Memalukan yang Pertama (1)

444 53 13
                                    

Don't forget to pay for my work by tap the star icon

Let's mutual if you want, ask me

Berikan umpan balik jika Anda menemukan kesalahan ketik. Komentari bagian yang menurut Anda menarik.

HAPPY READING FIGHTER!🖤

***

Be Sure

Make sure that what we think, we become

***

"Mbak, ini tolong kalau mau minta tandatangan saya harap diisi dulu ya tandatangan lain. Harap diingat, jabatan paling bawah harus tandatangan dulu baru yang di atas," ucap pria tua yang sedang memegang pena di tangannya itu.

Sementara yang diajak bicara hanya diam menatap dengan perasaan kesal di hatinya.

Yaelah, tau gini mending rebahan aja. Batinnya yang tak henti-hentinya menyesali pekerjaannya sendiri.

"Oh, baik, Pak. Saya akan kembali lagi besok. Maaf bila mengganggu, terima kasih." Ia mengambil kertas di atas papan jepit yang ia bawa-bawa ke setiap sudut sekolahan ini. Lalu melangkah keluar menemui kedua temannya yang sedang menunggunya di luar ruangan kepala sekolah.

"Pengen muntah gue, ditolak lagi. Mana barangnya harus dapet secepetnya lagi. Kenapa, sih harus minta tandatangan kepsek?" Dia mendengus kasar sambil mengucapkannya pelan karena tak ingin terdengar sampai dalam.

Sementara kedua temannya itu menahan tawa seolah menonton pertunjukkan komedi. "Ya lo sih, udah gue bilangin suruh minta tandatangannya kak Dery dulu. Lo sih, enggak dengerin ...," ujar salah satu temannya dengan bibir yang mengerucut.

"Udah lah, lo emang enggak punya nasib baik, Cha." Sementara teman laki-lakinya berjalan meninggalkan kedua cewek itu.

Mereka berdua menatap langit sore yang hampir tak memiliki secercah terang. Kerutan di dahi mereka mulai tampak serta perasaan lelah mengisi jiwa dan juga raga mereka.

"Sumpah, tau gini gue enggak pernah mau ditunjuk jadi seksi perkab. Capek banget, lah ini serius." Ia terus saja mengeluh meski bukan dirinya yang melakukan tugas itu.

"Dih, apaan? Gue juga kali yang minta tandatangan. Bukan lo kan? Lo mah cuma status nemenin doang," balas cewek yang dipanggil dengan "Cha" itu.

"Iya emang. Dan lo tau? Gue bangga punya temen kayak Ashalina Gauri yang rela capek-capek buat seorang Eugene Cheryliana dan mintain tandatangan supaya gue enggak perlu minta sendiri." Tawanya mengisi lorong kosong yang mereka berdua lalui.

"Selancar itu ya lo ngomongin nama lo sendiri?" Matanya memicing membalas ucapan Eugene.

"Wendy .... Wendy. Lo tuh ya punya nama enggak nyambung amat," ia mengalihkan pembicaraan. Entah apa yang ia pikirkan saat itu sampai-sampai dia rela mengalihkan pembicaraan yang membahas kekesalannya sendiri.

"Gue enggak mau tau, ya Cha. Lo tuh kalau lagi dipuji-puji malah ngalihin pembicaraan." Wendy cemberut lalu menoleh lagi pada Asha. "Hum, apa jangan-jangan orang hebat tuh gini, ya? Makanya dari dulu gue orangnya payah." Sementara yang diajak bicara hanya menoleh tanpa menjawab.

Ia mendudukkan tubuh lelahnya di pendopo dekat masjid sekolah. Disenderkannya punggung kecilnya itu di tembok sebelah teman cowoknya duduk. Kemudian Wendy menyusul dan melakukan hal yang sama. Mata ketiga orang itu nampak sayu, hampir tak terbuka dengan kantung mata yang tampak jelas. Mereka sama-sama mengambil napas panjang dan mengembuskannya secara bersamaan.

ChasséWhere stories live. Discover now