"Tiga hari lagi, lo ada waktu kosong gak?" tanya Putra.

"Hmmm ... kayaknya sih ada, tapi takutnya lokasinya kejauhan dari sini. Soalnya besok gua gak di kos lagi, gua udah balik ke rumah," jelasku.

"Santai, entar gua jemput ke rumah lo langsung," ucap Putra.

"Oke deh. Entar berkabar aja," balasku singkat.

"Ya udah, kayaknya gua mau balik dulu, nih. Lo mau barengan atau gimana?" ucap Putra sambil menaikkan alis matanya.

"Gua balik sendiri aja, soalnya gua lagi bawa motor temen," balasku menolak.

"Ya udah, nanti gua kabarin lagi," ucap Putra seraya tersenyum lalu berjalan pergi menuju pintu keluar cafe.

Saat aku beranjak berdiri dan berniat untuk pergi pulang, tiba-tiba aku mendengar suara seseorang mengarah padaku.

"Rama, boleh minta nomornya gak?" ucap Nadia sambil tersenyum memandangku.

"Emangnya buat apa, ya?" tanyaku dengan polos.

"Buat komunikasi dong. Emangnya buat apa lagi? Haha," jawabnya sambil tertawa.

"Ehmmm, 0821******* itu nomor gua, gua duluan, ya." Aku langsung pamit dengan cepat, karena gugup dan malu akan kejadian yang tadi.

"Oke, hati-hati, ya."

<><><>

Sesampainya di kos, aku langsung rebahan sembari memainkan ponselku. Perlahan aku membuka pesan yang telah kukirim ke Adellia beberapa hari yang lalu. Tapi balasan pesan yang kuharapkan tak juga kunjung tiba.

Aku hanya bisa menghayal dan berspekulasi akan alasan dia tak membalas pesan dariku. Lagi dan lagi aku terjebak didalam ilusi yang dibentuk pikiranku sendiri. Hingga akhirnya, tanpa sadar mataku mulai terpejam dan aku pun terjatuh ke alam mimpi.

Suara gebrakan pintu berkali-kali, bersamaan dengan gagang pintu yang ditekan tanpa henti berhasil merusak mimpi indahku. Terlebih lagi suara nyaring dari seseorang yang secara bertubi-tubi menghantam gendang telingaku.

"Woi, Ram! Bangun woi!" teriak Steven sambil menggedor pintu.

Aku mencoba membuka kedua mataku yang terpejam, tetapi rasanya sungguh berat. Rasa kantuk tak bisa kutandingi, hingga rasanya aku ingin melanjutkan tidurku lagi. Oleh sebab itu, aku mencoba sebisa mungkin untuk menghiraukan suara berisik dari Steven.

"Woi, kebo! Lo pasti udah bangun kan!" teriak Steven sambil menggedor pintu tak henti-hentinya.

Sialnya suara yang dikeluarkan Steven benar-benar sangat mengganggu. Hingga membuatku merasa sangat kesal dan tak bisa melanjutkan tidurku.

"Berisik banget lo kampret!" teriakku kesal seraya beranjak dari tempat tidur.

"Hahahahaha! Ga bisa lanjut ngebo ya lo," balasnya sambil tertawa terbahak-bahak.

Sebenarnya badanku masih terasa pegal, begitu juga dengan mataku yang masih berat, tetapi aku menyadari, kalau aku harus pulang ke rumah hari ini. Dengan terpaksa, aku harus bangun dan bersiap-siap secepatnya, sebab Steven sudah menungguku.

"Iya, gua siap-siap dulu dah," balasku setelah membuka pintu sambil menggaruk kepala.

"Ya udah, gua tungguin. Jangan kelamaan nyabunnya ya, haha," ucap Steven sambil tertawa jahil.

"Sini otak lo yang gua sabunin, biar ga ngeres mulu," balasku.

"Hahaha, cepet mandi sono," ucapnya sambil mendorongku ke arah kamar mandi.

Awakening - Sixth SenseWhere stories live. Discover now