah Minta Beneran! (28)

92 20 7
                                    

Don't forget to pay for my work by tap the star icon

Let's mutual if you want, ask me

Berikan umpan balik jika Anda menemukan kesalahan ketik. Komentari bagian yang menurut Anda menarik.

HAPPY READING FIGHTER!🖤

***

Be Honest

"Everyone wants the truth, but no one wants to be honest".

***

"Maksud lo? Kuesioner apaan, sih?!" Asha penasaran sekaligus sedikit emosi. Pasalnya, Wendy terus memberikan ide aneh yang tak masuk akal baginya. "Ngaco amat, sih, lo." Ia bersungut-sungut.

"Ya, lo tau, 'kan. Biasanya 'kan anak OSIS tuh pada ngasih kuesioner ke anak-anak baru. Dia 'kan anak baru juga, tuh. Ya coba cari aja kuesionernya. 'Kan ada tuh disuruh nulis nomor teleponnya." Tetapi sayangnya, ide anehnya itu akan menjadi ide yang begitu cemerlang karena tak masuk akal.

"Ya terus?" Bagian menyebalkannya, Asha masih seperti orang dongo yang tak tahu apa-apa. Padahal itu sudah begitu jelas.

"Duh bego! Ya lo cari lah berkasnya di ruos! 'Kan ada di sana!" bentak Wendy masih dengan menahan emosi. "Sumpah! Lo melamun ya?!" Wendy mendengus, namun ia masih terus melantunkan ucapannya, "Nanti lo catat tuh nomor telepon dia!" Dia kembali antusias.

"Gila lo! Enggak! Ilegal tuh! Ilegal!" Asha pun begitu, ia sangat antusias menolak saran dari Wendy yang menurutnya aneh itu.

"Enggak, Achaaa ... Udah deh, buruan sekarang lo gas ke ruos dan cari tuh berkas yang namanya Bara!" Mendengar itu, Asha justru semakin malas. Ia memutar matanya, kesal dengan segalanya yang terjadi padanya hari ini maupun kemarin.

Yang benar saja. Apa ia harus membaca dan mengecek satu per satu berkas yang jumlahnya hampir seribu itu? Sial, tidak mungkin ia harus melakukannya.

***

Kali itu, waktu berlalu sangat cepat. Entah kenapa, baru lima belas menit berlalu untuk istirahat, namun bel masuk sudah berbunyi begitu saja.

Asha menghentikan kegiatannya. Ia terus merasa gelisah karena kekacauan yang ia buat di ruang OSIS. Tebak saja apa yang ia lakukan.

Dan benar, dia memang benar-benar mencari berkas kuesioner milik Bara untuk mendapatkan nomor teleponnya. Gila bukan? Padahal sebelumnya ia terus menolak saran-saran yang Wendy berikan, namun apa akhirnya? Ia akan tetap melakukannya karena dia juga bukan orang pintar yang selalu berpikir sebelum bertindak. Ia hanya akan terus melakukan apa yang bisa ia lakukan, bukan apa yang perlu ia lakukan.

Sebenarnya tinggal beberapa lembar lagi yang ia cek, namun bel sudah berbunyi. Ia sendiri bimbang apa ia harus menyelesaikannya atau melanjutkan nanti dan kembali ke kelas terlebih dahulu.

Namun beberapa menit setelah bel berbunyi, ia tak kunjung beranjak dari tempatnya dan memilih untuk mengambil beberapa berkas tadi dan mengeceknya. Ia pun berhasil menemukan milik Bara. Tak butuh berpikir lama, ia langsung melipatnya dan menyimpannya ke saku dengan tergesa-gesa. Lagipula, berkas itu hanya sebagai formalitas dan tidak akan berfungsi selain sebagai pemenuh ruangan.

Asha terus bergerak cepat, bagaimanapun juga ia harus segera merapikan kembali berkas yang sudah ia bongkar itu lalu kembali ke kelas sebelum guru masuk.

Untung saja, pada jam pelajaran kali ini guru mapel belum masuk karena beliau adalah salah satu guru paling menyenangkan bagi murid-murid SMA Harapan. Tebak karena apa? Tentu saja karena guru itu tidak masuk kelas tepat waktu. Bagaimanapun juga, apapun yang terbaik di mata sekolah, maka kebalikannya akan menjadi terbaik di mata para murid. Ya begitulah contohnya.

ChasséWhere stories live. Discover now