Messy Day (40)

63 13 0
                                    

Don't forget to pay for my work by tap the star icon

Let's mutual if you want, ask me

Berikan umpan balik jika Anda menemukan kesalahan ketik. Komentari bagian yang menurut Anda menarik.

HAPPY READING FIGHTER!🖤

***

Be Scare

Voice of the past is the most terrifying sound.

***

"Lo tuh sebenernya kenapa sih, Cha?"

"Gue tuh capek tiap kayak gini gue cuma bisa lihatin lo tanpa bisa ngelakuin apa-apa. Gue enggak pernah bisa ngapa-ngapain buat bikin lo lebih baik. Karena emang dari dulu tuh, lo enggak pernah bilang satu hal pun ke gue." Wendy mendengus keras berkali-kali seraya menjambak rambutnya sendiri dengan perlahan, frustasi.

"Lo nganggap gue apaan, sih, Cha?" Ia menjeda sebentar tanpa sedikit pun jawaban dari Asha.

"Gue tuh teman lo bukan, sih?"

"Kalau bukan ya udah!" Ia marah. Wendy marah, bukan karena ia kesal jika ia tak tahu apa-apa tentang Asha. Tapi fakta bahwa tidak ada yang bisa dia lakukan untuk membantu Asha merasa lebih baik begitu menyakiti perasaannya. Wendy merasa ia tak berguna sebagai seorang teman.

Cewek itu berjalan menghentak, keluar dari kelas entah ke mana tujuannya. Sementara Juna yang menyaksikan keributan itu bingung. Ia sungguh tak mengerti apa yang harus ia lakukan. Haruskah dia menyusul Wendy? Atau ia tetap di sini untuk menunggu Asha yang entah sedang kenapa.

***

"H-halo, Y-yan...."

"Tolong jemput gue," ujar cewek itu sambil beberapa kali menggigit bibirnya. Di satu sisi, ia merasa tidak enak karena harus izin pulang lebih awal dari temannya. Di sisi lain, dia merasa tidak nyaman untuk meminta tolong pada kakaknya, Sean.

"Tapi, Sha. Gue lagi syu—"

"Ya udah, enggak usah enggak apa-apa." Entah bagaimana dia merasa lega karena ia tidak jadi merepotkan Sean.

"Enggak, gue jemput bentar lagi." Tapi akhirnya suara itu kembali menyahut, memastikan kedatangannya untuk Asha.

Tak butuh waktu yang begitu lama, mobil Sean datang tepat di sampingnya. Sean bahkan keluar dari mobil untuk membukakan pintu bagi Asha.

Cewek itu masuk ke mobil dengan buru-buru karena langit yang lagi-lagi mendung itu menakutinya.

"Lo udah izin buat pulang?" Basa-basi Sean mulai terdengar.

"Udah," jawab cewek itu seraya memegang erat seatbelt yang melingkari tubuhnya. Matanya terus-terusan menatap langit mendung yang mungkin saja menurunkan hujan.

"Lo sakit? Tumben lo pulang awal gini," tanya Sean sembari menengok ke wajah cemas adiknya itu.

"Enggak." Jawaban Asha selalu berakhir singkat. Entah karena Asha yang tidak suka berbicara pada Sean atau memang Sean yang tidak pandai mencari topik pembicaraan.

"Sha, gue harap lo benar-benar enggak sakit. Tapi gue enggak bisa percaya kalau lo kayak gini terus." Sean menghela napas. "Setiap hujan turun, lo selalu ketakutan begitu," lanjut cowok itu dengan kedua alis berkerut.

ChasséWhere stories live. Discover now