59. Hilang

472 34 5
                                    

Ruangan tamu Putra yang semula kosong, tiba-tiba menjadi penuh oleh sosok manusia dengan sekujur tubuh yang hancur dan berlumuran darah. Semua sosok itu tampak sangat menderita bagai korban kecelakaan.

"Tolong ... tolong bantu bebaskan kami," lirih makhluk-makhluk itu.

Aku merasakan sesuatu yang aneh dan janggal dari semua sosok yang muncul itu, tapi aku tak bisa mendeskripsikannya.

"Ada apa ya, Mas?" tanya bu Nirma dengan pelan, sepertinya dia menyadari ekspresi serta tingkah kami yang tampak tegang dan berbeda dari sebelumnya.

"Nanti saya jelaskan," balas Putra singkat.

Tanpa banyak bicara, Putra langsung memejamkan kedua matanya dan mengarahkan kedua tangannya ke arah Bu Nirma. Hingga dengan perlahan, muncul energi berwarna kuning pekat yang menyelimuti seluruh tubuh Bu Nirma.

Di sisi lain, sosok-sosok dengan penampilan yang menyeramkan itu perlahan mulai menghampiri posisi kami yang sedang duduk di kursi. Mereka berjalan dengan sangat pelan bagaikan zombie. Suara yang mereka keluarkan pun berhasil membuat sekujur tubuhku merinding.

"Siapa kalian?" tanya Putra dengan ekspresi wajah dan nada suara yang serius.

"Tolong kami!" ucap sosok-sosok itu memelas tanpa memperdulikan ucapan dari Putra.

Putra menghela nafasnya lalu bertanya, "Apa yang perlu kami lakukan supaya bisa menolong kalian?"

Semua sosok itu tiba-tiba diam seketika. Mereka hanya menatap kami dengan ekspresi yang datar. Hingga beberapa detik kemudian, muncul darah dari kedua mata sosok-sosok itu. Darah yang mengalir lurus membasahi pipi mereka, layaknya sedang menangis.

"Kalian ... bisa ... menolong ... kami ...," ucap salah satu sosok itu dengan suara yang terbata-bata.

"Dengan cara ... memberi ... kami ...." Tiba-tiba sosok itu berhenti berbicara.

"NYAWA KALIAN!"

Sosok itu berteriak dengan histeris dan suara yang menggelegar. Begitu juga dengan para sosok lainnya yang ikut berteriak sampai-sampai membuat telingaku sakit dan berdengung dengan keras. Ekspresi wajah mereka yang tadinya datar pun berubah menjadi buas dan liar.

Mereka yang tadinya tampak lemas dan menderita, tiba-tiba mencoba menyerang kami dengan membabi-buta. Pria berjubah merah dan ketiga harimau Putra pun spontan memberikan perlawanan balik kepada mereka.

Ketiga harimau itu langsung menerkam dan mencabik-cabik setiap sosok yang berusaha menembus dinding proteksi gaib kami. Dengan buasnya mereka menghabisi setiap sosok itu, hingga bagian tubuh para sosok itu terputus dan tercerai-berai.

Sedangkan di sisi lain, pria berjubah merah hanya fokus menghadang sosok yang ingin menyerangku saja. Dia selalu mencekik leher dan mengangkat mereka ke udara. Hingga setiap sosok yang dipegangnya perlahan terbakar dan berubah menjadi debu.

Anehnya semua sosok itu tak memberikan perlawanan sama sekali. Bahkan saat mereka diserang, mereka tetap memusatkan pandangannya terhadapku dan Putra dengan tatapan liar yang mengerikan.

Mereka hanya tetap berfokus menyerang pagar gaib yang sedang melindungi kami, tanpa memperdulikan keadaan tubuh dan sekitar mereka. Mereka benar-benar mirip persis seperti mayat hidup yang tak merasakan rasa sakit.

Karena mereka tak memberikan perlawanan, ketiga harimau dan pria berjubah merah dengan mudah menghabisi sosok-sosok itu. Tapi anehnya aku melihat ekspresi wajah Putra malah tampak makin serius dan tegang. Sepertinya ini tak sesimpel yang kupikirkan.

Beberapa saat kemudian, aku mulai merasa ada sesuatu yang janggal. Aku mulai memperhatikan sosok-sosok itu dengan seksama. Hingga perlahan pun aku mulai menyadari, bahwa jumlah mereka ternyata tak berkurang sama sekali, dibandingkan sejak awal pertama kali muncul.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang