10. Konfrontasi

Mulai dari awal
                                    

Jika kutaksir secara kasar, mungkin jumlah mereka ada sekitar 50-an. Perlahan mereka mulai mendekati kami, tetapi Steven tak sadar akan hal itu, dia hanya berdiam diri dan memandangi kami berdua dengan tatapan yang kosong.

Tak lama kemudian, kuntilanak merah yang kulihat kemarin muncul dalam seketika. Dia melayang di samping Steven, mengelus-elus lehernya dengan kuku yang panjang. Dia menatap kami layaknya sedang mengejek.

"Jangan mengganggu urusanku!" teriaknya dengan suara melengking.

"Pergi dan jangan ganggu temanku lagi, atau kita perang sekarang juga," ucap Adel dengan datar.

"Hihihi ... memangnya kamu itu siapa? berani-beraninya mengancamku!" jawabnya dengan senyum menyeringai.

Tiba-tiba muncul sesosok pria dibelakang Adellia, yang menggunakan baju zirah berwarna emas, rambutnya panjang dan wajahnya terlihat cukup tua. Dia memegang sebuah tombak panjang dengan gagang yang berkilau-kilau. Ujung tombak dan tatapannya yang tajam kian tertuju pada kuntilanak merah itu.

"Binasakan mereka smua," perintah Adel.

Seketika, semua kuntilanak yang mengelilingi kami berteriak histeris dan mulai bergerak menyerang penjaga Adellia. Tak tinggal diam, penjaga Adellia bergerak jauh lebih cepat dan menusuk para kuntilanak itu dengan membabi buta. Tusukan tombaknya berhasil membuat lubang besar ditubuh para kuntilanak itu. Mereka yang terkena serangan tombak itu menjerit histeris lalu lenyap dan melebur seketika.

Tetapi berbeda dari ekspektasiku, para kuntilanak itu bukannya makin melemah, mereka malah semakin beringas menyerang pria itu dengan kuku panjang mereka. Sementara itu, pria itu dengan mudahnya bisa menangkis dan membalikkan setiap serangan.

Pemandangan sadis dan mengerikan itu berhasil membuatku sadar, bahwa inilah perang yang dimaksud oleh Adellia kemarin. Dalam sekejap, jumlah kuntilanak itu berkurang setengahnya.

Sembari Adellia fokus memperhatikan penjaganya, aku menyadari kuntilanak merah itu mulai bergerak mendekati posisi kami. Mau tak mau, aku mulai berlari menjauhi posisi Adellia untuk memancingnya, karena aku tak ingin makhluk itu mengincarnya. Sementara itu, Adel terlambat bereaksi akan gerakanku yang tiba-tiba.

"Jangan Rammm...." teriak Adel.

Saat itu penjaga Adellia sedang sibuk melawan kuntilanak lainnya, sehingga dia tak bisa membantuku. Saat kuku panjang dari kuntilanak merah itu hampir meraih wajahku, tiba-tiba dia malah menjerit kesakitan dan terpental beberapa meter kebelakang.

Aku menoleh dan melihat Pria berjubah merah sudah berdiri sambil menyilangkan tangannya di sampingku. Dia menatap kuntilanak merah itu dengan tatapan arogan serta remeh, layaknya sedang melihat makhluk lemah yang tak berdaya. Entah kenapa, muncul perasaan aman di batinku, setelah merasakan kehadirannya. Aku merasa percaya bahwa pria itu tak akan kalah dari kuntilanak merah.

"Sialan! Kenapa kalian mencampuri urusanku!" jerit kuntilanak merah itu histeris. Rambutnya berhembus tinggi, seakan diterpa angin badai.

Pria berjubah merah itu meresponnya dengan tatapan jijik bagaikan sedang melihat kotoran lalu berkata, "Cepatlah lenyap dari pandanganku."

Kuntilanak merah itu berteriak semakin histeris. Kukunya tiba-tiba memanjang sampai seukuran sebuah penggaris. Rasa haus darah darinya semakin menjadi-jadi. Ledakan energi dari sosoknya kian memuncak. Makhluk itu tak mau menyerah juga dan tetap berusaha menyerangku dengan serangan terkuatnya.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang