63. Pengorbanan

386 35 6
                                    

Situasi yang tadinya sudah berpihak pada kami kini berubah menjadi berbanding terbalik. Walau semua pasukan lawan telah terbakar oleh mantra Putra, aku menyadari bahwa eksistensi mereka bukanlah hal yang penting bagi makhluk pesugihan itu. Dia memanggil mereka layaknya hanya untuk sekedar menikmati pemandangan yang menarik.

Oleh sebab itu, aku memutuskan untuk mengalahkan penunggu kolam itu secepat mungkin. Berhubung dia sedang melemah akibat efek mantra yang dibacakan oleh Putra. Ditambah lagi bahwa dia tidak memiliki pasukan yang bisa diserap energinya. Tanpa basa-basi aku pun langsung melayangkan serangan bertubi-tubi dengan golok emas pemberian Putra.

"ARRGHHHH!"

Makhluk itu berteriak kesakitan seraya melarikan diri mendekati posisi si makhluk pesugihan. Aku pun terpaksa menghentikan seranganku seketika, sebab aku tahu bahwa saat ini tidak bijak untuk memprovokasi makhluk pesugihan itu. Alasan utamanya karena aku tidak bisa mengukur seberapa besar kekuatan makhluk itu yang sebenarnya.

"Kenapa kau menghabisi pasukanmu sendiri? Seharusnya kau membiarkan mereka. Karena ulahmu itu aku tak sanggup lagi menahan mereka!" ucap makhluk itu dengan nada yang kesal.

"HAHAHAHA!" makhluk pesugihan itu tertawa terbahak-bahak.

"Sepertinya kau tak menyadari posisimu selama ini."

"Apa maksudmu?" tanya penunggu kolam itu dengan was-was.

Makhluk pesugihan itu perlahan mengarahkan telapak tangannya kepada makhluk penunggu kolam.

"APA YANG KAU LAKUKAN!"

"AKU INI SEKUTUMU!"

Makhluk penunggu kolam itu berteriak dengan histeris. Tampaknya dia tak bisa menggerakkan tubuhnya. Tubuhnya seakan-akan digenggam dan terkunci oleh makhluk pesugihan itu.

"Kau tak ada bedanya dengan mereka yang telah kulenyapkan barusan."

"Berani-beraninya kau berpikir bahwa kita setara. Makhluk rendahan sepertimu bahkan tak pantas menjadi budakku!"

Ucap makhluk pesugihan itu dengan ekspresi wajah dan nada yang sinis, lalu makhluk itu mengencangkan genggaman tangannya layaknya sedang meremas.

"ARRRGHHHHH!"

Aku, Putra dan para khodam kami hanya bisa terdiam memandang pemandangan itu. Pemandangan dimana tubuh makhluk itu yang seketika meledak dan memunculkan muncratan darah yang deras. Jeritan itu adalah hal terakhir yang tersisa dari makhluk itu. Pada akhirnya, eksistensinya hanya berguna sebagai umpan makhluk pesugihan itu.

"Maaf telah membuat kalian menunggu lama," ucap makhluk pesugihan itu sambil tersenyum lebar.

"Tapi ada satu hal yang membuatku penasaran," ucap makhluk itu tiba-tiba seraya menatap si pria berjubah merah.

"Kenapa makhluk sepertimu mau tunduk dengan manusia lemah seperti dia?" tanya makhluk pesugihan itu dengan bingung.

Tetapi si pria berjubah merah hanya menjawab makhluk itu dengan jawaban yang singkat dan dingin. "Bukan urusanmu!"

"HAHAHAHA! Sangat menarik."

"Sepertinya anak itu tak tahu sama sekali tentang makhluk sejenismu."

Pria berjubah merah hanya diam seraya menatap makhluk itu dengan tajam. Mendengar perkataan makhluk itu membuatku bertanya-tanya dalam hati, apa sebenarnya maksud dari makhluk itu? Aku merasa makhluk itu tidak berbohong dan benar-benar mengetahui sesuatu tentang si pria berjubah merah.

"Sayangnya kemampuanmu sudah menghilang."

"Apakah itu alasannya kau menjadi budak anak manusia ini?" ucapnya dengan nada yang mengejek.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang