Endless Pain (44)

83 10 8
                                    

Don't forget to pay for my work by tap the star icon

Let's mutual if you want, ask me

Berikan umpan balik jika Anda menemukan kesalahan ketik. Komentari bagian yang menurut Anda menarik.

HAPPY READING FIGHTER!🖤

***

Be more painful
"There will always be more painful wounds".

***

Sean mengambil secarik kertas itu, kemudian membacanya ulang. Ia takut kalau-kalau ia salah membaca dan terlalu percaya diri jika adiknya menulis surat untuknya.

"Untuk Kak Seananda."

Tulisannya memang seperti itu dan Sean memang tak salah membaca. Cowok itu tersenyum tipis seraya menenteng kantong plastik dari Asha. Ia berjalan masuk ke rumahnya dengan senyum yang terus bertengger di wajah indahnya. Ia bahkan sedikit bersenandung karena perasaan bahagianya. Meskipun yang dilakukan Asha tadi sangat aneh dan membuatnya sedikit kebingungan, sekarang kejelasan tentang apa yang terjadi saat ini membalik keadaan.

Sekarang semua hawa dingin yang selalu Sean rasakan di rumah itu perlahan memudar. Ya benar, setiap hari sebelum hari ini ia selalu merasa tak nyaman di rumah karena atmosfer yang begitu mencekam itu. Karena itulah ia lebih sering di luar rumah selain karena tuntutan pekerjaannya, ia juga kadang mengulur waktu agar terus berada di luar rumah.

Kini, tinggal hubungan Asha dan mamanya yang perlu diperbaiki. Meski hubungannya dengan Asha sekarang baru mulai akan membaik, ia tak sabar untuk melihat keluarganya kembali seperti saat sebelum kecelakaan itu menimpanya.

***

Pukul tujuh lebih tiga puluh, gadis itu masih termangu untuk keluar dari kamarnya. Ia menunggu kakaknya pergi dari rumah terlebih dahulu karena tak ingin berpapasan dengan laki-laki yang kemarin malam ia berikan sebuah hadiah.

Namun ponselnya mengeluarkan denting dari notifikasi pesan. Seseorang yang akhir-akhir ini mengisi harinya mengiriminya pesan.

Ia kemudian bergegas ke luar setelah melihat mobil kakaknya pergi dari rumah. Ia harus segera menemui Bara yang selalu menjemputnya beberapa hari terakhir ini.

Asha berlari kecil mengejar waktu yang sudah beberapa menit menuju bel masuk sekolah berbunyi. Ia menghampiri Bara di depan rumahnya dengan senyum yang menghiasi wajahnya sedari pagi.

"Senyum lo?" tanya Bara datar seraya menutup kaca helmnya. Ia harus segera menancap gas untuk mengejar waktu sebelum kena hukuman terlambat lagi di sekolah.

"Siap salah kak," jawab Asha kemudian mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar.

Tapi bukannya langsung menancap gasnya setelah Asha naik ke motor, Bara justru menengok ke belakang. "Udah baikan sama abang lo?" tanya Bara tiba-tiba.

"Belum,lagian gue juga baru ngasih bingkisannya kemarin," jawab Asha atas pertanyaan yang tak ia duga dari seorang Bara.

"Kalau tangan lo?" Lagi-lagi, Bara bersikap begitu random dengan pertanyaan-pertanyaan tidak nyambung miliknya.

"Udah enggak apa-apa sih kayaknya. Tapi besok kontrol terakhir," sahut Asha seadanya. Ya memang benar, besok adalah kontrol untuk terakhir kalinya sampai waktu yang Asha tunggu-tunggu yaitu melepas gipsnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 04, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ChasséWhere stories live. Discover now