2. Mimpi yang Aneh

Mulai dari awal
                                    

"Hush, banyak nanya lo," potongku sembari menepuk punggung Steven.

"Yaelah, jangan sewot dong, Adellianya aja kagak marah tuh," balas Steven lalu menjulurkan lidahnya untuk mengejekku.

Adellia hanya tersenyum memerhatikan interaksi kami berdua. "Gapapa kok Ram, haha. Kosku ada di sekitaran ini sih, tepatnya di gang kedua dari jalan besar."

"Lah, sama dong," balas Steven dengan heran.

"Kalo kamu tinggal dimana Ram?" tanya Adellia tanpa memedulikan reaksi Steven.

Aku seketika kagok lalu spontan bertanya balik. "Ha? Kenapa del?"

"Dia nanya lo tinggal dimana pret." ucap Steven sambil menyikut lenganku.

"Oooo, di gang dua jalan besar del, gua barengan sama Steven ngekosnya," jawabku dengan cepat.

Belum sempat Adellia merespon, Steven langsung memotong, "Nah, kalo gitu kita baliknya bareng aja del hehehe."

"Hmmm ... Boleh juga tuh, oh iya besok mau bareng juga gak Ram? Berangkat ospeknya?" tanya Adellia sambil menatap mataku.

Aku merasa aneh, kenapa Adellia selalu melontarkan pertanyaan kepadaku? Bukan melontarkan pertanyaan balik ke Steven?. Tapi aku tak mau berpikir aneh-aneh dan berharap, yang ada nantinya aku malu sendiri karena apa yang kusangka tak sesuai ekspektasiku.

"Boleh, Del," jawabku sambil menganggukkan kepala.

"Tapi entar ketemuannya di mana, Del?" tanyaku.

"Minta nomor HP kamu aja Ram, nanti aku kabarin lewat chat aja gimana?" balas Adel.

Karena tak terbiasa mengingat nomor handphone-ku sendiri, dengan sigap aku langsung merogoh handphone yang ada di saku celanaku, lalu mencari namaku sendiri di daftar kontak. Setelah mendapatkannya, aku langsung mengulurkan handphone-ku ke Adellia.

Setelah selesai menyimpan nomor handphone-ku, Adellia mengembalikannya kembali kepadaku. "Ini udah gue save ya Ram, gue kasih nama mata elang," ucapnya sambil menahan tawa.

Mendengar itu, Steven menatapku sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Pffftttttt hahaha..." Steven pun tak kuasa menahannya dan tawanya seketika meledak. Di sisi lain, aku hanya bisa diam membisu berusaha menahan malu.

Nampaknya Steven belum puas melihat penderitaanku, dia justru malah meledekku kembali. "Telinga lo kok merah gitu Ram, hahaha."

"Diem lo," ujarku kesal.

Bukannya berhenti, tiba-tiba Steven mendekat ke sebelahku lalu berbisik pelan ditelingaku.

"Lo naksir sama dia, ya? Dari tadi mupeng mulu muke lo," ucap Steven dengan ekspresi tengilnya.

Aku sedikit terkejut mendengar ucapan Steven. Semoga saja Adellia tidak mendengar ucapannya, karena aku tak ingin dia merasa canggung karena itu. Tanpa basa-basi, aku langsung membalas keisengannya dengan mencengkeram keras kedua pundaknya. Seketika dia langsung meringis dan menjerit kesakitan.

"Kalo kagak diem, gw lanjutin lagi nih," ancamku.

"Iye-iye ... udahan nih. Suer, kagak bakal gua lanjutin lagi," ujar Steven menyerah.

Awakening - Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang