16. Teman Baru

Mulai dari awal
                                    

"Wajahmu sangat mengingatkanku pada dirinya, walaupun hawa dan pandangan matamu berbeda," ucapnya sembari menatap mataku.

"Aku sudah menunggunya beratus tahun, dia telah berjanji akan datang untuk menemuiku kembali," ucapnya sedih, "tapi sampai detik ini pun dia tak kunjung tiba."

Sebuah senyuman tersungging di bibirnya, lalu dia berkata, "Selama ini, aku membohongi diriku sendiri untuk mempercayainya. Walau sebenarnya, aku tahu dia tak akan pernah bisa untuk datang menemuiku kembali."

"Karena dia sudah lama tewas akibat peperangan itu," ucapnya pelan.

Perkataannya membuat perasaanku terasa seperti sedang tercabik-cabik. Aku merasakan kesedihan yang sangat mendalam dari setiap perkataannya. Aku tak bisa membayangkan betapa kesepiannya dia saat menunggu tuannya selama beratus-ratus tahun. Betapa menderitanya dia, berusaha membohongi dirinya sendiri atas sesuatu yang tak akan pernah terjadi.

"Siapa sebenarnya tuanmu itu?" tanyaku.

"Dulunya dia adalah seorang jenderal perang, dia diberikan misi untuk mempertahankan daerah yang akan diserang negeri lain. Tapi pada akhirnya dia hanya ditipu dan dikorbankan oleh para bangsawan."

Raut wajah wanita itu kini berganti menjadi murka, dia lanjut berkata, "Para bangsawan itu memperdaya raja yang berkuasa, agar tak mengirim pasukan bala bantuan. Mereka beralasan bahwa tuanku telah berencana untuk melakukan pemberontakan."

"Tuanku sebenarnya telah mengetahui rencana busuk para bangsawan itu, tapi dia tetap mengikuti perintah raja, walaupun tahu bahwa dia akan mati di medan perang. Yang ada dipikirannya adalah bagaimana cara untuk mengulur waktu sebanyak mungkin agar bisa menyelamatkan rakyat yang tak bersalah."

"Aku sudah berusaha menghalangi serta memohon kepadanya untuk tidak pergi. Tapi dia tak memperdulikan ucapanku dan tetap bersikeras akan keputusannya sendiri." ucapnya sedih.

Aku hanya bisa mendengarkan ceritanya dengan sepenuh hati, menyimak kisah tragis itu dengan seksama. Aku bisa merasakan keputusasaan di balik setiap ucapannya, di mana dia berada di posisi tak berdaya akan situasi yang terjadi pada tuannya.

Setelah dia selesai bercerita, dia terdiam sejenak, dia hanya diam menatapku dalam-dalam seperti di saat pertama kali kami berjumpa. Tatapan penuh cinta dan kebahagiaan, yang akhirnya kumengerti alasannya.

Tiba-tiba dia berlutut tepat di depanku lalu berkata, "Aku akan mengikutimu mulai saat ini,"

"Kenapa?" tanyaku spontan karena terkejut dengan tingkah dan ucapannya.

"Seperti yang kukatakan tadi, bahwa dirimu telah mengingatkanku pada tuanku," jawabnya sambil tersenyum memandangku.

Tubuhku yang tadinya kaku pun akhirnya bisa kugerakkan. Aku juga mulai tersadar, bahwa apa yang kualami ini bukan sekedar hanya sekedar mimpi. Perlahan aku mulai berjalan mendekatinya, lalu mengangkat kedua lengannya untuk berdiri.

"Tidak apa-apa kalau kamu menganggapku sebagai tuanmu. Tapi yang harus kamu ingat adalah bahwa aku bukanlah tuanmu yang dulu," ucapku. "Aku adalah diriku sendiri.

Dia mengangguk sambil meneteskan air mata yang membasahi pipinya, lalu dia berkata, "Aku berjanji untuk melindungimu dengan segenap jiwaku."

Setelah dia selesai berucap, aku pun memeluk figurnya dengan erat. Aku berharap ketenangan dan kenyamanan yang kurasakan sekarang jangan sampai menghilang. Walau pada akhirnya, apa yang terjadi tidak sesuai harapanku, sebab perlahan-lahan pandanganku mulai buyar dan berubah menjadi gelap.

Aku pun terbangun dari tidurku, kubuka kedua mataku yang masih terasa berat secara perlahan-lahan. Tampak pandangan kabur dari langit-langit kamarku yang berwarna putih. Aku mengedipkan kedua mataku untuk memulihkan kesadaranku sepenuhnya.

Sembari mengedipkan kedua mataku, tak sengaja aku menoleh kearah lemari yang berada disampingku. Tak kusangka-sangka, ternyata wanita yang kulihat didalam mimpiku barusan sedang berdiri tersenyum sambil memandangiku disana.

Saking terkejutnya, aku sampai-sampai lompat terperanjat dari kasurku. Sejenak aku cuma bisa terdiam memandanginya, sebab aku masih berusaha memproses apa yang terjadi didalam mimpiku tadi.

"Aku hanya ingin mengingatkan, agar memanggil namaku saat tuan sedang membutuhkan bantuan," ucapnya sembari tersenyum.

Sejenak aku mengambil nafas dalam-dalam dan membalas ucapannya di dalam batin, "Iya, terimakasih sudah mau membantuku."

Di sini aku akan memanggilnya dengan singkatan namanya sebagai nama samaran. Mulai saat ini dan seterusnya aku akan memanggilnya dengan nama Lala. Nama yang terkesan imut dan simple untuk diucapkan.

Setelah mendengar jawaban dariku dia segera menghilang dari pandanganku. Sepertinya sekarang aku sudah memiliki teman baru yang bisa kuandalkan. Tidak seperti penjagaku si pria berjubah merah yang tak mau berkomunikasi denganku dan hanya muncul di waktu darurat saja. Berhubung masih pagi buta, aku pun melanjutkan tidurku, berharap bisa mendapatkan mimpi yang indah.

Bersambung ...

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang