"Udah kek badut muka lo, Ram." Steven tertawa ngakak.

"Seneng dah lo! Kayak ga ada kerjaan yang lain aja lo pada!" dengusku kesal lalu berjalan menuju kamar mandi.

Steven malah makin riang dan semangat mengejekku. "Hahaha, badut kita ngambek nih."

Aku tak memperdulikan ucapannya dan langsung bergegas mandi. Beberapa saat kemudian, setelah selesai mandi, aku langsung pergi menuju ruang tamu. Di sana mereka sudah berkumpul dan bersiap untuk berangkat.

"Kita mau berangkat kemana nih?" tanyaku penasaran.

"Mau berangkat ke De Ranch, mau main kuda-kudaan katanya," jawab Steven dengan senyuman mesumnya.

"Lo sarapan dulu gih, Ram. Kita tungguin," ucap Riska.

Aku mengangguk. "Ya udah, deh."

Setelah selesai sarapan, kami langsung berangkat menuju lokasi yang dikatakan Steven. Kebetulan lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat kami. Jadi tak membutuhkan waktu yang lama, akhirnya kami sampai di sana.

Dari kejauhan aku bisa melihat lokasinya seperti peternakan kuda, tetapi tempatnya dilengkapi oleh fasilitas dan dekorasi yang unik. Seperti beberapa wahana permainan dan cafe tempat bersantai, menurutku tempat ini memang cocok dijadikan tempat liburan.

Kami menghabiskan waktu berjam-jam bermain di sana. Mulai dari menaiki kuda, bermain wahana, dan berswafoto ria, hingga tak terasa waktu sudah sore. Bisa dikatakan aktivitasnya memang cukup melelahkan, karena kami melakukan kegiatan outdoor. Hingga akhirnya, setelah beristirahat di cafe dengan secukupnya. Kami langsung pergi menuju lokasi destinasi selanjutnya, yaitu Pasar Apung.

Di sana kami hanya menghabiskan waktu dengan mencicipi makanan kuliner sambil bersantai. Karena kebetulan musim liburan, lokasi di sana sangat ramai akan pengunjung. Saat membeli makanan, otomatis kami harus berdesak-desakan dengan pengunjung lainnya.

Hingga saat matahari tampak mulai terbenam, kami melanjutkan perjalanan menuju kawasan punclut. Di sana kami hanya nongkrong, mengambil foto dan makan saja. Tidak jauh berbeda dengan saat kami berada di pasar apung. Tak banyak yang bisa kuceritakan sebab kami hanya kebanyakan ngobrol dan menikmati suasana di sana.

Sementara itu, Melissa tak henti-hentinya selalu mengajakku untuk berfoto bersama. Begitu juga dengan Riska dan Adellia, mereka juga tak mau kalah. Mereka ikut-ikutan memaksaku untuk berfoto berduaan. Aku merasa seperti sebuah barang yang sedang diperebutkan. Tingkah mereka membuatku lesu hingga tak berdaya.

Berbeda dengan dua pasangan lainnya, mereka tampak sangat harmonis jika dibandingkan denganku. Mereka bisa bermanja-manjaan sambil menikmati liburan ini. Sedangkan Ilham tampak tak banyak berbicara, dia hanya mengikuti kami dengan santai. Sesekali dia mengajak Adellia berbicara dan menawarkan berfoto bersama.

Setelah beberapa jam kami nongkrong di sana, akhirnya kami memutuskan untuk pergi pulang. Di sepanjang perjalanan, kami tak terlalu banyak berbicara sebab sudah merasa kelelahan. Walaupun kami banyak mencicipi makanan di sana, rasanya semua energi kami sudah terkuras sampai habis.

Sesampainya di lokasi villa, semuanya langsung bergegas masuk dan melakukan aktivitas masing-masing. Sebagian langsung pergi mandi, sebagian lagi duduk dan bersantai ria di ruang tamu sambil menonton televisi. Begitu juga aku yang memilih untuk pergi mandi terlebih dahulu, sebab aku merasa tubuhku sudah sangat lengket akan keringat.

Setelah mandi, aku merasa sangat ngantuk. Energiku terasa terkuras, mungkin efek dari aktivitas berlebihan dan berada di tempat keramaian terlalu lama. Oleh karena itu aku langsung memutuskan untuk berbaring di kasur, hingga perlahan kesadaranku mulai memudar.

Tak tahu sudah berapa lama aku tertidur, hingga perlahan-lahan kesadaranku mulai pulih. Saat aku terbangun, aku melihat Steven yang sedang tertidur di sampingku. Aku langsung mengecek jam di ponselku, di sana tampak terpampang jelas tulisan berangka dua. Melihat Steven yang sudah tertidur pulas, aku berpikir bahwa anak-anak yang lain juga pastinya sudah tidur.

Aku ingin melanjutkan tidurku lagi, tapi sialnya aku tak merasa ngantuk sama sekali. Jadinya aku memutuskan untuk pergi ke ruang tamu saja untuk menonton televisi. Aku berpikir, lebih baik aku menonton untuk menghilangkan rasa bosan, ketimbang harus mendengar suara ngorok yang tak henti-hentinya dari Steven.

Saat keluar dari kamar, aku melihat televisi diruang tamu sedang hidup. Aku melihat ada orang yang sedang menonton sendirian di sana. Tapi aku tak bisa melihatnya dengan jelas, karena posisi duduknya yang membelakangiku. Saat mendekat, ternyata orang yang sedang duduk sendirian di sofa tengah itu adalah Ilham.

Karena sudah saling pandang, rasanya aneh jika aku pergi menghindarinya. Jadi tanpa berpikir panjang aku langsung duduk di sofa kiri yang berada di sebelahnya. Suasananya terasa sangat canggung, sebab kami tak berbicara sepatah katapun saat menonton televisi bersama. Hingga beberapa saat kemudian, tiba-tiba dia membuka pembicaraan denganku.

"Lo suka sama Adellia, ya?" tanyanya dengan raut wajah yang seakan meremehkanku.

Sebenarnya aku cukup terkejut dengan pertanyaannya yang blak-blakan. Tapi aku berusaha untuk tetap menjawabnya dengan tenang.

"Kalo iya, emangnya kenapa?" balasku datar.

"Gua cuma mau ingetin," ucapnya perlahan. "Mending lo ga usah berharap banyak."

"Maksud lo sebenarnya apa?" tanyaku sembari menatapnya tajam.

"Lo ga pantas buat Adel," jawabnya sinis.

"Terus siapa yang pantas? elo gitu?" balasku dengan nada sarkastik.

"Bisa jadi iya, bisa jadi nggak. Tapi yang pasti, elo gak akan pantas!" ucapnya seakan menghakimiku.

Emosiku seketika naik setelah mendengar ucapannya yang secara terang-terangan merendahkan diriku. Tapi aku masih tetap mencoba untuk menenangkan diriku sendiri. Aku berusaha meredam emosiku, karena aku sadar bahwa dia sedang memancingku.

"Sayangnya sih, Adellia gak suka sama lo! Haha," balasku sambil tertawa.

"Terus, emangnya dia suka sama lo?" ucapnya dengan nada mengejek.

"Kenyataannya dia lebih suka sama gua, ketimbang sama lo," balasku dengan percaya diri.

Dia tertawa terbahak-bahak lalu bertanya, "Hahahaha! Kok lo ga jadian sampe sekarang?"

Aku terdiam sejenak setelah mendengar ucapannya. Sebenarnya aku ingin membalas ucapannya, tapi aku tak bisa membantahnya.

"Kok lo diam doang?" tanya Ilham sembari memandangku remeh.

"Bukannya tadi lo pede banget ngomongnya? Kok tiba-tiba melempem," ejeknya

"Tunggu aja, nanti bakal gua buktiin ke lo," ucapku dengan serius.

"Oke, gua tunggu," ucapnya seakan menahan tawa. "Walau sebenarnya gua udah tau hasilnya bakal gimana.

Aku langsung beranjak dari sofa dan pergi menuju kamar. Saat di kamar, aku hanya sibuk berpikir bagaimana cara mengatakan perasaanku yang sebenarnya kepada Adellia. Di saat itu aku hanya ingin membungkam mulut Ilham dan membuatnya menelan ludahnya sendiri.

Bersambung ...

Awakening - Sixth SenseWhere stories live. Discover now