10. Konfrontasi

600 56 2
                                    

Setelah Adellia memutuskan untuk menemui Steven. Aku berencana mengajaknya dan Steven ke daerah yang lebih sepi, tempat di mana aku Arif mencegatku dulunya. Aku tidak memilih dikos, karena tidak mau mengganggu penghuni kos yang lain. Selain itu, aku juga ingin menjaga nama baik dari Steven, jadi aku dan Adel memutuskan untuk merahasiakannya.

Besoknya, bagaikan seorang mata-mata, aku kembali mengikuti Steven secara diam-diam. Dari sore hingga menjelang malam hari, dia masih saja bersama wanita yang sama. Mereka juga masih berada di lokasi yang tetap mewah.

Aku pun mengawasi dan menunggu di warung yang tak jauh, cuma berseberangan dengan lokasi mereka. Menunggu mereka membutuhkan waktu yang sangat lama, sampai-sampai pemilik warung dan pengunjung lainnya mengajakku berkenalan dan berbasa-basi. Hitung-hitung lumayan juga untuk mengisi waktu luang, ketimbang aku harus melamun dan menatap layar HP terus-terusan.

Setelah berjam-jam aku menunggu, akhirnya mereka muncul keluar dari pintu cafe sambil bergandengan tangan. Jika kuperhatikan, sepertinya mereka masih belum berniat pulang, padahal saat itu layar di handphone-ku telah menunjukkan jam sepuluh malam. Aku tak tahu apa yang akan menjadi rencana kegiatan mereka selanjutnya, aku hanya bisa membuntuti mereka diam-diam.

Ternyata destinasi mereka selanjutnya adalah sebuah toko pakaian yang tak jauh dari posisi cafe sebelumnya. Tanpa kusadari, aku telah menunggu Steven hampir semalaman, disaat dia sedang bersenang-senang, aku hanya bisa bermain game di handphone seraya menunggunya pulang. Aku hanya bisa menanti dan berharap mereka bisa pulang secepat mungkin.

Setelah berkisar setengah jam kemudian, akhirnya mereka keluar membawa beberapa kemasan tas plastik. Tampak Steven dan wanita itu berpelukan, lalu sesudahnya mereka langsung berpisah di jalan.

Setelah sekian lama, akhirnya Steven pun pergi pulang menuju arah kos, akupun bergegas mengikutinya. Aku tak lupa mengirim pesan ke Adellia untuk datang dan bersiap dilokasi yang sudah kami rencanakan. Saat posisi Steven sudah mendekati kos, aku langsung berlari mencegatnya.

"Ven, gua mau ngomong sama lo sebentar," ucapku. "Bisa ikut gua gak?"

Steven tampak terkejut melihatku yang muncul secara tiba-tiba. "Mau ngomong apaan emangnya? Kalo lo cuma mau nasehatin gua kayak kemaren, mending kita ga usah ngobrol," jawabnya dingin.

"Gak kok, Ven. Ada masalah lain yang mau gw omongin. Kalo ngobrol di kos, takut ada yg nguping entar." Aku sengaja memasang ekspresi gelisah untuk mengelabuinya.

Melihat ekspresi gelisah dariku, tampaknya Steven mulai percaya dan akhirnya menyetujui mengikutiku. Tak lama kami berjalan, akhirnya kami sampai di lokasi. Di sana, tampak sosok Adellia yang sedang berdiri di dekat tiang listrik. Steven tampak bingung dan memandang kami dengan curiga setelah melihat keberadaan Adellia.

"Ini maksudnya apaan? Kenapa ada Adel di sini?" tanya Steven dengan curiga.

Aku hanya diam tak menanggapinya. Aku memandang Adellia yang mulai bergerak mendekati kami. Suasana malam yang tadinya hening, mulai berubah menjadi mencekam. Muncul perasaan tak nyaman, sebab aku merasa seperti banyak pandangan mata yang tertuju kepadaku.

Tiba-tiba banyak muncul suara tawa cekikikan, tangisan dan juga jeritan wanita dari berbagai arah. Bulu kudukku bergidik, spontan aku langsung bergerak mengambil jarak menjauhi Steven lalu mendekat dengan Adellia.

Saat aku memerhatikan sekitarku, aku menyadari bahwa kami sudah di kelilingi oleh kain putih yang sedang melayang-layang. Makhluk-makhluk itu muncul menampakkan perwujudan mereka yang berupa kuntilanak berwajah hancur.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang