51. Kecil

422 42 4
                                    

Mentari sedang bersembunyi di balik awan hitam. Langit pun menangis sepanjang sore itu. Hujan itu menari-nari di atas genting, mengantarkan senandung rindu yang mengingatkanku akan dirinya.

Tetapi khayalanku pun mulai buyar akibat dari suara langkah kaki yang muncul tiba-tiba. Sepertinya, orang yang kunantikan akhirnya telah tiba.

Pada saat itu, Steven sedang mengenakan blangkon hitam, beserta dengan pakaian adat jawa yang lengkap dari atasan sampai bawahan. Semua itu dipinjamkan oleh Putra, selaku paranormal yang asli.

Kami duduk di lantai yang beralaskan karpet, di depan kami juga ada sebuah meja yang dipenuhi dengan alat-alat ritual beserta keris yang tertancap dengan tegak. Aku pun berbisik pelan kepada Steven yang sedang berada di sampingku.

"Tiga ... Dua ... Satu ... Action," bisikku menirukan gaya sutradara film.

Pintu kamar pun perlahan mulai terbuka, menampakkan figur Dipa, Yudha dan Bagas yang sedang di arahkan oleh Putra untuk masuk ke dalam kamar.

"Permisi Mbah, ini ada tamu yang mau berobat," ucap Putra dengan nada yang sopan.

"Iya ... silakan masuk," balas Steven dengan suara yang serak.

Sebenarnya, mendengar suaranya itu saja hampir membuatku melepas tawa. Aku pun spontan berusaha sebisa mungkin mengatur pernafasanku agar bisa lebih tenang.

Sedangkan di sisi lain, Bagas, Dipa dan Yudha masuk ke dalam ruangan dengan langkah yang berhati-hati. Sampai akhirnya, mereka pun berdiri persis di hadapan kami berdua.

Ekspresi Dipa dan Yudha tampak heran dan kurang percaya saat sedang memandang Steven, sebab jika dilihat dari tampang saja, Steven memang masih tampak sangat muda. Tidak seperti dukun-dukun tua yang sudah ubanan, seperti yang ada dibayangan mereka.

Jika kuperhatikan lebih dekat, Dipa dan Yudha tampak sangat kurus dibandingkan saat terakhir kali kami bertemu di club. Wajahnya juga lesu dan pucat, kantung matanya pun sudah tampak menghitam. Bisa dibilang, penampilan mereka tampak sangat acak-acakan saat itu.

"Kalian bawa rombongan ya ke sini?" tanya Steven dengan mata yang membelalak, berusaha untuk tampak segarang mungkin. Sepertinya dia sangat mendalami karakter saat menjadi seorang dukun.

"Kami cuma bertiga aja kok, Mbah." Bagas menjawab pelan.

"Hahahaha ...," Steven seketika tertawa terbahak-bahak setelah mendengar ucapan dari Bagas.

Dipa dan Yudha pun tampak heran dan takut saat menatap Steven yang sedang tertawa histeris, bagaikan orang gila.

Steven berhenti tertawa, muncul senyuman menyeringai yang terpapar di wajahnya, lalu dia pun berkata, "Di depan rumah ini, udah ada ratusan jin yang lagi nyariin kalian."

Dipa dan Yudha langsung tampak panik setelah mendengar ucapan Steven. Mereka tak bisa menyembunyikan ketakutan dan kegelisahan yang muncul dari tubuh dan wajah mereka.

"Duduk," perintah Steven sambil memejamkan kedua matanya.

Bagas, Dipa dan Yudha pun langsung menuruti perkataannya dengan cepat. Mereka langsung mengambil posisi duduk bersila di karpet, masih dengan raut wajah yang penuh kegelisahan.

"Mbah, saya minta tolong banget, tolong usirin setan-setan yang gangguin saya Mbah," ucap Dipa dengan raut wajah memelas.

"Memangnya kamu tau, penyebab kenapa mereka sampai gangguin kamu?" tanya Steven dengan raut wajah yang serius.

"Nggak mbah ...," jawab Dipa dengan raut wajah dan nada suara yang ragu-ragu.

"Kamu mau tetap bohong atau perlu saya saja yang ucapin penyebabnya?" ancam Steven.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang