9. SESEORANG DAN RAHASIA

Start bij het begin
                                    

Pemandangan langkah, karena Angkasa tidak pernah berjalan beriringan dengan perempuan seperti ini, bahkan dengan Analisa yang notabennya adalah pacarnya. 

Itu pacar kak Angkasa? 

Itu cewek yang Angkasa gendong pas upacara kemarin.

Murid baru kan?

Aaaaaa cemburu banget gue. 

Serasi banget. Cantik sama ganteng 

Gila numpang tenar banget tuh cewek! 

Nggak tahu malu banget!!

Langkah Angkasa berhenti. Ia lalu berbalik menatap tajam perempuan yang dengan beraninya melontarkan kalimat seperti itu di depannya. 

"Coba ulangi apa yang lo bilang tadi!?" sentak Angkasa. Tetapi tidak di balas, perempuan dengan name tag Jessy Selina Krisya itu hanya terdiam memandang Angkasa dengan sorot mata ketakutan. 

"Angkasa udah, lo nggak-" Aurora menghentikan ucapannya ketika sorot mata tajam Angkasa berlarih kearahnya. "Jangan kebiasaan diemin orang kayak gini, Ra. Sekali-kali perlu dikasi tahu supaya nggak ngelunjak!" 

Orang-orang mulai berdatangan, ikut mengerumuni mereka, membentuk lingkaran yang menghalangi jalan di koridor itu. 

"Sorry gue minta maaf," ujar Jessy. Dan Aurora tahu perempuan itu bergetar menghadapi Angkasa. 

"Makanya, kalau lo mau bicara, mikir!" sahut Angkasa tegas. "Lo pikir ucapan lo yang kayak gitu bisa ngebuat lo semakin tinggi? Enggak! Lo malah terlihat rendah dimata gue!"

Mata Jessy berkaca-kaca, perempuan itu lalu semakin menunduk ketika menyadari banyaknya orang yang mengerumuninya. 

"Angkasa udah," kata Aurora pelan. 

"Tujuan lo sekolah supaya lo semakin baik, kalau lo cuman datang buat ngatain orang, buat apa?" kata Angkasa lagi. 

Itulah Angkasa Naufal Merapi, masalah sepele kadang jadi masalah besar baginya. Dan ia tidak akan segan juga mempertaruhkan suatu hal jika memang ia benar, seperti Pati yang ia buat terkapar di lorong sastra kemarin. 

Angkasa lalu menarik tangan Aurora,  mereka kembali berjalan beriringan di koridor. Kali ini Aurora sedikit merunduk karena banyak pasang mata yang sedang melihat kearahnya. 

"Angkat kepalamu princess, nanti mahkotamu jatuh," bisik Angkasa pelan kemudian menautkan jari-jari tangannya ke tangan kanan Aurora. 

Aurora tersenyum kecil. Baru kali ini ada laki-laki yang memperlakukannya seistimewa ini, baru kali ini ada orang yang membelahnya sekeras tadi kecuali ayahnya, baru kali ini tangannya di genggam sekuat ini, seolah memberi kekuatan untuknya: bahwa disini ia tidak akan pernah sendiri. 

"Mulai sekarang, kalau ada yang berani gangguin lo, bilang sama gue!" kata Angkasa tegas. Persis dengan kalimat Ayahnya ketika Aurora pertama kali menduduki bangku taman kanak-kanak dulu. 

Dan sikap Angkasa yang seperti ini yang tidak pernah berhasil Aurora maknai, selalu saja ada hal tersirat di antara Angkasa dan sikapnya.

"Gue boleh tanya sesuatu sama lo?" tanya Aurora.

"Asal jangan fisika, gue jarak masuk," kata Angkasa datar yang langsung membuat Aurora tertawa. Ternyata seseorang yang semenyeramkan Angkasa juga pandai membuat jokes receh. 

Angkasa berbalik menatap Aurora di sampingnya. Senyum itu, gue harus selalu jadi alasannya. 

"Lo mau nanya apa?" 

DIA ANGKASA Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu