13. Pilihan

572 57 2
                                    

Sore hari yang penuh konflik itu berubah menjadi kenangan yang indah bagiku. Setiap langkah yang kuambil menjadi saksi atas konflik batin yang kumiliki. Antara aku harus jujur atau menyimpan dalam-dalam perasaanku yang sebenarnya. Aku sadar, sejak pertemuan kami pertama kali, benih-benih cinta sudah mulai tertanam.

Banyaknya masalah yang datang dan kami hadapi bersama-sama, membuat hubungan kami semakin erat. Sejenak aku sadar, bahwa aku merasa kurang pantas akan dirinya. Sepertinya lebih baik aku bersyukur, masih bisa menjalani hubungan yang baik dengannya, seperti saat ini. Pada akhirnya, momen itu berhenti saat kami sampai di depan kos.

"Udah sampai nih, Ram. Langsung istirahat, ok?" ucapnya sembari tersenyum. Sebuah senyuman bagaikan magnet yang memikat pandangan mataku.

"Makasih ya, Del," balasku kaku.

"Sama-sama ,Ram. Kalo bisa sering-sering senyum kayak gini, biar keliatan makin ganteng, Bye," ucapnya cepat lalu dia langsung kabur sembari tertawa ke kostnya.

Aku terdiam sejenak, lalu menyadari bahwa aku sedang tersenyum sendiri seperti layaknya orang gila. Mungkin itu rasanya di pelet, pikirku ngasal. Aku pun masuk ke dalam kos dan melakukan rutinitasku. Setelahnya aku langsung berbaring di tempat tidur, mulai merenung dan tenggelam dalam pikiranku sendiri.

Aku merasa sejak masuk kampus, hidupku yang dulunya tenang tanpa konflik jadi berubah drastis. Tapi entah kenapa aku tak merasa menyesal sama sekali, mungkin karena aku tak merasa bahwa itu buruk dan menganggap apa yang telah kulakukan adalah sesuatu yang benar.

Tanpa kusadari, sifatku yang selalu mencoba untuk menghindari masalah mulai berubah. Walau aku tak tahu perubahan itu akan berdampak baik atau buruk kedepannya. Malam itu kulewati dengan penuh perdebatan di dalam pikiran dan batinku, hingga tak terasa waktu berlalu cepat dan aku pun tertidur dengan lelap.

Suara kicauan burung dan aktifitas penghuni kost yang lain pun berhasil membangunkan tidurku. Tubuhku masih terasa pegal dan kurang nyaman, tapi berhubung hari ini masih ada jadwal kelas yang harus kuhadiri, aku terpaksa bangun dan langsung bersiap-siap untuk pergi ke kampus bersama Adellia.

Saat sampai di kampus, aku mulai merasa banyak orang yang memandangiku dengan tatapan yang aneh dan penasaran. Sepertinya Adellia juga merasakan yang sama, dia juga menatapku dengan bingung karena tak tahu apa alasannya. Kami pun langsung mempercepat langkah menuju kelas dan anehnya mahasiswa yang ada didalam kelas juga menatapku seperti orang-orang yang berada diluar.

Aku mulai berspekulasi dan bertanya dalam hati. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya aku mulai mengetahui alasannya, penyebabnya adalah kejadian perkelahian antara aku dan David kemarin. Sepertinya beritanya sudah mulai tersebar dikalangan mahasiswa fakultasku. Seketika aku menjadi orang yang populer, walau aku tak tau itu dalam artian konotasi yang baik atau buruk.

Sepanjang kelas berjalan, mereka masih sesekali menoleh dan menatapku dengan penasaran. Walaupun sebenarnya aku merasa risih, aku berusaha menghiraukan tatapan dari mereka. Beberapa dari mereka juga bertanya langsung denganku mengenai kejadian kemarin, tapi aku hanya berusaha berbasa-basi dan langsung mengakhiri percakapan secara halus.

Sesudah kelas berakhir, saat aku dan Adellia baru saja keluar dari pintu kelas, ternyata sudah ada dua mahasiswa yang sedang menunggu. Tanpa basa-basi, mereka langsung mengajakku kesuatu ruangan dengan alasan ada yang ingin menemuiku.

Aku sempat bertanya akan identitasnya, tapi mereka bersikeras merahasiakannya dengan alasan bahwa yang ingin menemuiku adalah orang penting. Dengan terpaksa aku harus mengikuti mereka. Aku menyuruh Adel untuk pergi terlebih dahulu, walau pada akhirnya dia tetap bersikeras untuk mengikutiku dan menunggu di luar ruangan.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang