60. Kolam

408 36 3
                                    

"Ha? kok bisa, Bu?" tanya Putra heran.

"Ga tau, Mas. Padahal tadi siang mereka berdua masih ada di rumah," jawab bu Nirma, masih dalam keadaan yang panik.

Putra tampak mengernyitkan dahinya lalu bertanya lagi, "Emangnya selain anak Ibu, siapa aja yang ada di rumah tadi siang?"

"Cuma suami saya aja, Mas. Tapi suami saya itu—" Tiba-tiba bu Nirma berhenti berbicara, dia tampak ragu untuk melanjutkannya.

Aku dan Putra pun otomatis menjadi bingung kenapa Bu Nirma tampak ragu berbicara tentang suaminya.

"Emangnya suami Ibu kenapa?" tanya Putra pelan.

"Saya bingung jelasinnya, Mas. Soalnya suami saya mendadak berubah belakangan ini. Entah kenapa, suami saya tiba-tiba jadi kayak orang linglung. Dia juga ga pernah mau keluar dari rumah. Waktu saya coba ajak ngomong, dia selalu diam dan menatap kosong ke arah dinding rumah," jawab Bu Nirma.

"Hmmm ... selain itu, ada keanehan lain lagi gak, Bu?" tanya Putra.

Bu Nirma mengernyitkan dahinya sejenak, "Ada, Mas. Setiap tengah malam, suami saya selalu teriak menjerit-jerit sambil megangin kepalanya. Tingkahnya kayak orang yang lagi ketakutan gitu mas. Udah saya coba tenangin dan ajak komunikasi, tapi dia tetap gak peduli. Ujung-ujungnya dia capek sendiri dan diam kayak orang linglung lagi," jelas Bu Nirma.

Saat Putra dan Bu Nirma sedang berbincang-bincang, tiba-tiba muncul suara yang tak asing bagiku, yaitu suara pria berjubah merah.

"Jangan ikut campur urusan mereka," ucapnya memperingatkanku dengan tegas.

Aku langsung menoleh untuk mencari keberadaannya, tetapi wujudnya tak kunjung muncul dan tampak.

"Kenapa?" tanyaku di dalam batin.

"Kalian tak akan sanggup menghadapi makhluk itu," balasnya.

"Memangnya sekuat apa sih makhluk itu?" tanyaku penasaran.

"Dia bisa menghabisi nyawa kalian," balas pria berjubah merah.

Aku terdiam dan berpikir sejenak, "Tapi bukankah apa yang kami hadapi sebelumnya juga bisa berbuat yang sama?"

"Bahkan jika kau mengumpulkan semua lawan yang pernah kau hadapi selama ini, mereka tak akan sebanding dengan kekuatan makhluk itu."

Mendengar ucapannya membuat bulu kudukku seketika merinding. Aku juga tersadar, bahwa ini kali pertamanya si pria berjubah merah mencoba melarangku berhadapan akan suatu makhluk. Tetapi entah kenapa, aku merasa tak tega untuk membiarkan Putra menangani kasus ini sendirian. Aku juga tak tega melihat keadaan Bu Nirma yang semakin hari akan semakin menderita.

"Memangnya makhluk itu jauh lebih kuat darimu?" tanyaku penasaran.

Aku menunggu sesaat, tetapi tidak ada balasan darinya. Aku berpikir, diam dari si pria berjubah merah itu adalah jawaban iya. Aku merasa sepertinya dia malu untuk mengakui hal itu.

Aku mulai merasa dilema, karena aku tak tahu harus bagaimana menyampaikannya ke Putra. Belum lagi, aku tak mungkin membatalkan partisipasiku di saat anak Bu Nirma dalam keadaan darurat seperti itu.

Sementara itu, Putra masih mencoba untuk menenangkan Bu Nirma dan menggali informasi lebih dalam tentang keluarga Bu Nirma.

"Saya coba lacak secara gaib dulu ya, Bu. Terus tolong bawakan foto anak ibu yang paling baru," pinta Putra.

"Baik mas, sebentar ya," balas Bu Nirma dengan cepat lalu bergegas berlari menuju rumah.

Tapi baru beberapa langkah saja, perkataan Putra menghentikan langkah Bu Nirma, "Apa kami bisa ikut masuk ke dalam rumah Bu? Soalnya ada yang mau saya pastiin."

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang