36. Terjatuh

433 41 1
                                    

"Sebentar ya, mas. Saya beresin yang ini dulu," ucap Putra sambil tersenyum kecil.

Setelah selesai berbicara, aku merasakan dentuman energi yang tiba-tiba muncul. Aku seketika memejamkan kedua mataku dan mengaktifkan mata ketigaku. Perlahan aku melihat, ada tiga jenis harimau dengan warna yang berbeda-beda berada di dekat Putra.

Ada harimau berwarna merah seperti berwarna darah yang tampaknya sangat ganas, di sampingnya ada harimau berwarna oranye atau yang sering disebut harimau sumatra. Dan yang terakhir ada harimau berwarna biru tua yang tampaknya sangat elegan dan tenang.

Ketiga harimau itu hanya diam layaknya sedang menunggu perintah dari Putra. Jika kuperhatikan, aura yang dikeluarkan oleh tiga harimau tersebut tak kalah dominan dengan aura Lala dan pria berjubah merah.

Sesaat kemudian, ketiga harimau itu mulai bergerak dengan cepat dan melompat menuju para makhluk astral yang ingin menyerang kami. Tanpa basa-basi mereka langsung menyerang dan menghabisi mereka dengan brutal.

Para harimau itu langsung mencabik-cabik dan menerkam lawannya tanpa ampun. Beberapa dari lawannya bahkan langsung ditelan bulat-bulat hingga lenyap tak menyisakan apa pun.

Para makhluk astral yang tadinya terlihat ganas saat menyerang kami, kini berubah menjadi ketakutan. Dalam sekejap mata, keadaan langsung berubah drastis. Di mana hampir semua makhluk astral itu binasa akibat serangan yang membabi buta dari khodam harimau milik Putra.

Tak memakan waktu yang lama, akhirnya para makhluk astral itu pun menghilang. Sebagian besar dari mereka telah dihabisi oleh harimau Putra, dan sebagian lainnya berhasil melarikan diri. Begitu juga dengan harimau Putra yang langsung menghilang setelah melakukan tugasnya dengan menghabisi para musuhnya.

"Maaf, mas. Ada sedikit gangguan," ucap Putra sambil tersenyum.

"Gapapa, mas. Omong-omong, itu harimaunya sangar juga ya, mas."

"Mereka dulunya pemberian dari guru saya, mas. Ceritanya sebagai hadiah setelah lulus ujian," jelas Putra.

"Oh, emang dulu berguru di mana, mas?" tanyaku penasaran, ingin mengulik lebih dalam lagi perihal latar belakangnya.

"Kampung saya ada di Sumatra Barat, mas. Habis lulus SMA langsung merantau ke Jakarta," jawabnya.

"Kalau belajar ilmu gini itu mulai sejak SMA. Dulu belajarnya sama paman yang kebetulan jadi salah satu tetua di kampung, terus lanjut lagi belajarnya di jawa," jelasnya.

"Udah lama juga ya, Mas. Udah bisa disorot TV," ucap salah satu peserta lainnya.

"Baru kisaran sepuluh tahun kok, mas. Ilmu saya masih bisa dibilang cetek," jawab Putra sembari bergeleng pelan.

"Kalo ilmunya mas cetek, gimana kita-kita coba?" balas peserta lainnya sembari tertawa.

"Oh iya, tadi Mas Rama mau ngomong apa ya? Tadi kepotong karena ada sedikit gangguan," tanya Putra sembari menatapku.

"Sebenarnya saya datang ke sini mau belajar tentang tenaga dalam, mas. Kira-kira Mas Putra bersedia gak buat ngajarin saya?" ucapku perlahan.

Setelah mendengarkanku berbicara, Putra terdiam sejenak layaknya sedang berpikir keras. Sementara itu, aku hanya bisa berharap dan menunggu jawaban darinya. Sedangkan peserta lain hanya memandangku dengan tatapan penasaran layaknya melihat sesuatu yang unik dan langka.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang