Someone that Hug Me (34)

82 23 5
                                    

Don't forget to pay for my work by tap the star icon

Let's mutual if you want, ask me

Berikan umpan balik jika Anda menemukan kesalahan ketik. Komentari bagian yang menurut Anda menarik.

HAPPY READING FIGHTER!🖤

***

Be the Silence

When the world shouts at you, there will be one person who covers your ears. Brings silence that makes you feel peaceful.

***

Baru beberapa jam ia memulai harinya, senyumnya sudah tidak berada di wajahnya lagi. Kala itu Ashalina terus murung di tempat duduknya sembari menjatuhkan kepalanya di atas meja ke sebelah kiri yang menghadap tembok.

Pikirannya seketika kacau ketika kilas balik beberapa menit lalu muncul di kepalanya, apalagi ketika suara cowok itu terus terngiang-ngiang di kepalanya.

"Pantesan lo selalu kayak gitu karena enggak ada yang ngingetin kalau lo itu sok kuat."

"... lo itu sok kuat."

Iya, ya? Memang benar selama ini dia seperti itu? Jadi selama bertahun-tahun ini dia hidup dalam kepura-puraan?

Capek. Satu hal yang ia katakan ketika ia sendiri baru menyadarinya. Padahal selama ini dia harusnya sadar, bahwa setiap senyum yang ia ulas, setiap tawa yang ia lepas hanyalah sebuah candaan dengan kepedihan tanpa ujung.

Selama ini memang enggak pernah ada yang tahu. Enggak pernah ada yang mengingatkannya untuk jujur pada perasaannya sendiri. Dan ketika Bara, sosok yang ternyata mengetahui itu semua menguak apa yang harus Asha dengar, cewek itu kecewa. Kenapa harus dia yang tahu kalau selama ini gue cuma pura-pura? Kenapa harus ada yang tahu dan enggak ada yang membiarkan gue untuk tetap melakukan sandiwara itu?

"Sha?!"

"Hah?!"

"Lo tumben udah berangkat." Oh rupanya Juna.

"Enggak," sahut Asha asal saja.

Alis Juna menyatu, bingung. "Maksud lo? Gue nanya alasan lo datang jam segini, kenapa lo jawab 'enggak'?"

Asha berpikir sejenak, kewalahan dengan sesuatu yang ia pikirkan tadi. "Iya, maksudnya 'enggak apa-apa' gitu."

Juna hanya mengangguk mendengarkan jawaban Asha seraya berlalu ke tempat duduknya yang berada di paling belakang.

"Eh, Jun!" Namun Juna kembali menoleh pada Asha. "Wendy mana?"

"Enggak berangkat, katanya dia ada acara keluarga di luar kota." Kemudian dia kembali melanjutkan jalannya. "Jun!"

"Apa lagi ...?" ia terlihat pasrah karena tak bisa mengabaikan cewek yang sedang tak baik-baik saja itu.

"Ya masa gue duduk sendiri? Temenin, kek ...," bujuk Asha dengan memelas.

Ya mana bisa Juna menolak permintaan Asha kalau begitu? Juna hanya akan berakhir di samping Asha dengan wajah betenya karena ia harus duduk di depan dan menjadi korban telunjuk guru yang selalu menunjuknya untuk mengerjakan sesuatu di depan papan tulis.

***

Waktu tak berjalan begitu saja, namun jam istirahat kedua sudah tiba saja. Ketika kebanyakan murid segera menutup bukunya dan berlarian meninggalkan kelas menuju kantin untuk memenuhi rasa lapar, Asha hanya mampu menyangga kepalanya yang terasa berat dengan tangan kirinya.

ChasséWhere stories live. Discover now