Dari semua peserta yang datang, hanya aku yang meminta untuk diajarkan tentang keilmuan. Sebagian besar peserta yang datang lebih tertarik ke jasa mengenai hal-hal berbau asmara dan finansial. Beberapa lainnya yang datang hanya karena penasaran dan ingin ikut nimbrung saja.

Beberapa saat kemudian, akhirnya Putra pun mulai bersuara.

"Boleh mas, tapi ada mahar dan persyaratannya," ucapnya dengan serius.

"Hmmm, lengkapnya gimana, mas?" tanyaku.

"Nanti kita omongin secara privat aja mas, supaya lebih enak," jawabnya dengan senyum penuh arti yang tampak menyiratkan suatu makna.

"Oh iya mas, dikabarin aja nantinya," ucapku pelan.

"Ada yang mau dita—"

Sebelum Putra menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba muncul suara teriakan dan tawa histeris yang lebih banyak dari sebelumnya. Perlahan-lahan muncul makhluk-makhluk astral yang berbentuk genderuwo.

Tidak berhenti di situ saja, wajah busuk yang dibalut dengan kain-kain berwarna putih yang penuh dengan bercak kotoran dan darah tampak beterbangan. Banyak pocong yang muncul dan menatap kami dengan tajam dan mata yang merah.

Perlahan-lahan, kami akhirnya sudah dikelilingi oleh sekumpulan dedemit berjenis genderuwo dan pocong. Tanpa basa-basi mereka langsung menerjang ke posisi kami berada. Tetapi lagi-lagi mereka langsung terpental akibat menyentuh pagaran gaib yang telah dipasang oleh Putra sebelumnya.

Sepertinya serangan ronde kedua telah diluncurkan oleh musuh Putra. Tetapi bedanya serangan ini tampaknya lebih ganas dari yang sebelumnya, sebab jumlah makhluk astral yang dikirimkan jauh lebih banyak dari sebelumnya. Aku tak tahu siapa lawan dari Putra, tetapi tampaknya dia benar-benar sangat berniat untuk menghabisi Putra.

Jika orang awam melihat cafe tempat kami berada saat ini, mereka pasti melihat suasana cafe yang tampaknya ramai dan hidup. Namun, bagi orang yang peka akan hal-hal supranatural, suasananya terasa sangat berat dan mencekam, sebab energi negatif dan bau busuk yang muncul sangatlah mencolok.

Tampaknya Putra menyadari itu dan segera membubarkan acara. "Mas, kayaknya serangan yang ini bakal lebih lama dan berbahaya. Jadi sebaiknya kalian pulang saja, nanti ngobrolnya kita lanjutin di lain waktu aja, ya."

Mendengar ucapan dari Putra, peserta lain tampak heran seraya melihat sekitar dengan raut wajah bingung. Sepertinya mereka tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Putra, sebab mereka tidak merasakan hal yang berbeda di sekitar mereka.

Beberapa dari mereka lalu menoleh dan memandangku dengan tatapan penuh tanya. Aku hanya mengangguk layaknya membenarkan ucapan Putra, seakan menyuruh mereka untuk pergi secepatnya.

"Oh, oke, mas. Kita pamit pulang dulu ya, mas." Raut wajah para peserta tampak bingung dan ragu, sepertinya mereka sebenarnya masih ingin mengobrol dan menanyakan sesuatu.

"Maaf ya, mas. Lain waktu kita sambung lagi obrolannya. Hati-hati di jalan," balas Putra dengan senyum kecil.

Sesaat kemudian, dia langsung menoleh dan pandangannya mulai fokus dengan para dedemit yang sedang berusaha menjebol pagar gaibnya.

Saat yang lain sudah pergi pulang, aku hanya duduk diam dan tetap berada di sana karena penasaran. Di sisi lain, tanpa basa-basi Putra langsung memerintah ketiga harimaunya dan melakukan perlawanan. Setelah itu aku melihat Putra memejamkan kedua matanya, lalu dia mulai merapalkan kata-kata dengan bahasa yang tak kumengerti.

Awakening - Sixth SenseWhere stories live. Discover now