69. Perpisahan <END>

804 63 25
                                    

Semuanya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba saja pria itu memberiku dua guru. Melihat reaksiku yang tampak kaget, pria itu tiba-tiba memperkenalkan dirinya.

"Panggil saya Mbah Gumelar."

"Mulai sekarang kamu bakal belajar dari mereka berdua. Baik di dunia nyata maupun di dunia ghoib."

Anehnya aku bisa mendengar dan mengartikan ucapan mereka lewat batinku. Walau mulut mereka tertutup, suara itu bisa muncul.

Selain itu aku juga merasa ragu di batinku, sebab aku tak menyangka akan tiba-tiba dihadapkan pada situasi seperti ini. Aku merasa tidak siap, karena bagaimana mungkin aku akan mudah percaya dengan orang yang baru pertama kali kutemui.

"Apa kamu tidak ingin mengembangkan kemampuanmu? Apa kamu ingin tragedi yang sama akan terjadi kembali karena ketidakmampuanmu?" ucap Mbah Gumelar.

Lagi dan lagi, anehnya dia bisa membaca keraguan yang muncul di dalam batinku.

"Mereka berdua yang akan jadi gurumu ini bukan bangsa gaib. Mereka adalah manusia," tambahnya.

Mbah Gumelar menunjuk pria berpakaian serba kuning itu lalu berkata, "Dia namanya Dirga, biasanya dipanggil Suhu Liong..."

Lalu Mbah Gumelar menunjuk pria yang mengenakan pakaian serba hitam sembari berkata, "Dia namanya Mahendra."

"Mereka berdua punya latar belakang dan jenis ilmu yang berbeda, tapi tidak usah saya jelaskan, nanti kamu akan paham sendiri, setelah merasakannya langsung," ucapnya.

Setelah Mbah Gumelar menjelaskan, pandangaku mulai tertuju kepada Jatuhu. Aku merasa adanya kejanggalan dari sosoknya.

"Kenapa tubuhmu kembali seperti semula?" tanyaku heran saat melihat seluruh tubuh Jatuhu yang telah pulih sepenuhnya. Anehnya, tampak tidak ada bekas luka yang tersisa di tubuhnya.

"Dia terpaksa panen lebih cepat supaya bisa pulih," potong Mbah Gumelar.

Aku bingung apa maksud dari panen yang diucapkan oleh Mbah Gumelar.

Baru saja aku bertanya dalam hati, Mbah Gumelar langsung menjelaskannya, "Tumbal-tumbal pesugihan."

Saat menyadari eksistensiku di sana, Jatuhu mulai menatapku tajam sembari bertanya, "Bagaimana denganmu sendiri? Kenapa kau bisa ada di sini? Apa kau lupa janjimu?"

"Apa kau—" Sebelum aku dan Jatuhu sempat saling berbicara, pria yang bernama Mahendra itu seketika memotong ucapan Jatuhu.

"Sejak kapan aku memperbolehkanmu untuk berbicara?" tanya Mahendra.

"Apa aku lupa telah memberikanmu izin sebelumnya?" ucapnya dengan memasang ekspresi pura-pura bingung sembari tersenyum.

"Maafkan aku tuan. Aku tidak berniat melawan perintahmu," balas Jatuhu dengan ketakutan. Bahkan seluruh tubuh dan suaranya gemetaran saking takutnya.

"Oh begitu, tapi apa permintaan maaf saja sudah cukup? Sepertinya sekarang perintahku sudah tidak ada arti dan harganya lagi, ya?" ucapnya sambil terkekeh.

"Tidak tuan, ini sepenuhnya salahku. Tolong hukum saja aku," balas Jatuhu dengan sigap.

"Baiklah, jika itu permintaanmu, akan kulakukan dengan senang hati. Tapi apa kau tau, apa biasanya hukuman yang kulakukan kepada bawahan yang terlalu banyak bicara?"

Pria yang bernama Mahendra itu seketika mencekik Jatuhu dengan tangan kanannya hingga dia terangkat di udara. Dia perlahan memegang mulut dari Jatuhu dengan tangan kirinya, lalu tanpa basa-basi dia merobek mulut Jatuhu.

"ARRGGHHHH!" Jatuhu berteriak dengan histeris.

Mahendra lalu dengan santainya melempar dia ke lantai. Jatuhu berlutut kembali sembari memposisikan kepalanya menghadap lantai.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang