37. Pulang

426 45 1
                                    

"Makasih, Ram. Udah mau bantuin gua tadi," ucap Putra yang tiba-tiba menjadi akrab denganku.

"Tadi gua kewalahan gara-gara gak bawa pusaka yang biasanya gua pake," tambahnya memberi alasan.

"Oh, iya sama-sama, mas." Aku membalasnya dengan canggung, sebab aku bingung kenapa dia tiba-tiba berbicara dengan bahasa santai kepadaku.

"Ga usah kaku-kaku amat, panggil gua Putra aja. Anggap aja sekarang kita udah temenan," ucapnya dengan santai.

Aku merasa umur kami tak terlalu terpaut jauh, oleh sebab itu aku mulai mencoba untuk bersikap lebih santai padanya.

"Oke, Put. Omong-omong, siapa yang nyerang barusan, ya?" tanyaku agak canggung.

"Sebenarnya pelakunya itu dukun yang udah santet client gua. Jadi ceritanya dia mau balas dendam karena targetnya gua lindungin," ucapnya dengan pandangan yang kosong layaknya sedang melamun.

"Capek ya, mas?" tanyaku dengan pelan.

Aku menyadari, pekerjaan menjadi paranormal yang selalu berurusan dengan hal gaib bukanlah hal yang mudah. Mungkin dari luar tampak keren dan menarik, tapi kenyataannya sangat menguras pikiran dan batin. Sebab harus siap sedia dimana pun dan kapan pun, karena tiada yang tahu kapan serangan musuh akan datang.

Selain itu, baik kita berada di pihak yang benar ataupun yang salah, mau tidak mau, sudah pasti akan menambah musuh baru. Jadi sebenarnya sangat berbahaya untuk ikut campur dan berurusan dengan hal-hal gaib.

"Capek sih iya, tapi mau gimana lagi, udah resiko pekerjaan," jawabnya dengan senyuman tipis.

"Kalo boleh tau, emang kasus clientnya apaan, ya?" tanyaku penasaran.

"Kasus biasa, masalah persaingan bisnis. Padahal mereka masih tetangga-an sebenarnya," jawab Putra sambil menghisap rokoknya.

"Jadi mereka sebenarnya udah saling tau, gitu?" tanyaku dengan heran.

"Iya, ibaratnya yang ngirim pura-pura bego, terus yang kena santet bingung mau ngomong gimana," jelas Putra.

"Kayaknya lo tertarik banget ya, sama yang berbau gaib gini?" tanya Putra.

"Sebenarnya gua baru-baru ini sih, tertarik sama hal-hal gaib gini," jawabku.

"Hmmmm ... mau coba ikut gua buat nanganin pasien, gak?" tawar Putra setelah berpikir sejenak.

"Boleh kalo masnya bersedia," jawabku sambil tersenyum.

"Jangan panggil gua mas lagi, Ram. Gua gak terbiasa dengernya, hahaha," ucap Putra.

"Eh iya, keceplosan, hehehe," balasku canggung.

Saat aku menoleh, ternyata Nadia dan kedua temannya masih melirik ke arahku. Dari raut wajah mereka, sepertinya aku masih menjadi bahan topik pembicaraan mereka. Sepertinya figurku akan melekat di memori mereka sebagai pria yang bertingkah memalukan.

"Terus untuk mahar belajar tenaga dalam, kira-kira berapa, ya?" tanyaku dengan keraguan.

"Nanti kita omongin setelah nanganin pasien aja," jawab Putra.

"Emangnya pasiennya punya masalah apaan?" tanyaku.

"Pasiennya bilang kalo dia kena santet, walau udah beberapa paranormal yang tangani, tapi ga sembuh-sembuh juga katanya," jawab Putra.

"Waduh, kasusnya berat dong berarti?" tanyaku secara spontan.

"Bisa dibilang iya, makanya gua sampe ngajak lo ikut, haha," ucap Putra.

Sepertinya Putra mengajakku dengan maksud dan tujuan tertentu. Mungkin dia ingin memanfaatkanku juga, tetapi aku tidak mempermasalahkannya, soalnya ini kesempatan berharga bagiku untuk menambah pengalaman. Bisa dibilang ini win win solution bagi kami berdua.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang