53. Merek Baju

382 31 1
                                    

"Dibebasin? Kok, bisa? Jadi sekarang gimana?" tanyaku bertubi-tubi saking terkejutnya.

"Bokapnya Dipa itu ternyata salah satu pemilik perusahaan besar, Ram. Dia punya koneksi sama polisi yang pangkatnya lebih tinggi dari bokap gua," jawab David lesu.

"Walaupun pangkatnya lebih tinggi, bukannya buktinya itu udah jelas buat penjarain mereka?" tanyaku.

"Buktinya ga begitu kuat, Ram. Soalnya itu hanya dari perkataan aja. Ga ada pengakuan yang jelas dari korban. Tuduhannya jadi dianggap gak valid," jawab David.

Aku terdiam seketika.

"Kira-kira lo ada rencana lagi gak, Ram?" tanya David pelan tak bersemangat. "Pasti habis ini mereka bakal nyoba nyebarin aib adik gua."

"Sebentar ya, gua coba tenangin diri sama mikir dulu," ucapku lalu menarik nafas dalam-dalam.

"Ok," jawab David singkat.

Sesaat kemudian, setelah perasaanku mulai bisa cukup tenang, aku pun mencoba mengajukan rencanaku.

"Foto bugil dari Dipa dan Yudha, lo jadiin senjata buat ngancam mereka lagi, supaya mereka gak bakal nyebarin tentang adik lo," ucapku secara perlahan. "Soalnya untuk saat ini, kita butuh ngulur waktu buat nyusun rencana."

"Ok, tapi cuma itu aja?" tanya David.

Aku memejamkan mataku, berusaha memikirkan apa saja yang penting dilakukan untuk saat ini, "Hmmm ... kabarnya Bagas gimana?" tanyaku balik.

"Dia lagi coba menghindar dari Dipa sama Yudha, Ram. Soalnya mereka udah curiga sama si Bagas, karena yang rekomendasiin dukun ke mereka kan si Bagas awalnya," jelas David.

Aku pun menjadi bingung, sebab orang yang bertugas sebagai mata-mata telah ketahuan. Jika tidak ada Bagas, otomatis masalah ini akan semakin sulit untuk dipecahkan.

"Lo punya temen yang dekat sama Dipa gak?" tanyaku penuh harap.

"Hmmm ... kalau temen nongkrong sih ada, tapi kalau masalah deket atau nggaknya, gua kurang tau," jawab David perlahan.

Melihat jawaban David yang tampak ragu membuat otakku harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan rencana yang baru. Aku yakin, bahwa pasti muncul kesempatan di setiap usaha yang dilakukan dengan tulus.

Menuntaskan masalah ini dengan metode gaib bukanlah pilihan yang bijak. Karena aku sadar, sekalipun aku sampai membunuh Dipa dan Yudha, para korban tidak akan bisa mendapatkan rasa keadilan dan ketenangan di dalam batinnya.

Mentok-mentok, aku hanya akan menggunakan metode gaib untuk menyerang sisi mental mereka, agar emosi dan tindakan mereka lebih mudah kuprediksi.

Jadi, aku harus tetap memilih untuk mencari solusi melalui hukum manusia, sanksi sosial harus diterapkan agar para korban bisa menyaksikan langsung, hukuman dan penderitaan yang akan dialami oleh Dipa dan Yudha.

Mumpung mereka tidak mengetahui eksistensiku yang bekerja dibalik layar. Aku terpaksa harus turun ke lapangan, untuk menjalankan rencana baruku.

"Sementara ini lo alihin perhatian mereka dulu aja. Nanti kabarin semua perkembangannya," ucapku.

"Oke," balas David.

Panggilan itu pun kami sudahi. Aku mulai membuka kontak yang berada di ponselku, lalu mengetikkan nama Nadia di sana. Kutekan nama itu, lalu kutatap dalam beberapa saat.

13.00 - Rama : Hai ... ini gua Rama, yang pernah ketemu sama lo di cafe A*****.

13.01 - Nadia : Hai juga, kok baru hubunginnya sekarang? haha.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang